[SHARE] 10 Tanda Akhlaqul Karimah yang Melekat dalam Diri Kita
Daftar Isi
Bismillahirrahmanirrahim,
Apa kabar, Temans?
Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa, aamiin...
Beberapa hari terpaksa membiarkan blog dikerubuti sarang laba-laba,
karena pulang kampung dan sinyal kembang-kempis-timbul-tenggelam-tersengal-sengal
meskipun sudah bela-belain beli paket yang memungkinkan bisa akses internet di
sana.
Mungkin memang disuruh quality time sama keluarga di Wonosobo, supaya
nggak main gadget setiap saat.
Alhamdulillah tadi malam sudah kembali menginjakkan kaki di Kota Atlas
yang super panas dan bisa kembali lancar jalan-jalan di dunia maya.
Oia, tadi sore ada ‘lingkaran cinta’ dan saya pun menyempatkan datang
karena sudah kangen bertemu teman-teman seperjuangan. Dan materi yang
disampaikan oleh ustadzah pun menyentuh sangat, sehingga ingin sharing di sini.
Semoga menjadi pengingat untuk diri saya sendiri dan pembaca yang budiman
semuanyaJ
Ustadzah menyampaikan seputar alhlaqul karimah yang dibawa oleh
rasulullah Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq (dan aku diutus hanya untuk
menyempurnakan akhlaq), begitu sabda rasulullah SAW dalam sebuah
hadits.
Manusia ibarat buku berjalan yang dibaca dan (sangat mungkin) ditiru oleh
orang lain, sehingga yang diteladankan oleh rasulullah pun banyak hal berkaitan
dengan akhlaq.
Akhlaq seseorang akan terlihat seiring dengan pemahaman terhadap al-islam
dan kualitas keimanannya. It’s means, seharusnya orang yang lebih banyak
memahami islam maka akhlaqnya akan semakin baik dibandingkan yang
belum/pemahamannya masih sedikit. Atau bisa
juga dikatakan bahwa implikasi dari pemahaman yang baik terhadap islam dan
dalamnya keimanan seseorang akan terlihat dari akhlaqnya.
Tentu, setiap orang ingin memiliki akhlaq yang baik/akhlaqul karimah,
bahkan sejak usia dini pun selalu diajarkan oleh orangtua kita. Mulai dari menghormati
orang yang lebih tua, menyayangi orang-orang di sekitar kita, menjaga dan
menyayangi binatang, dll.
Lalu, bagaimanakah tanda-tanda bahwa akhlaqul karimah telah melekat dalam
diri seseorang?
Ada 10 hal yang menjadi karekteristiknya, yaitu:
Pertama, seseorang yang akhlaqul
karimah telah melekat dalam dirinya maka ia adalah orang yang jarang
berselisih. Jarang berselisih bukan berarti lari dari masalah atau memilih
untuk diam daripada menimbulkan konflik. Tetapi, ia adalah orang yang lapang dan
menghargai perbedaan sehingga saat ada selisih pendapat dengan orang lain maka
tidak akan berlarut-larut. Pasti dalam kehidupan toh tidak mungkin tidak
bermasalah sama sekali, bukan?!
Kedua, baik dalam bersikap
kepada siapapun. Istri terhadap suami, dan sebaliknya. Majikan terhadap ART dan
sebaliknya, kakak terhadap adik, terhadap mertua, menantu, sahabat, tetangga,
dan semua orang terutama yang ia bersosialisasi secara langsung.
Ketiga, tidak mudah
mencari-cari kesalahan orang lain.
Hm.. perkara ini sih memang sejak dulu sering menjadi masalah ya, seperti
kata pepatah ‘gajah di pelupuk mata tidak tampak tetapi semut di seberang
lautan tampak’. Iya, karena yang dilihat oleh manusia adalah orang lain yang
ada di hadapannya, kecuali jika ia mau berkaca.
Keempat, senantiasa berusaha
memperbaiki keburukan yang ada pada diri sendiri. Setiap orang pasti memiliki
sisi baik dan buruk, seperti dua sisi mata uang. Tak bisa dipungkiri selalu ada
keburukan yang melekat dalam diri seseorang. Untuk itu, hendaknya hal-hal yang
tidak baik tersebut dipangkas agar tidak lagi berkembang atau bisa hilang sama
sekali.
Kelima, mudah menerima udzur
bagi orang yang menurut kita salah. Pernahkah kita ‘menyemprot’ orang yang
menurut kita salah? Misalnya saat salah melakukan pekerjaan yang telah
diinstruksikan atau kesalahan lain yang bisa saja terjadi. Bagi orang yang
berakhlqul karimah maka ia tidak mudah menyalahkan melainkan berusaha untuk
memahami udzur/halangan orang tersebut. Misalnya salah karena mungkin tidak
jelas mendengarkan instruksi, atau kita yang kurang gamblang menjelaskan, dll.
Keenam, bersabar terhadap
orang-orang yang menyakiti kita.
Sering memakai
istilah ‘sabar ada batasnya?’ padahal sejatinya sabar itu tidak ada batasnya,
hanya kita yang perlu untuk terus meningkatkan level kesabaran kita. Seperti dalam
firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung” (Q.S Ali Imran:200)
Ketujuh, selalu berintrospeksi dengan justru mencela diri sedniri yang
penuh kekurangan (merasa diri selalu memiliki kekurangan). Sikap ini bukan
berarti akan menimbulkan sifat rendah diri, tetapi adalah seperti ilmu padi,
makin berisi makin merunduk.
Delapan, selalu merasa bahwa
aib ada pada diri kita, bukan pada orang lain. jika sudah seperti ini, niscaya
tidak akan ada menjelek-jelekkan atau membicarakan keburukan orang lain karena
merasa malu dengan diri sendiri yang juga jauh dari sempurna.
Sembilan, selalu berwajah
ceria.
“Senyum manismu dihadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR. Tirmidzi)
Sepuluh, lembut dalam
perkataannya. Sikap lembut merupakan salah satu ‘perhiasan’ bagi seorang muslim
yang juga merupakan salah satu hal utama dalam berinteraksi dengan orang lain.
Ehm! Ehm! saya termehek-mehek dalam banyak poin nih, apalagi
entahlah ‘cetakan’ wajah saya seperti ini yang sering disalah artikan sebagai
jutek/nggak ramah terutama saat saya diam. Duh, semoga bisa senantiasa
memperbaiki diri. Suer! Saya orangnya baik hati ko serta tidak sombong dan
rajin menabung kalau ada maunya.ups.
Once more, semoga serpih hikmah sore tadi bermanfaat dan bisa menambah
kualitas diri agar selalu menjadi yang lebih baik dan terus lebih baik. Aamiin...
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam