Film Untuk Angeline, Karena Anak-anak Bukan Boneka
Daftar Isi
Film 'Untuk Angeline, tayang mulai 21 Juli 2016 |
Bagaimana rasanya seorang
ibu melahirkan? Tak cukup semua kata dalam kamus paling lengkap dikeluarkan,
tak cukup segala perumpamaan rasa sakit. 1001 rasa bercampur menjadi satu. Bahagia
menanti kehadiran sang buah hati sesaat lagi, sakit akibat kontraksi yang terus
menerus, sakit saat bayi melewati jalan lahirnya, belum lagi perasaan gundah
yang dipikirkan tentang bagaimana nanti setelah jabang bayi lahir.
Semua rasa yang mendera Si
ibu akan sirna begitu mendengar tangisan bayi yang telah dikandungnya selama 9
bulan. Ajaib! Hanya tangisan yang masuk lewat telinga bisa membuatnya menemukan
kembali energi yang telah terkuras habis selama proses melahirkan. Mencium,
memeluk, lalu membiarkan si kecil dalam dekapannya sementara waktu bagaikan
masa terindah bagi seorang ibu.
Tapi, bagaimana jika dalam
waktu yang seharusnya sangat berharga itu ia harus gundah karena tak bisa
membayar biaya administrasi rumah sakit yang artinya mereka tak bisa
segera pulang. Itulah yang dialami oleh Samidah (diperankan oleh Kinaryosih)
dalam film Untuk Angeline. Bersamaan dengan dirinya melahirkan, Santo (Teuku
Rifnu Wikana) yang bekerja sebagai kuli bangunan di Bali tidak mendapatkan gaji
yang seharusnya karena uangnya dilarikan orang. Bagaimana caranya harus
membayar biaya yang tak sedikit itu? sementara tabungan pun sudah ludes untuk
biaya hidup sehari-hari.
Gelap mata, Santo memilih ‘menjual’
bayi perempuannya kepada pasangan John dan Terry, yang menginginkan anak
perempuan, daripada harus menjual sepeda motor yang menjadi sarananya mencari
nafkah selama ini. Santo berharap bayinya itu akan hidup bahagia bersama orang lain,
tidak menderita bersama orangtua kandungnya yang tak berharta.
Samidah melepas bayi yang
diberinama Angeline itu dengan hati remuk redam. Tak ada yang bisa dilakukannya
selain menangis dan berteriak. Terlebih ia hanya diperbolehkan bertemu dengan
Angeline kelak saat usianya 18 tahun.
Angeline (Naomi Ivo) kecil
tumbuh menjadi gadis yang periang, John papanya sangat meyayanginya. Namun, rasa
sayang John dirasa berlebihan dan pilih kasih terhadap Kevin, Anak pertama
Terry. Bagaimana tidak? John begitu bersemangat saat membahas segala sesuatu
tentang Angel, tetapi hanya melambaikan tangan masa bodoh bahkan mengalihkan
topik pembicaraan jika itu tentang Kevin. Keadaan ini membuat Kevin dan Terry
mulai membenci Angaline, gadis cilik yang cantik itu.
Puncaknya, dalam
pertengkaran dahsyat antara John dan Terry, John mendapat serangan jantung dan meninggal
dunia. sepeninggal John adalah neraka bagi Angeline karena mama dan kakak
tirinya memperlakukannya tak lebih dari binatang piaraan, bahkan lebih hina
dari kucing - kucing kesayangan Terry.
Sarapan sehari-harinya
adalah makanan kucing dalam wadah yang sama dan di depan kandang-kandang itu.
pukulan, bentakan, dan segala macam cacian adalah menu sehari-hari. Tidurnya tak
lagi nyenyak, dan ia pun berubah menjadi gadis kecil yang murung dan tertutup.
Midah, ibu kandung
Angeline yang tengah mengais rejeki di Jakarta berkali-kali mimpi buruk tentang
anaknya. Ia pun memutuskan untuk pulang ke Bali dan mencari Angeline. Berhari – hari ia berjalan keliling kota
Denpasar hingga menemukan selebaran hilangnya seorang gadis bernama Angeline. Naluri
seorang ibu mengatakan itu adalah anaknya. Naas, gadis kecil yang dirindukan
bertahun-tahun itu ditemukan meninggal menjadi korban kekerasan orangtua
angkatnya.
Wefie sebelum nonton |
Mata sembab setelah nonton :( |
*sodorin tisu* Sedih ya,
Temans?
Hiks! Saya sepanjang
nonton film tak behenti berderai-derai dan menghabiskan berlembar-lembar tisu. Mulai
dari mengingat rasanya saat melahirkan, sampai rasa bersalah yang muncul karena
sebelum nonton sempat memarahi sikecil yang sedang banyak tingkah, juga kengerian
tentang penganiayaan Angeline, dan Angeline kecil yang hanya bisa pasrah dengan
perlakuan Terry.
Kisah yang terjadi di Bali
itu memang diambil dari kisah nyata korban kekerasan, Angeline yang ramai
diberitakan media tahun 2015 lalu.
Angeline hanyalah satu
dari sekian banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Ada banyak kasus lain yang
tak terekspose, atau begitu saja dipetieskan. Padahal sejatinya, kita sebagai
anggota masyarakat harus peduli dengan segala bentuk kekerasan dan pelecehan
itu.
Film yang disutradarai
oleh Jito Banyu ini berhasil mengaduk-aduk emosi penonton lewat rangkaian
konflik yang dialami oleh Angeline maupun Samidah dan Santo. Samidah, sebagai
representasi perempuan Jawa yang nrimo
ing pandum (menerima apa adanya) dan tunduk pada suami, ia harus
menyerah karena keadaan dan karena suaminya yang mencari jalan pintas agar bisa
menebus biaya rumah sakit untuk anaknya.
Barangkali Santo tak pernah membayangkan bagaimana
rasanya seorang ibu yang dipaksa pisah dengan anaknya lalu tak boleh bertemu
bertahun-tahun lamanya?! Meski ia pun harus menyesal dengan keputusannya 9
tahun yang lalu itu. Ya, penyesalan yang selalu datang terlambat.
Tak hanya drama
penganiayaan Angeline, Sang Sutradara juga menghadirkan nuansa kasih sayang lewat
Papa John, juga dalam wujud guru dan teman-teman sekolah Angel, serta pembantu
di rumahnya, Ni Luh yang sangat perhatian. Ya, anak-anak memang butuh kasih
sayang dan perhatian sebagaimana mestinya.
Kak Seto sebagai tokoh
yang mewakili sahabat anak pun dimunculkan, dan mengingatkan agar orangtua tak
pernah lalai menjaga dan menyayangi anak-anaknya. Pun dengan masyarakat agar
peduli dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya.
Melalui film Untuk
Angeline ini, sutradara ingin menyadarkan kepada masyarakat Indonesia
pentingnya upaya pencegahan terhadap kekerasan terhadap anak dan perempuan. Trafficking, bullyying, pemerkosaan, penganiayaan, pedofil, dll harus
dihindarkan dari mereka. Pemerintah pun harus tegas menindak pelaku kejahatan,
jangan biarkan mereka ongkang – ongkang kaki dan begitu mudahnya menghirup
udara bebas setelah melakukan hal-hal keji yang bisa jadi dia lakukan lagi
kepada orang lain.
Pemerintah pun harus
berupaya memberikan palayanan yang baik terhadap masyarakat khususnya bagi yang
kurang mampu. Kesehatan, pendidikan, dan aspek vital lainnya haruslah diberikan
akses mudah bagi mereka. Semoga tak ada lagi kasus bayi harus ditahan karena
tak bisa membayar biaya perawatan. Jika pun terpaksa harus didopsi orang lain
karena satu dan lain hal, harus ada pihak yang memastikan bahwa keluarga yang
anak menampungnya adalah keluarga yang baik, bukan orang yang akan menjual
kembali bayi itu.
Sebagaimana yang dikatakan
oleh Angeline saat bercerita di hadapan teman – temannya, dia bukan boneka. Dia
tak seperti Luna, boneka kesayangannya yang tak beribu tapi ada Angel yang
menjaga dan merawatnya. Semantara ia tak tahu siapa ibunya, tapi semenjak
papanya pergi untuk selamanya, ia tak lagi mendapatkan kasih-sayang. Angel bukan
boneka yang tak punya perasaan.
Semoga para orang tua
semakin menyayangi dan menjaga anak-anaknya, dan kembali tersadar bahwa anak
adalah amanah Tuhan yang harus dijaga, bukan untuk diperlakukan semena-mena. Stop! Kekerasan
terhadap anak, mari wujudkan Indonesia menjadi negara yang ramah anak.
Cukuplah satu Angeline
menjadi korban, dan mari kita PEDULI!
Yuk, rame-rame nonton Angeline |
Salam,
Untuk Angeline (2016)
Produser: Duke Rachmat, Niken Septikasari
Sutradara: Jito Banyu
Penulis Skenario: Laila Lele Nurazizah
Pemain: Naomi Ivo, Roweina Umboh, Teuku Rifnu Wikana, Kinaryosih
#AyoJadiSahabatAnak bersama Koalisi Online Pesona Indonesia (KOPI)
#KOPIIsCinta dan dukung terus film Indonesia #UntukAngeline
Follow twitter : @KOPIKABARINDO
Instagram : @KoalisiKopi
Fans Page Facebook : @KOPI Is Cinta @UntukAngeline
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Semoga banyak yang nonton filmnya, dan ga terulang kasus Angeline ini.
Jadi penasaran, siap2 bawa sekotak tissue sebelum nonton..
Baca review ini jadi keingetan kisah aslinya. Masih nyeseeek kalau ingat peristiwa Angeline. Semoga dengan film ini masyarakat semakin aware dengan kasus kekerasan pada anak. Dan yang pasti menambah rasa syukur bahwa sampai detik ini anak-anak kita masih sehat dan ceria^^