My Trip My Adventure
Daftar Isi
Ada yang hobi perjalanan naik motor
atau touring? Wah, rasanya pasti
menyenangkan sekaligus melelahkan. Baru-baru ini kami (suami, anak dan
saya) melakukan perjalanan pulang kampung ke Wonosobo dengan mengendarai motor.
Kedengarannya biasa aja gitu ya? Hihi. Bagi yang biasa naik motor sih memang
biasa, tapi bagi saya yang lebih suka naik kendaraan umum, perjalanan kali ini
jadi luar biasa karena meskipun dulu kuliah di Semarang tapi belum pernah
pulang-pergi Semarang Wonosobo dengan kendaraan roda dua. Lebih asyik naik bis
karena bisa ditinggal tidur dan santai ngemil.
Tapi kalo naik bis rasa petualangan
‘My Trip My Adventure’ nya kurang berasa. Ehm. Agak gimana rasanya saat
menuliskan judul di atas, karena kalimatnya sama persis dengan acara Televisi
yang masih nge-hits sampai sekarang.
Sempat terfikir mau menulis judul ‘mudikku
petualanganku’ tapi kurang sreg di hati. Sudahlah, intinya sih perjalanan
kemana pun termasuk perjalanan pulang kampung adalah bagian dari travelling
kami.
Beberapa kali pulang ke Wonosobo dapat
nyaman karena ada pinjaman mobil, sesekali harus nyoba naik motor lah, kalau
belum punya mobil sendiri, apalagi sedang masa efisiensi seperti ini.
Ups.
Karena bawa bayi, otomatis persiapan
kami jadi lebih rempong. Biasanya kalau bawa mobil locker sikecil ikut masuk bagasi, selimut, bantal, dan sebarek
keperluan lain lengkap dengan keranjang mainannya. Nggak perlu ribet bawa tas
banyakpun bisa kebawa semua. Tapi kali ini harus pinter-pinter ngatur mana aja
yang paling penting. Mainan, tinggal aja! Pakaian ayah-bundanya pun cukup satu
stel, harapannya di Wonosobo belum musim hujan jadi bisa dicuci dan sehari
kering.
Go
to Wonosobo
Keluar dari rumah sekitar pukul 14,
rute yang kami pilih adalah Tlogosari – Sampookong – Kalipancur – BSB –
Cangkiran – Limbangan – Sumowono – Ngadirejo – Kandangan – Jumprit - Tambi
– Wonosobo.
Rutenya puanjaang.... sengaja kami
pilih agar jalan santai nggak saingan sama truk pasir dan bis antar kota yang
sukanya ugal-ugalan. Kecepatan pun hanya 50-60 km/jam, sesekali sampai 75 saat
jalan mulus bin lurus.
Namanya pertama kali motoran jauh bawa
bayi, pastinya yang ada di kepala perjalanan akan sedikit lebih berat dibanding
biasanya., ternyata saat dilalui tak seberat yang dibayangkan, hanya pant*t
yang tepos dan pinggang yang pegalnya bukan main. Sensasi perjalanannya luar
biasa. Apalagi ternyata kami kehujanan di jalan antara Sumowono – Kaloran yang
tidak memungkinkan untuk berteduh, yaiyalah..sepanjang jalan adanya kebun dan
pohon gede. Nggak ada perumahan. Begitu ketemu kampung, hujan reda.
Alhamdulillah...
Dingin, jangan ditanya. Meskipun sudah
berjaket tebal dan amunisi lengkap mulai dari sepatu, celana kulot dibalik
gamis, kaos kaki, kaos tangan, masker, dinginnya tetap kerasa sampai tulang. Brrrrrr....!!
Sekitar pukul 17 kami melewati Jumprit, tempat wisata dengan banyak
kera liar dan juga bumi perkemahan. Oia, tempat ini terkenal angker dan konon
katanya tempatnya orang cari pesugihan. Kera-kera itu jelmaan dari orang-orang
yang ‘meminta’ kesana dan para tumbalnya. Allahua’lam, bulu kuduk merinding aja
waktu tiba-tiba ingat cerita tentang Jumprit.
Setelah melewati Jumprit jalan makin menanjak dan
tiba-tiba turun kabut dengan jarak pandang hanya beberapa meter. Hhff... was-was banget lho waktu itu,
apalagi jalan naik turun dan hampir nggak bisa lihat jalan. Alhamdulillah, tidak
turun hujan. Setelah itu, harus melewati jalanan yang kondisinya rusak parah.
Aspal dengan bebatuan berserakan sepanjang desa Sigedong hingga Tambi dengan banyak turunan tajam.
Kebayan kan, capeknya kaki nahan biar nggak melorot? Apalagi dinginnya
masyaAllah.. karena ini berada di lereng Sindoro. Niatnya sih sampai Tambi mau
foto-foto di agrowisata sama di kebun teh, eh ternyata sampai sana maghrib dan
kabut. Tetap sih bisa foto, tapi cuma bisa terlihat emak-emak rempong.
Suasana berkabut di Tambi, maghrib. _dok.pribadi_ |
Emak pengen mejeng malah ada kabut _dok.pribadi_ |
Back
to Semarang
Pulang ke Semarangnya, kami ambil rute
yang sedikit berbeda. Tetap lewat Tambi sambil menikmati hamparan kebun Teh dan
ngobrol santai, tapi kami pilih rute lewat Kendal tidak lewat Ngadirejo.
Setelah melewati Muntung, ambil kiri ke arah Kendal dan mengikuti jalan menuju
tempat wisata Grojogan Sewu. Alhamdulillah kondisi jalannya sudah membaik dibandingkan
saat lewat sebelumnya sekitar 1.5 tahun yang lalu.
pulang ke Semarang ngliatnya ginian di Tambi _dok.pribadi_ |
Pucuk Gunung Sindoro ngintip2 _dok.pribadi_ |
Dari Grojogan Sewu melewati kawasan hutan cengkeh, lalu Plantera Fruit Paradise. Tempat ini
bisa jadi reffrensi wisata yang asyik juga, terutama saat musim buah, mungkin
mirip Mekarsai hanya koleksinya masih jauh lebih sedikit. Yang terlihat dari
jalan ada pohon mangga, kelengkeng, rambutan, durian, dan buah naga di lokasi
yang luas.. (nggak bisa naksir berapa hektar). Asyiknya kalau petik-petik buah
di sini.
Setelah itu melewati hutan jati, hutan
karet, perkampungan, dan akhirnya sampai di Boja. Oia, di daerah Boja ada juga
agrowisata, namanya Kebun Ngebruk.
Belum pernah masuk ke sana sih, bisa dicoba lain waktu.
Begitu sampai di Boja, rasanya lega
karena perjalanan sudah hampir sampai finish. Tapi, perjuangan belum berakhir
karena si kecil rewel di tengah terik. Apalagi sebenarnya dia belum sembuh
benar dari demamnya. Mau nggak mau harus istirahat lagi, sambil meluruskan
lutut yang makin terasa nyeri.
Akhirnya kami sampai rumah sekitar
pukul 12.00. 4 jam perjalanan yang amazing
dari tempat yang dingin ke tempat panas. Ibarat keluar kulkas langsung masuk
oven. Kaget dengan cuaca dan bikin kepala nyut-nyutan seharian.
Anyway,
We’ve Done!
Alhamdulillah... lancar selamat sampai pulang lagi ke Semarang.
Intinya sih, kalau mau travelling naik motor kudu persiapan dan perencanaan matang (kalau perlu buat rute perjalanan dan dimana akan beristirahat), punya waktu yang longgar, dan bawaan tidak menyulitkan.
Next, bisa juga nih travelling ke tempat lain naik motor bertiga. Yihaa!!
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam