Legitnya Roti Gandjel Rel, Kuliner Legendaris Kota Semarang dalam Jepretan ASUS Zenfone 3 Max
Daftar Isi
GANDJEL REL
Tepung terigu, palm sugar, 25
rempah, wijen, fermipan, minyak goreng, air.
Manis, Legit, Beraroma
rempah. Mengenyangkan, menyeret untuk mengenang masa lalu.
2,5 tahu yang lalu, dua ibu muda tengah duduk di serambi Masjid Agung
Kauman. Keduanya sama-sama sedang menjaga bayinya yang sedang belajar
merangkak. Mereka pun akrab dalam
sekejap.
“Mau ikut dugderan (acara
tradisional untuk menyambut bulan suci Ramadhan dengan kirab dan rangkaian
acara lainnya) nanti Mba? Ada pembagian kue Gandjel Rel juga lho, keluarga saya
dapat pesanan 6000 Gandjel Rel untuk acara nanti.”
“Wah, beneran Mba? Penasaran nih sama roti Gandjel Rel, sayang acaranya
masih lama ya, masa saya nungguin di sini berjam-jam?”
Ia sibuk dengan berbagai pemikiran antara penasaran dengan acara Dugderan
dan letih menggendong si Kecil setelah memutari Pasar Johar.
Belum lagi ia memutuskan, terdengar dari pengeras suara masjid yang
mengimbau siapapun untuk mensterilkan area depan masjid karena akan
dipersiapkan untuk acara kirab dugderan. Dua ibu muda itu pun segera beranjak tanpa
sempat bertukar kontak.
***
Rasa penasaran saya dengan rasa asli roti Gandjel Rel sudah sampai taraf
seperti ibu hamil ngidam, sedangkan kata kebanyakan orang Gandjel Rel yang
dijual di toko oleh-oleh terlalu liat (alot). Saya pun sibuk browsing dan tanya sana-sini barangkali
ada teman yang memiliki kolega produsen roti legendaris Semarang itu.
Hasil pencarian itu saya menemukan nama Bapak Marzuki sebagai produsen
yang membuat Gandjel Rel saat dugderan.
Beliau dan keluarganya telah memiliki toko bahan kuer sejak tahun 1950-an, dan
telah memproduksi Gandjel Rel sejak tahun 1995, turun-temurun dari leluhurnya.
Searching lagi, saya menemukan
‘Toko Bahan Roti Mas Juki’ kepunyaan Pak Marzuki. Tanpa babibu saya like fanpage-nya
lalu mengirim pesan bahwa saya ingin melihat dan mengetahui lebih jauh tentang
kue yang diproduksinya. Beberapa hari kemudian, pesan saya dibalas tenyata
bukan oleh Bapak Marzuki melainkan anaknya, Faishal Aushafy yang akrab disapa
Bang Shofi. Dari beliaulah saya kemudian tahu jika Bapak Marzuki telah
berpulang. Innalillahi wa inna ilaihi
raji’un... semoga dilapangkan kuburnya untuk beliau. Aamiin...
Obrolan kami berlanjut di WhatsApp,
dan beberapa kali membuat janji dengan
beliau akhirnya batal karena berbagai hal.
“Bu, mau belajar membuat Gandjel Rel dengan istri saya?”
Tawaran ini seperti angin segar yang tiba-tiba berembus di tengah
kegalauan saya mencari produsen Gandjel Rel. Tentu saja, langsung saya iyakan
dan segera membuat janji dengan istrinya.
Di hari yang sudah ditentukan, Mbak Nura, istri Bang Shofi pun datang ke
rumah dengan si Kecil-nya yang lucu, Ajna. Rencana awal saya yang akan datang
ke sana, tapi kemudian beliau menawarkan untuk datang ke rumah, saya sih mau-mau
saja lah. Hehehe.
Senangnya bertemu dengan kenalan lama :) |
Sesuai instruksi Mba Nura, saya menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan. Mixer, oven, loyang persegi untuk brownies, 125 ml minyak goreng dan 125 ml air sudah siap begitu
beliau datang. Tak lupa, peralatan untuk foto-foto pun sudah standby lengkap dengan tukang foto
(baca: suami saya) yang khusus cuti untuk menemani dan meng-handle Hasna.
Pagi itu saya dagdigdug tak
karuan ibarat mau pertemu calon suami pertama kali (*eh). Lalu saat beliau
datang bersama si Kecilnya, pikiran saya langsung melayang ke masa 2,5 tahun
silam di serambi Masjid Agung Kauman.
“Mba, ingat nggak kalau dulu kita pernah ketemu? Saat si krucil masih
belajar merangkak?”
Mba Nura mengernyitkan dahi, mengingat-ingat dan sejurus kemudian
meledaklah tawa renyahnya. MasyaAllah..
rasanya seperti suatu kejaiban saat tanpa disangka dipertemukan dengan kenalan
yang telah lama tidak bersua.
***
Gandjel Rel, kue tradisional khas Semarang ini populer di kalangan
masyarakat Belanda di Semarang pada sekitar abad 18. Dikenal juga dengan nama
Kue Gambang. Bahan utamanya adalah tepung gaplek
(tepung singkong) dengan tambahan gula aren, wijen, dan rempah-rempah. Konon
rasanya sedikit keras seperti bolu bantat, dengan aroma rempah dan wijen yang
nikmat, tetapi sedikit liat (alot) dan seret jika dimakan. Mengenyangkan dan
biasanya menjadi teman minum teh para Noni belanda kala itu. Dinamai Gandjel Rel karena bentuknya yang persegi panjang berwarna cokelat seperti bantalan (Bahasa Jawa, Gandjel) rel kereta api.
Sekarang, popularitas Gandjel Rel masih bertahan dan menjadi ikon kuliner
Kota Semarang meskipun masih kalah dengan Lunpia dan Bandeng Presto. Produsen
panganan satu ini pun berinovasi untuk membuat Gandjel Rel yang cita rasanya
masih seperti dulu tapi dengan tekstur yang lebih akrab dengan lidah orang saat
ini, agar tak tergerus zaman dan ditinggalkan generasinya.
Bang Shofi dan keluarganya konon mencoba berbagai resep hingga 7 kali
sampai mendapatkan rasa yang pas. Karena beberapa bahan yang sulit didapat dan gula
merah (aren) yang kualitasnya makin menurun, maka beliau mengganti dengan
beberapa bahan yang sesuai.
Seperti apa rasanya? Kita lihat pembuatannya dulu yuk!
Seperti apa rasanya? Kita lihat pembuatannya dulu yuk!
Bahan dasar untuk membuat Roti Gandjel Rel |
Membuat Gandjel Rel ternyata cukup mudah lho! Kebetulan Mba Nura
membawakan bahan Pre-Mix Gandjel Rel
dari tokonya dengan harga murah meriah, Rp. 13.500/paket. Tiap paket isinya 600
gram dan bisa dibuat menjadi 2-3 loyang persegi seukuran untuk brownies.
“Pertama, kocok 2 butir telur bersama dengan gula palem-nya, telur baru
keluar dari kulkas pun tidak masalah,” pandu Mba Nura saat memulai pengolahan
kuenya. Seperti biasa, ‘dibantu’ oleh krucil yang lucu menggemaskan.
Setelah tercampur rata, masukkan sedikit demi sedikit tepung sambil terus
diaduk dengan mixer. Jika tepung sudah habis, masukkan air dan
rempah-rempah. Terakhir masukkan minyak goreng, aduk lagi hingga merata. Tuangkan
ke dalam cetakan, taburi wijen, lalu panggang dalam oven selama kurang lebih 30
– 45 menit sampai matang.
“Baunya seperti bau Kari,” seloroh saya saat memasukkan bumbu rempah ke
dalam adonan.
Adonan yang telah siap masuk oven |
Mba Nura hanya tersenyum sembari menjawab bahwa bubuk rempah itu terdiri
dari 25 macam rempah kering yang dijadikan bubuk. Tentu saja saya
terkagum-kagum dengan hal ini. Rupanya di balik aroma khas Gandjel Rel ada ‘rempah
rahasia’ di dalamnya. Kalau beli di tempat lain, umumnya hanya beraroma kayu
manis.
“Loyangnya tidak perlu dioles margarin, karena nanti bisa mengubah rasa.
Jika dioles malah keluar rasa gurihnya yang bisa menghancurkan rasa khas Ganjel
Rel,” jelas Mba Nura.
Saya hanya manggut-manggut mendapatkan penjelasan beliau sambil menuang
adonan ke dalam loyang. Setelah ditaburi wijen, adonan pun dipanggang dalam
oven.
“Pastikan apinya tidak terlalu panas ya Mba. Karena bisa membuat adonan
merekah, jelek kalau untuk di-pack. Jadi
setelah adonan dimasukkan ke dalam oven, gunakan api kompor sedang. Kira-kira
10 menit saat adonan mulai mengembang, kecilkan api sampai roti matang.”
Saya pun melakukan sesuai instruksinya. Sekitar 15 menit kemudian aroma
Gandjel Rel di dalam oven mulai menguar. Api telah dinyalakan paling kecil,
tinggal menunggu matang. Sebagai orang yang baru pertama kali membuatnya,
beberapa menit sekali pasti saya intip oven-nya. Ternyata kuenya mekar alias mlethek dalam bahasa Jawa.
Percobaan perdana saya baking Gandjel Rel failed penampilannya, rasanya tetap enak |
Hiks. Rasanya sedih sekali. Harapan untuk mengabadikan Gandjel Rel
perdanaku dengan smartphone musnah
sudah. Tak apalah, karena yang mekar hanya bagian tengahnya, masih bisa
disiasati agar tampilan fotonya nanti menarik.
Saat mencicipinya, hm... enak ternyata. Agak seret tapi saya masih bisa
makan 2 potong sekaligus. Teksturnya lembut tapi tidak selembut bolu biasa. Aroma
rempah dan wijennya keluar, menambah nikmat rasanya. Benar sekali, cocok untuk
teman minum teh.
Mari ngeteh sambil menikmati legitnya Gandjel Rel |
***
Tips Mengabadikan Pesona Kuliner
Nusantara dengan Smartphone.
Teman – teman senang mengabadikan aneka jenis makanan dalam smartphone? Hampir setiap orang yang memiliki smartphone punya hobi yang sama yaitu
motret. Motret makanan, benda-benda yang ditemui, moment kebersamaan, dll semuanya bisa dijangkau dengan smartphone dalam genggaman. Aktivitas ini
paling tidak untuk mengisi akun instagram dengan foto-foto cantik. Lebih jauh
lagi, hobi yang satu ini bisa menghasilkan materi (baca: uang dan barang) jika ditekuni.
Eits! Tapi nggak perlu
buru-buru, semuanya butuh proses panjang ya Temans, tidak ujug-ujug alias instan. Proses
panjangnya pun dimulai dari belajar, berlatih dan mengolah skill & feel terus-menerus.
Nah, ada beberapa tips nih supaya hasil foto kita cetar mempesona
(halah).
Pertama, Gunakan Kamera Smartphone
dengan Resolusi Minimal 5 Megapixel (MP)
Kualitas kamera minimal 5MP sudah memungkinkan untuk menghasilkan foto
yang cukup jernih untuk ditampilkan di media sosial maupun untuk blog bagi yang
suka menulis review produk atau
kuliner.
Harganya mahal? Kalau ini sih tergantung kebutuhan. Jika yang dicari adalah
smartphone dengan RAM dan kamera
dengan resolusi tinggi, saat ini banyak perusahaan smartphone memproduksi HP berkamera kualitas tinggi dan RAM yang
tak kalah menggiurkan (3 ke atas) dengan harga yang sangat terjangkau.
ASUS ZENFONE 3 ZC553KL (pengen dikekepin aja! wkwkwk) |
Baru-baru ini suami saya butuh HP untuk mendukung pekerjaannya. HP yang
sebelumnya dia pakai tidak memungkinkan untuk mengirim/membalas email,
sedangkan pekerjaannya di lapangan mengharuskan ia fleksibel. Sesekali ia juga
perlu mengambil foto program-program yang dijalankannya sebagai laporan rutin. Untuk
itulah ia mencari HP dengan spesifikasi utama RAM tinggi, layar cukup lebar, kamera berkualitas, dan Baterai tahan
lama.
Browsing sana-sini, pilihannya
jatuh pada ASUS ZENFONE 3 MAX
(ZC553KL), selain harganya yang
masih ‘terkejar’ meski harus ngos-ngosan, spec-nya juga sesuai dengan
kebutuhan suami yaitu RAM 3GB, layar 5,5 inchi, kamera resolusi tinggi dan baterai hingga 4.100 mAh. Tentu saya ikut senang dengan pilihan suami tersebut, karena saya
berkesempatan untuk meminjamnya sebagai media motret-motret (asyeeeegg! Joged-joged kesenengan).
Beraksi dengan ASUS Zenfone 3 Max |
Selain kualitas kameranya yang mumpuni, yaitu sebesar 16 MP untuk kamera
utama dan kamera depan 8MP, ASUS juga melengkapi HP ini dengan teknologi PixelMaster Camera. Teknologi ini
memungkinkan kita menangkap gambar dengan lebih sempurna.
Kamera PixelMaster ZenFone 3 Max 16MP menangkap gambar dengan indah dan
menghasilkan foto dengan resolusi tinggi tanpa shutter lag. Kamera
belakang 16MP mengambil gambar-gambar menakjubkan, sedangkan kamera depan 8MP
menangkap selfies yang tajam dan
video chatting yang jelas. (sumber:
ASUS.com)
Dengan kamera PixelMaster, kita bisa menyesuaikan perangkat dengan
suasana yang akan difoto. Mode ‘HDR’
yang menghasilkan foto super jernih di siang hari, ‘Resolusi Super’ mampu meningkatkan
resolusi hingga 64MP dalam mengambil beberapa gambar secara bersamaan. Low light mode agar kita bisa mengambil
gambar dalam kondisi cahaya yang buruk namun hasilnya tetap cerah.
12 mode PixelMaster Camera ASUS Zenfone 3 Max |
ZenFone 3 Max dilengkapi dengan apa yang tidak dimiliki smartphone lainnya, yaitu kombinasi tiga teknologi yang berfokus - laser, deteksi fase dan continuous auto-focus - ke dalam satu sistem yang harmonis. Sehingga fokus yang jelas dapat diperoleh hanya dalam 0,03 detik dalam kondisi yang berbeda-beda, untuk semua skenario - dan hingga sepuluh kali (10x) lebih cepat dari kedipan mata. (sumber: asus.com)
Bagi pemula seperti saya, mengambil foto dengan mode otomatis-nya ASUS ZenFone sudah sangat membantu karena bantuan focus laser-nya akan membuat gambar yang dihasilkan fokus pada objek yang kita pilih. Sejauh ini saya masih sering gagap jika menggunakan manual mode, karena ilmu yang masih cetek dan pengalaman menggunakan yang baru beberapa lama. Meski begitu, pengaturan ISO, shutter speed dll di HP ini cukup mudah untuk diaplikasikan.
Bagi pemula seperti saya, mengambil foto dengan mode otomatis-nya ASUS ZenFone sudah sangat membantu karena bantuan focus laser-nya akan membuat gambar yang dihasilkan fokus pada objek yang kita pilih. Sejauh ini saya masih sering gagap jika menggunakan manual mode, karena ilmu yang masih cetek dan pengalaman menggunakan yang baru beberapa lama. Meski begitu, pengaturan ISO, shutter speed dll di HP ini cukup mudah untuk diaplikasikan.
Berhubung foto ini yang lebih jelas menampilkan pengaruh autofocus zenfone, maafkan selingan dulu selain foto makanan |
Kedua, Belajar Ilmu Fotografi Dasar
Mempelajari hal ini dalam kelas-kelas yang diadakan oleh profesional akan
sangat membantu meng-upgrade
kemampuan memotret kita. Namun jika ‘modal’ masih terbatas (seperti saya), tak
ada salahnya berburu informasi pelatihan fotografi gratis, coaching khusus dengan teman yang jago fotografi, atau mencari
informasi yang tersebar di dunia maya.
Belajar motret, dengan mengambil gambar apa saja yang ada di rumah |
Mengikuti berbagai photo challenge
di instagram juga sangat saya rasakan manfaatnya. Di sana kita bisa belajar
mengambil foto dari penjelasan yang diberikan oleh admin di setiap tema, juga
ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) dari foto-foto yang disetor oleh member. Seringkali ada member yang memberikan ‘bonus’ berupa
BTS (behind the scene) foto yang
diambilnya atau teknik bagaimana dia mengambil foto tersebut. Tak jarang saya
malah nyamber langsung bertanya di
komentar jika si empunya foto tidak mencantumkan teknik motretnya.
Banyak sekali lho fotografer smartphone yang tampilan fotonya tak
kalah keren dengan yang menggunakan kamera DSLR/Mirrorless.
Ketiga, Belajar Food Styling
Foto makanan yang dianggap berhasil adalah yang terlihat menggiurkan dan
menggugah selera makan siapapun yang melihatnya. Hal ini selain karena jasa
sang fotografer, juga berkat food stylist yang mengatur ‘model’ makanan
yang akan difoto.
Food photographer & food
stylist itu bisa 2 orang dengan 2 profesi yang berbeda dan bisa pula seseorang dengan
kompetensi keduanya. Namun akhir-akhir ini, biasanya seorang food photographer merangkap sekaligus sebagai
food stylist-nya.
Untuk itu, penting bagi kita belajar styling
atau mengatur sedemikian rupa makanan yang akan kita foto supaya terlihat
cantik, menggiurkan, dan komposisinya pas. Di sini, kita membutuhkan berbagai
macam properti mulai dari alas foto, ornamen-ornamen untuk menambah kesan yang
akan ditimbulkan, juga perangkat foto lain yang sesuai.
Awal-awal dulu, saya hanya memiliki bunga plastik warna netral yang
harganya paling murah di toko. Jika ingin alas foto gelap, saya gunakan rok
hitam dan jilbab segi empat untuk warna putih atau warna lain. Lama-kelamaan
saya mulai menabung sedikit-demi sedikit untuk bisa membeli kain warna hitam
dan putih, menambah beli bunga dan ornamen lain.
Properti murah meriah dan menggunakan perkakas seadanya di rumah |
Banyak properti yang tak terjangkau kantong, maka saya manfaatkan
barang-barang di sekitar. Mulai dari papan-papan kayu mangkrak yang saya alih fungsikan menjadi alas foto setelah
dibersihkan, barang bekas, sampai perkakas masak ibu yang tersedia di rumah. Prinsipnya
agar bisa menghasilkan foto makanan yang tidak sekadar foto biasa, tapi tidak
perlu keluar banyak uang.
Bagi yang sudah profesinya, tentu tak akan main-main dengan properti. Namun
bagi saya yang masih sebatas hobi, properti yang digunakan yang murah meriah
saja seperti tembikar kecil harga 2 ribu di pinggir jalan, atau piring-piring
anyaman yang tak kalah murah.
Bagaimana jika mengambil foto makanan saat di tempat makan yang tidak
memungkinkan kita menggunakan properti? Maka fokuslah pada makanan yang akan
kita foto, dan manfaatkan beberapa materi pendukung seperti sendok, gelas
minuman, dll yang tidak mengganggu tampilan. Singkirkan dulu beberapa benda
yang mengganggu. Jika tidak memungkinkan, kita bisa finishing dengan mengedit dan menghilangkan gangguan itu dengan
editor foto.
Foto di warung, sayang wadah kecapnya kebalik. hehehe |
Foto Mie di warung dengan Zenfone 3 Max, berhubung ada tangan yang mengganggu, jadi diblur |
Keempat, Gunakan Cahaya Alami Sebagai Alternatif Termudah
Waktu ideal untuk mengambil foto makanan adalah saat matahari tidak
menyengat. Umumnya sekitar pukul 7-9 pagi dan 4-5 sore dengan catatan tidak
mendung. Jika mendung, kita harus pandai-pandai menyiasati dan menyesuaikan waktunya.
Saya senang motret di teras yang tidak langsung tertempa cahaya
matahari sehingga cahayanya cukup terang tetapi tidak over. Jika terlalu sore, saya mencari sisi teras yang lain yang
lebih banyak mendapat cahaya matahari.
Foto ini diambil sekitar pukul 5 sore dalam kondisi cerah dan di teras terbuka, edit hanya cropping dan watermark |
Saat memotret sebagian roti Gandjel Rel kemarin, saya sengaja memilih samping
rumah karena di sana ada tumpukan beton yang bisa sekaligus saya gunakan
sebagai alas foto karena terlihat bercorak menarik dalam tangkapan kamera. Lalu
lalang orang yang memperhatikan tidak saya pedulikan. Dulunya sih saya peduli, semakin sering pepotoan di sana jadi semakin cuek
dengan pandangan orang.
Kebetulan kemarin beberapa ibu tetangga pulang dari pengajian. Melihat saya
tengah asyik menata makanan di samping rumah (dan samping rumah adalah jalan
gang), mereka berhenti dan bertanya-tanya. Akhirnya sepotong Gandjel Rel
mendarat di tangan ibu-ibu. Senang sekali rasanya saat mereka mengapresiasi. Sambil
makan kuenya, sambil mengenang masa lalu, ya Buibu.. hehe.
Sebisa mungkin hindari foto indoor kurang cahaya (terutama malam hari), hasilnya bisa dilihat di gambar persiapan membuat Gandjel Rel di atas, karena tidak memungkinkan mengambil foto outdoor, hasilnya jadi kurang maksimal. Jika ingin foto produk/makanan dengan baik di dalam ruangan, bisa menggunakan teknik lighting yang pas agar hasilnya tetap maksimal sebagaimana menggunakan cahaya alami, dan tidak terlihat bayangannya.
Membuat sendiri studio mini dari kardus bekas, kain dan kertas putih bisa jadi alternatif untuk masalah lighting. Cara membuatnya banyak tersebar di internet, lho Temans.
Membuat sendiri studio mini dari kardus bekas, kain dan kertas putih bisa jadi alternatif untuk masalah lighting. Cara membuatnya banyak tersebar di internet, lho Temans.
Kelima, Manfaatkan aplikasi edit
foto
Aplikasi edit foto di smartphone
yang paling tenar saat ini menurut saya adalah Snapseed dan Phonto. Snapseed digunakan untuk mengedit foto dengan
banyak fitur. Aplikasi ini memungkinkan kita untuk ‘menambal’ beberapa ‘kebocoran’
foto yang kita ambil. Sedangkan Phonto
biasanya untuk menambahkan watermark
sebagai tanda hak milik foto kita. Lewat Snapseed
pun bisa menambahkan watermark,
tetapi di Phonto pilihan font lebih beragam.
Contoh editing foto dengan Aplikasi Snapseed |
Keenam, Terus Berlatih
Seperti halnya menulis, maka skill
memotret pun prinsipnya alah bisa karena
biasa.
Jika sebelumnya saya selalu dikomentari setiap akan mengambil gambar
makanan, maka sekarang (setelah 2 tahun lebih) orang-orang terdekat mulai
memahami kesukaan saya yang satu ini, sehingga terkadang malah ditanya “Sudah difoto
belum?” “Mau difoto dulu nggak, Bund?” dll.
Penerimaan dari orang-orang terdekat ini juga yang menambah semangat saya
untuk terus berlatih (Meskipun ada kalanya juga bad mood untuk menggelar
properti). Jam terbang semakin tinggi, rasa dan kepekaan kita menata properti
dan mengambil angle foto yang pas
akan semakin terasah.
Berlatih motret dengan ASUS Zenfone 3 Max meskipun dengan properti seadanya |
Dengan memotret dan membaginya ke dunia maya, paling tidak kita sudah
ikut andil dalam menyebarkan informasi yang baik mengenai kuliner daerah di
Indonesia. Senang kan rasanya jika kuliner nusantara dikenal luas oleh
masyarakat apalagi sampai ke mancanegara?
Kalau makanan khas daerah kalian yang paling disuka apa, Temans? Jangan
lupa dishare ke Instagram ya!
Semoga bermanfaat,
Salam,
Artikel ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel.
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Liat.fotonya jd pengen.icip2
Enak ikuu. Aduh foto lainya juga bikin laper. Asus ki emang topcer tenan. Pengen.
Makasih mb ilmu fotografi nya :)
Saat ini jarang menemukan di pasar tradisional maupun toko roti. Saya percaya masih ada yang jual hanya saya belum menemukan saja ya. Mungkin di toko roti besar yang saya belum pernah kesana :)
Wah pasti senang ya mbak Arina berkesempatan praktek langsung dengan produsennya. Meskipun belun memuaskan tapi lama-lama akan sempurna deh mbak. Jangan lupa saya dicicipin ya mbak :)
Tips motretnya oke, bisa buat panduan saya meskipun masih gak ngeh soal motret2 gini :)
Suka sama foto2nya mba Arina. Cakep.
Semoga masih banyak yang peduli akan warisan leluhur :)
Terimakasih,
Faishal Aushafy
Tips motretnya juga oke, siap dipraktekin
deliver nang Kendal.
Enak dimakan sambil ngopi atau ngeteh ya.
Btw gak ada niat mau buka usaha roti GR juga mbak? hehe