Majalah Lama Sumber Inspirasi
Daftar Isi
Majalah Lama Sumber Inspirasi- Bismillahirrahmanirrahim...
Temans, Kamu langganan malajah setiap bulan? Setelah dibaca, jadi apakah
tumpukan majalah itu? dibuang, diloak, atau disimpan rapi?
Waktu saya kecil dulu, jangankan untuk langganan majalah, bisa membaca
majalah bekas saja sudah senang sekali. Alhamdulillah, sekarang bisa setiap
bulan punya majalah dan dapat banyak pencerahan dari sana.
Btw, meskipun saya dulu membaca majalah bekas (dan edisi lama, tentu
saja) tapi saya juga tetap mendapatkan inspirasi dari saya lho. Ada profil yang
membuat saya berdesak kagum, juga cerpenis muda yang ceritanya membuat saya
meneteskan air mata, atau kisah lain yang tak kalah memberi hikmah.
Bagaimana cerita saya dengan majalah-majalah itu? yuk, duduk manis saya
siapin camilan dan teh hangat dulu biar nanti asyik nyimak sambil ngeteh :D
Saya punya bulik yang juga tetangga saya, beliau ini adik sepupu bapak. Denganku,
hanya terpaut sekitar 6 tahun, jadilah saya seperti adiknya. Saat ada masalah sering
kuminta bantuannya meskipun saat saya kecil dulu beliau jutek sekali.
Setelah saya beranjak besar dan biasa ngobrol atau saling curhat, kami
menjadi sangat akrab. Hangout ke kota
berdua, ke perpustakaan lalu meminjam novel dan bergantian meminjam, atau pergi
ke rumah saudara di desa lain.
Sesekali bulik saya membeli majalah bekas di lapak-lapak buku bekas.
Penjualnya menggelar lapak di emperan lobi menuju salah satu swalayan terkenal
di Wonosobo. Lumayan, dengan harga yang hanya beberapa ribu kami bisa menikmati
majalah Femina atau Kartini edisi dua-tiga tahun silam.
Saat itu kalau tidak salah saya masih SMP, tapi kisah dalam majalah itu
masih teringat hingga sekarang kecuali nama-namanya.
Ya, dalam profil majalah itu memuat seorang perempuan yang menjadi bussiness woman sukses tetapi sangat low
profile. Terlebih beliau adalah salah
satu putri wakil presiden Indonesia, Bapak Try Sutrisno.
“Saya Adalah Anak Bapak Saya, Bukan
Anak Wakil Presiden”
Kalimat ini sangat menggugah saya waktu itu. bagaimana tidak? Seorang
putri pejabat yang notabene orang nomor dua di Indonesia justru tidak ingin
dikenal sebagai anak seorang yang punya jabatan bergengsi.
Ingat kasus beberapa bulan yang lalu? Tentang seorang remaja bestatus
pelajar SMA yang memarahi seorang polwan yang menangkapnya. Padahal jelas-jelas
dia lah yang bersalah karena ugal-ugalan dan tidak membawa SIM saat mengendarai
mobil. Apa yang dikatakan remaja itu? dia mencatut nama salah satu orang
penting di Indonesia demi terbebas dari hukuman.
Berbeda sekali dengan putri Bapak Try Sutrisno yang dimuat dalam
lembar-lembar majalah itu. saya mencoba searching
dengan kata kunci ‘anak try sutrisno’ dan muncul beberapa nama. Dua orang
diantaranya adalah perempuan: Natalia Indrasari dan Nora Tristiyana. Namun saya
juga tidak ingat betul siapa diantara beliau berdua yang ada di sana.
Bisnis Woman, Menjadi Perempuan
Mandiri dengan Passion
Beliau adalah seorang perempuan pengusaha, yang bekerja dari rumah.
beliau menjadi ibu rumah tangga dan mengasuh anak serta mengelola bisnis
parcel.
Mengapa menggeluti bidang ini? Ternyata simpel saja, yaitu karena beliau
suka sekali cafting dan ingin bisa
berkarya dari rumah.
Nah, cocok banget kan sama bahasan ‘dari hobi jadi profesi?’ tjakeeeep!
Dan saya ingat, yang justru memotivasi saya waktu itu adalah bapak (yang
juga selalu membaca buku/majalah yang kupinjam dari teman/bulik).
“Ini nih, bagus. Orangnya rendah hati meskipun anak wakil presiden. Apalagi
punya bisnis parcel. Kamu bisa tuh bikin kek gini, kamu kan suka kerajinan
tangan beginian,” Kata Bapak
Saya yang awalnya tidak tertarik menjadi penasaran dan membaca
berkali-kali, bahkan mencoba meniru kreasi parcelnya. Parcel yang dibuat memang
unik, berisi coklat/permen yang dibuat menjadi bunga dengan tambahan pita/kertas
warna-warni. Dan hasilnya, buket bunga cantik.
Nah, jadi makin semangat deh buat berkarya. Tapi, lama kelamaan saya
hanya menjadi pencetus untuk ide-ide crafting.
Akhirnya yang melanjutkan adalah dua adik saya yang lebih telaten. Saya jadi ‘bos’
yang bilang “bulbul (panggilan sayang untuk buliknya Hasna, adik saya) buat
beginian dong” atau “Bulbul seperti ini cantik, bisa nggak?” lain waktu “Bul,
buatin ini untuk Hasna” dan seterusnya. Paling tidak saya masih menyemangati
mereka untuk meneruskan ‘bisnis crafting’ yang sejak dulu menjadi impian kami
bertiga.
Sekarang saya jadi tukang nulis dulu ya, Bul!
Pelajaran dari cerita itu tetap melakat di ingatan ko’!
Nah, masih banyak sebenarnya kisah-kisahku sama majalah lama itu,
termasuk nyari model baju/kebaya, gunting-gunting gambar dan tulisan untuk
membuat scrab-book, dll.
Hm.. jadi ingat nih, tumpukan majalah saya itu perlu lebih dimanfaatkan.
Teman- teman punya kisah menarik seputar majalah lama juga? Berbagi cerita
yuk...
Salam
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
SMA malah jarang baca majalah...
Asiknya belii majalah bekas ya, dapat lumayan baru harga muraaaah