Cerdas Menyikapi Huru Hara Informasi
Daftar Isi
Di tengah derasnya arus informasi melalui media internet di era global
saat ini, kita sebagai pengguna internet dituntut untuk sangat selektif dalam
menerima dan memilih setiap informasi yang masuk. Salah-salah, kita sendiri
yang akan merasakan akibatnya.
Selain membuat kepala pusing karena banyaknya perdebatan di dunia maya
khususnya di media sosial, informasi yang kita terima belum tentu kebenarannya.
Berita hoax bermunculan dimana-mana mulai dari pseudoscience sampai berita
ecek-ecek yang tujuannya hanya untuk memecah belah dan memperkeruh suasana.
Rata-rata, tujuan portal berita saat ini adalah lebih mencari banyaknya
pageviews. Berita sepele dibuat dengan judul yang bombastis dan menarik rasa
penasaran pembaca, namun isinya tidak sesuai dengan judul. Isinya hanya
potongan berita dengan maksimal 4 paragraf dan hanya mengulang berita yang
sebelumnya telah ditayangkan. Belum lagi jika beritanya cukup panjang, pengunjung
harus scroll dan membuka halaman selanjutnya untuk membaca berita secara
lengkap.
Tidak masalah sih ya, mencari sebanyak-banyaknya pegeviews, toh kita para
blogger pun begitu *jujur amat*. Tapi kalau baca berita nggak bermutu
harus dengan perjuangan lebih disitu saya merasa geram.
Baru-baru ini saya mengikuti seminar yang menghadirkan pembicara dua
orang praktisi media. Pertama adalah Agus
Mulyadi, pemuda asal Magelang yang pernah menghebohkan dunia maya dengan
foto editannya bersama salah satu personil JKT 48, Nabilah. Gus Mul, sapaan akrabnya bercerita
tentang dirinya yang sebelumnya adalah seorang penjaga warnet tapi menemukan
titik balik hidupnya setelah mengedit fotonya bersanding dengan tokoh
nasional dan internasional. Namanya menjadi viral dan dalam sehari bisa
mendapat order edit foto bersama Nabilah hingga ratusan.
Suatu hari seorang suami dari artis FTV yang diidolakannya menelpon dan memarahinya
perihal foto Gus Mul bersama sang istri. Saat itu yang terbayang di kepalanya
adalah penjara, merasa dirinya salah telah mengedit dan mengambil foto yang
bukan haknya tanpa izin. Meskipun akhirnya diketahui bahwa yang menelponnya
adalah penyiar prambors (yang bahkan memintanya untuk menyanyikan lagi D’Bagindas
:Bertahan Satu Cinta) sebagai bentuk permintaan maaf dan dia seperti kerbau dicocok
hidungnya, menyanyikan lagu itu tanpa malu.
Setelah itu ia merenung dan menyadari bahwa apa yang dialukannya selama
kurang lebih sebulan terakhir adalah salah. Sejak saat itu ia tak lagi mengedit
foto dan mengkomersilkan, tetapi kembali ngeblog hingga saat ini menjadi
redaktur di mojok.co.
Gus Mul dengan gayanya yang ngocol dan mengundang tawa sepanjang acara
bercerita tentang kegelisahannya dan kegeramannya bahwa saat ini banyak media
mainstream yang menjunjung tinggi kecepatan tapi mengabaikan akurasi. Tak seperti
di beberapa negara maju yang menampilkan berita dengan jujur dan selalu
memberikan disclaimer jika ada kesalahan, media di Indonesia cenderung
mengabaikan.
Hayo, ada Teman-teman yang pernah dimuat tulisannya di media massa tapi
nama yang tertulis bukan nama penulis, lalu saat dikomplain tidak ada ucapan
permintaan maaf dari redaksi?! Persis banget sama apa yang disampaikan Gus Mul.
“Media saat ini kebanyakan menjadi media yang buruk yang hanya sebagai
alat kepentingan. Belum lagi budaya masyarakat Indonesia yang malas membaca
sehingga saat menemukan berita dengan judul yang ‘wow’ langsung saja share
sana-sini tanpa membacanya terlebih dahulu. Masyarakat juga kurang kritis terhadap
kebenaran berita yang disampaikan,” lanjut Agus.
Bagaimana mengatasi berita hoax? Berikut tips cemeklik dari Gus Mul:
Pertama, Cerdas Memilih Sumber Berita
Perhatikan siapa redaksi atau akun yang menyebarkan berita. Semakin kredibel
orang/portal berita, kebenaran beritanya semakin valid meskipun tetap tidak
menjamin 100%. Tilik juga track record-nya, media yang sudah biasa menyebarkan
berita bohong/hoax lebih baik untuk tidak dipercaya.
Kedua, Cerdas Memilih pemberitaan
Kita perlu memilah berita-berita dengan judul bombastis dan wah karena
biasanya justru beritanya kurang bermutu.
Ketiga, Jangan Mudah Percaya Gambar
Gambar adalah instrumen penting yang akan melengkapi berita, tetapi
hati-hati jika hoax-nya adalah gambar itu sendiri. Jika kita akan menulis
tetapi gambarnya hanyalah untuk ilustrasi, jangan lupa memberi caption di
gambar bahwa itu hanya sebatas ilustrasi, bukan gambar kejadian yang tertera
dalam tulisan.
Keempat, jangan hanya membaca satu sumber berita, bacalah sebanyak-banyaknya agar bisa menjadi pembanding.
Kelima, jangan menjadi bagian dari huru-hara.
Hm... saya jadi teringat dengan pertemuan dan diskusi bersama Presiden
Jokowi bersama netizen beberapa waktu yang lalu di hotel Gumaya Tower Semarang.
Beliau mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dengan hiruk pikuk dunia maya.
Tapi bagi saya, jika yang disampaikan bisa dikonfirmasi kebenarannya,
saya tidak segan-segan untuk share
berita tersebut di media sosial. Bukan untuk memantik perdebatan, hanya untuk
membantu tersebarnya berita yang benar. Allahua’lam. Aih... saya juga nggak
suka debat kusir, masih banyak yang perlu diurusin di dunia nyata, Cyyn...!
Salut dengan Gus Mul yang telah menelurkan 3 buku ini, karena setelah
sadar bahwa dirinya salah dia langsung ‘tobat’ dan memilih profesi lain yang
halal. Selalu terbayang di benaknya perjuangan sang ibu setiap akan melakukan
sesuatu. Salut sama prinsipnya! Keren! Coba kalau dia tergoda dengan banyaknya
uang yang bisa diraup dari edit foto, bisa jadi saat ini masih jadi penjaga
warnet yang sibuk menerima order edit photoshop, atau mungkin meringkuk di
penjara karena ketahuan memanipulasi foto. Ngeri!
cerdas ber-media sosial |
Speaker kedua adalah Bapak Agung Setia Bakti, praktisi media dan public relation. Beliau memaparkan beberapa peluang di media sosial yang
bisa kita manfaatkan sebanyak-banyaknya.
Media sosial bisa digunakan sebagai alat baru gerakan sipil. Arus informasi
yang pesat dan pengguna yang besar khususnya di Indonesia, memungkinkan kita
untuk menggunakannya misalnya seperti citizen journalism, dll supaya tidak
terbawa arus media mainstream.
Media sosial juga bisa digunakan sebagai media personal branding untuk
membuka pemerintahan. Contohlah yang kita kenal sejak awal tokoh yang mempunyai
komunitas menanam dan kemudian menjadi Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil yang
akrab disapa Kang Emil. Tak kalah juga presiden kita yang baru-baru ini
menghebohkan dunia maya dengan jaket bomber, payung biru dan sandal birunya.
Mau kita manfaatkan seperti apapun media sosial kita, baik untuk
marketing, personal branding, dll bagi seorang muslim yang perlu diingat adalah
keberkahannya. Jangan sampai status-status hoax yang dishare adalah pemberat
timbangan menuju neraka. Waduuh.. serem amat...! hiks.
Iya, itu yang disampaikan juga oleh Pak Agung, bahwa kita perlu aware
dengan ‘Fiqh Media Sosial’ agar bisa selamat dunia dan akhirat. Karena apapun
yang kita lakukan sampai kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Thinking before posting and
sharing!
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Yup hrs cerdas. Gabrani share yg gajelas
Kaya nya kemarin suami sempet ngajakin acara ini mba, tapi lupa ndak daftar, nyesel :(
Kita mesti cerdas, dan enggak kebawa buat nyebarin berita hoax.
Salam kenal juga, Mbak.
Iya, saya dari Purbalingga. Kalau saya ke Semarang boleh mampir ya.. Semoga ada waktu untuk melancong ke Semarang :D
Salam,
Syanu.