Menjelajah Surga yang Tersembunyi, Kedung Pengilon Kendal
Daftar Isi
Pagi Bersama Hasna
Pagi ba’da subuh, kulihat si #anugerahkecildarisurga masih lelap dengan
posisi yang aduhai menghabiskan space kasur. Wkwkwk.
“Hasna... Assalamu’alaikum.. bangun yuk, Sayang..” bisikku di telinganya.
Namun ia hanya menggeliat sejenak dan membalikkan badan untuk kemudian tidur
lagi.
“Hasna... bangun yuk, sudah habis subuh lho... Hasna mau diajak
jalan-jalan sama Ayah..”
Duuh.. begitu mendengar kata ‘jalan-jalan’ matanya langsung berbinar dan
seketika bangun dari tidurnya. Duduk, lalu berteriak “Jalan-jalan, Bunda?! Sama
ayah? Jalan ayah?”
“Iya, Sayang.. ayo mandi dulu, trus makan,”
Tapi rupanya dia sudah tak mendengarkan perkataan bundanya, malah lari
keluar kamar, sibuk mencari ayahnya.
Hihi. Pagi itu sukses bikin Ayah, Bunda dan Mbah ketawa – ketawa.
Baiklah, kata-kata ajaib untuk Hasna adalah ‘jalan-jalan’. Apa ini ketularan
bundanya ya? Hihi.
Untung bunda sudah mandi dan packing,
tinggal ganti pakaian pergi aja. Tapi malah drama-drama rempongnya adalah
setelah Hasna mandi. Sarapan sambil lari-larian, sudah mau berangkat malah pup,
dan sebagainya. Ga apa-apa ding ya,
daripada di jalan, hihi. Akhirnya rencana berangkat pukul 07.30 jadi molor.
Bismillah...! mari kita ke
pantai! Cari Vitamin_Sea biar mata makin seger. Hihi. Ups! Ini mau kondangan apa mau jalan-jalan sih? Dua-duanya lah,
sekalian udah pergi sayang nggak dimanfaatin. Jarang – jarang hari Sabtu bisa
pergi sama suami, ehehehe.
Ehm! Jangan bilang – bilang sama pak Suami kalau sebelumnya saya sudah googling info pantai di sekitar Kendal.
Pengennya sih ke Pantai Cahaya Sikucing
karena dulu pernah ada acara ke sana tapi hasna belum ada setahun dan Si Ayah
nggak bisa nemenin. Tapi, harga tiket masuk ke pantai dan wahana airnya kurang
bersahabat dengan kondisi kantong tanggal tua kami. Sudahlah, yang penting
jalan dulu entah nanti cuma main di pinggir pantai atau gimana, lumayan ada
bahan buat update blogpost. Eh?! Becanda ding!
Yup! Ini kan tujuan utamanya, menghadiri akad nikah sekaligus resepsi pernikahan
teman kantor suami, yang kukenal juga sih, sering main sama Hasna. Berangkat
bareng teman-teman kantor dan seperti biasa, dengan soundtrack lagu macam-macam khususnya lagu anak-anak special request dari Si-Kecil. Suasananya hampir seperti odong-odong gitu
deh! 3 lagu goceng, Bang! Haha.
Eh, lagi asyik ngobrol ngalor-ngidul rupanya ada razia di dekat terminal
mangkang, sebelum perbatasan Semarang-kendal. Yasalam, dua orang di depan lupa tidak memasang safety belt. Semoga lain kali nggak lupa
ya! kalau kemarin-kemarin suka abai soal ini, besok-besok kudu dipakai. selain
untuk keamanan, lha kalau kena razia
kan yo eman-eman kudu ngerogoh kocek
lagi :P
Alhamdulillah, meski berangkat terlambat dari rencana, saat kami sampai di
Cepiring Kendal acara belum mulai karena penghulu dari KUA juga terlambat. Akad
nikah dilangsungkan di mushala dekat rumah, dan saya ke sana tepat dengan
mempelai wanita yang akan diboyong ke masjid. Dia melempar senyum ramah tapi
terasa sekali ketegangan di wajahnya. Hihi. Nyempetin dulu dong.. motoin si
Ratu cantiknya J
*fotonya off record*
Saat prosesi akad nikah, pikiran saja justru flashback ke masa tiga tahun silam, saat bapak dan laki-laki itu
bersalaman mengucapkan ijab dan qabul dalam bahasa arab. Deg-degan
antara beberapa detik lagi status berubah menjadi istri orang, sekaligus takut
kalau-kalau dia grogi dan harus diulang-ulang akah nikahnya.
“Ya, Adi Kurnia Wahananto bin
Mulyono uzawwijuka ‘ala ma
amarollohu min imsakin bima’rufin au tasriihim bi ihsanin, ya fulan bin fulan
(jawab: na’am/labbaik) anakahtuka wa zawwaj-tuka makhthubataka Arina Mabruroh
Bintii bi mahri mushaf alquran wa alatil ‘ibadah haalan”
“Qabbiltu nikaahahaa
watazwijahaa Arina Mabruroh Binti Zakaria bimahril madzkur haalan”
Alhamdulillah... sah! Ternyata dia lancar mengucapkan qabul
dalam bahasa arab dengan sekali tarikan nafas tanpa salah! *aku terharuuu..* rupanya,
di balik itu ada dua pekan dia menggalau menghafalkan teks bahkan sampai
detik-detik menjelang menikah sangat gugup. Hahaha *ketawa jahat*
Ups! Ini yang menikah siapa yang diceritain akad nikahnya
siapa *piss* back to raja dan ratunya hari ini yes! Alhamdulillah akad nikah terlaksana
dengan syahdu dan khidmat. Ada moment
yang bikin saya ikutan menitikkan air mata, yakni setelah selesai semua prosesi
lalu istri menyalami suaminya, sang suami memegang dahi istrinya dan didoakan
oleh modin. Sumpah ini moment yang bikin hati dugdugser nggak karuan. Setelah itu, saatnya menikmati jamuan makan
yang telah disediakan dan tak lupa foto bersama mempelai berdua. Barakallah
Inna dan Pak Heru, samara hingga jannah.
Aamiin...
Mau kemana kita?! Nah itulah yang bikin galau. Oia, setelah
kondangan kita mampir dulu ke tempat teman yang lain, Mba Syaifa yang juga
teman kerja suami. Dari sanalah kita bingung mau kemana. Cuaca sedang sangat
tidak bersahabat kalau mau ke pantai. Nggak mau juga sih, kulitku yang sudah
warna coklat kematengan itu jadi makin coklat. Ntar jadi sawo busuk dong?! Meski
rasanya jadi kesel juga kalau nggak jadi jalan-jalan. Nanggung, mumpung bisa
pergi ya sekalian.
Tiba-tiba, Mba Lia, teman kantor juga, menawarkan solusi.
“Ke rumahku aja yuk, Pak. Nanti kuajak ke air terjun dekat
rumah,”
Yang lain setuju, aku pun oke saja lah. Daripada nggak
kemana-mana, ya kan?!
Akhirnya kita menuju Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong,
rumah Mba Lia. Sekitar satu jam perjalanan menuju ke sana dari Cepiring.
Melewati rel kereta api tak berpalang, lalu menyusuri jalan sepanjang sungai.
Jalannya asyik sekali, Bo! Seperti
naik kora-kora. Hehe. Jalannya sempit dan berlubang disana – sini. Uniknya,
sungai yang lebarnya kurang lebih 10 meter itu hanya dialiri air setengahnya.
5m sisanya digunakan oleh warga untuk bercocok tanam mulai dari kangkung,
singkong sampai padi.
Lega setelah akhirnya sampai di rumah orangtua Mba Lia dan
disambut dengan ramah oleh keluarganya. Ibunya malah sibuk menyiapkan
buah-buahan untuk membuat rujak. Seger banget di siang yang terik itu makan
rujak pedas. Lah! Mana air terjunnya? Sabar yak!
Hamparan padi menghijau di sepanjang jalan dok.pribadi |
And Here We Are! Kedung Pengilon Kendal
Ba’da shalat ashar, kami pun berjalan menuju air terjun. Naik mobil sampai dusun terakhir lalu
melanjutkan dengan jalan kaki melewati jalan setapak yang hanya bisa dilewati
kendaraan roda dua.
Sepanjang jalan, tak henti kami berhenti dan wefie atau mengambil foto segala macam
hal yang ditemui untuk koleksi pribadi. Jalan yang kami lalui tak jauh berbeda
dengan jalan di Desa Tunggulsari. Jalan rusak bekas aspal tapi kini dibiarkan
saja ditumbuhi rumput liar. Ada bekas roda sepeda motor yang membentuk guratan
lurus.
Wefie sepanjang jalan dok. Ahmad Junianto |
Sampai di sebuah pintu air, teman-teman yang sudah di depan
tiba-tiba berhenti, kupikir sudah sampai. “Oalah.. tempatnya cuma seperti
ini..” batinku. Ternyata, mereka berhenti hanya untuk foto dan memangil kami
yang berjalan lambat di belakang.
“Cepetan! Masih setengah jalan lagi. Keburu sore..!” ooh..
ternyata bukan ini tempatnya. Saya pun dibuat makin penasaran dengan penampakan
Kedung Pengilon itu.
Teringat pesan orangtua Mba Lia untuk tidak berenang di sana.
Apa ada mitos-mitosnya? Hm.. kita lihat saja nanti.
Pintu air di setengah perjalanan dok. pribadi |
Kami melanjutkan perjalanan melewati jalan setapak yang lebih
sempit. Saat ada kendaraan roda dua yang melintas, kami terpaksa harus naik ke
tanggul sawah yang ada di samping jalan. Dan saya pun terperangah saat harus berjalan melewati
jembatan kecil yang lebarnya tak lebih dari 1 meter sementara air di bawahnya
mengalir deras dan terlihat sangat curam. Yes.
Saya sedikit pobia dengan ketinggian. Huhu.. T.T
“Ini nih, jembatan sirotol mustakim-nya” kata Mba Lia
berteriak sembari *lagi-lagi* wefie.
Oalah.. tepat juga istilah itu, jalan yang lurus, karena benar-benar lurus dan hanya
ada satu pembatas jalan di sebalah kiri. Saya membayangkan bagaimana nanti
pulangnya kalau harus lewat jalan sebelah kanan yang tidak ada pembatas sama
sekali.
Kelihatan nggak sih, ujungnya? jembatan yang bikin degdegan saat melewati dok. pribadi |
Kaki gemetaran, jantung berdetak makin keras, dan berbagai pikiran buruk mampir di kepala. Berkali-kali kutengok Hasna yang berjalan dibimbing ayahnya di belakang. Khawatir anak aktif itu tiba-tiba meluncur ke sungai, seperti kejadian tahun kemarin saat dia terjun bebas ke kolam pemancingan. Fyuuh... lega saat kulihat dia nyaman digendong ayah.
Lebih lega lagi saat akhirnya mencapai ujung ‘sirotol
mustakim’ dan menjejakkan kaki di tanah berumput. Ehm! Sepanjang jalan malah saya membayangkan bagaimana nanti jika
melewati Shiratal mustaqim yang sebenarnya? Sanggupkah
melewati dengan lancar tanpa terjatuh ke api yang menyala di bawah sana?
Mendadak saya bergidik ngeri membayangkan.
Setelah melewati jalan kecil itu, kami sampai di tempat yang
cukup lapang dengan banyak pepohonan, seperti taman bermain minus alat
permainanya. Rupanya, menurut Mba Lia, dulu tempat itu ramai dikunjungi
wisatawan lokal, tapi lama-kelamaan sepi karena tidak terkelola dengan baik
apalagi jalannya makin rusak parah.
surga yang tersembunyi itu.. |
Berjalan sekitar 50 meter dari tanah lapang itu, kami
berdecak kagum mendapati sebuah jembatan besi berwarna biru berdiri kokoh di
sana. Di sampingnya, terlihat hamparan air yang mengalir membentuk air terjun
memanjang. MasyaAllah... indah sekali ternyata!
Segala keresahan dan kesulitan sepanjang jalan tadi pun
terbayar lunas saat menikmati semilir angin dan pemandangan yang menyejukkan
mata itu. di bawah air terjun terdapat
batu karang tua yang kokoh. Batu-batu itulah yang membuat curahan air memecah
membantuk aliran panjang. Tingginya mungkin sekitar 15-20 meter.
Disekelilingnya, berdiri bukit-bukit hijau menambah keelokan tempat itu.
Bukit dan jembatan biru nan gagah |
Konon, Kedung Pengilon itu diberi nama Pengilon karena airnya
yang jernih dan memantulkan bayangan seperti cermin. Tapi saat ini airnya
berwarna kecoklatan meski masih seperti cermin di bagian bendungan.
Ya, Kedung Pengilon ini sebenarnya adalah sebuah bendungan
tua yang dibangun pada masa penjajahan belanda, sekitar tahun 1930-an. Limpahan
air dari bendungan itu yang membentuk air terjun.
Menurut orangtua Mba Lia, tempat itu dulunya adalah tempat
yang mistis. Orang beebondong-bondong datang ke sana untuk mencari pesugihan
dan jodoh. Di tempat itu, ada ‘penunggu’nya, makhluk halus yang konon bisa
mengabulkan apapun yang diminta oleh setiap orang.
Dulu ada Gunung Togoh, yang sekarang sudah hilang karena
bendungan. Di ujung selatan terdapat semacam lemari penyimpanan bayi
sesembahan, sekaligus tempat meletakkan sesaji oleh orang-orang yang datang ke
sana. Khusunya malam jumat kliwon, makin ramai orang yang menebar sesaji.
Lagi-lagi saya bergidik mendengar mitos yang berkembang di
masyarakat ini. Apalagi katanya di sana juga ada anak tangga yang menuju ruang
penjara bawah tanah.
Kemarin nggak sempat ke sana sih, hanya sempat masuk sedikit
ke sumber air terjun yang sekarang tinggal sedikit airnya.
Air terjun di atas bendungan, konon dulunya airnya deras dok. pribadi |
Tenang, Teman... sekarang segala mitos dan kepercayaan
masyarakat setempat itu sudah hilang. Jika masih ada penunggunya wajar lah ya, namanya juga alam yang masih
perawan, hanya sesekali dilewati manusia. Yang pasti kalau kita ke sana akan
disuguhi pemandangan yang eksotis. Makanya saya bilang surga yang tersembunyi.
Di balik akses kesana yang cukup sulit, ada pemandangan indah yang sayang untuk
dilewatkan. Buat Teman-teman yang hobi memancing, silakan mencoba melempar kail
di sana.
Sebenarnya ada akses jalan lain yaitu dari Desa Jatirejo
Kecamatan Ngampel, jalannya lebih baik tapi harus berbelok-belok melewati
perkampungan.
Jembatan biru peninggalan Belanda di atas bendungan Kedung Pengilon |
Rute Ke Kedung Pengilon dari Semarang
Jika ingin pergi ke Kedung pengilon dari Semarang, kita bisa
melewati jalur pantura arah Jakarta, lalu melewati jalan arah kota (bukan jalur
arteri Kendal). Sampai di kaliwungu ada masjid kaliwungu di sekitar alun-alun
berbeloklah ke kiri. Lurus terus ikuti jalan, sampai bertemu pertigaan arah
kiri ke Boja, ambil yang lurus dan ikuti jalan sampai di pasar Sidorejo.
Setelah pasar Sidrejo ada perempatan, belok kiri dan lurus lagi ikuti jalan.
Sampai di pertigaan Blorok belok kanan, lalu menyusuri jalan sepanjang sungai
sampai di ujung kampung. Setelah itu melanjutkan perjalanan ke Kedung dengan
berjalan kaki.
Siap-siap pakai mobil yang gahar kalau pergi ke sana, Teman.
hehe. Jalan sepanjang sungai itu seperti jalur off-road.
Sebenarnya tempat ini sangat potesial menjadi obyek wisata
yang menarik, jika pemerintah setempat mau membenahi terutama akses jalan ke sana.
Juga dengan didukung oleh masyarakat sekitar, jika menarik banyak wisatawan
tentu akan menjadi sumber penghasilan bagi mereka.
Well, pulang dari sana dan melewati jembatan tanpa pembatas dengan aliran
air di bawahnya, rasanya tak setakut saat berangkat. Meskipun tetap saja kaki
rasanya gemetaran dan ingin cepat-cepat sampai di ujung.
Alhamdulillah, senang sekali meskipun gagal ke pantai tapi
kami ‘menemukan’ tempat yang lebih menakjubkan dan ada sensasi tersendiri.
Berjalanlah, dan kau akan
menemukan banyak kejaiban di setiap tempat.
Teriamakasih, Teman-teman yang sudah membantu meng-handle Hasna. Yuk, kemana lagi kita?
Salam,
Special thanks to: Mba Lia, Jun, Cahyo, Anam, Maey, Syaifa, dan Mba Oniest
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Trus cerita hasna terjun ke kolam pemancingan itu gimana mbak? Omg semoga gak apa apa.
Serem juga yah cerita mitosnya, sampai ada lemari penyimpanan bayi juga woghhh ckckck
btw nama pantainya lucuu kucinggg
Kalau kebetulan kondangan dan gak ada agenda lain emang enaknya jalan-jalan yaaah ^^