Berkah Silaturrahim yang Pernah Kurasakan
Daftar Isi
Pernah mengalami rasa tidak enak saat bertamu?
Saya sering *eh. Beberapa hari kemarin ‘nggak enak’ itu terjadi karena
diri saya sendiri.
Saya menanyakan ke seorang teman apakah sore nanti di rumah karena saya
ingin berkunjung, beliau menjawab silakan karena tidak pergi ke mana-mana. Rencana
saya berangkat dari rumah ba'da ashar (begitu selesai shalat ashar langsung berangkat)
perkiraan waktu maksimal pukul 15.30 sudah menuju ke sana.
Rupanya sikecil yang tidur siangnya terlambat belum bisa dibangunkan
meski adzan ashar sudah berkumandang. Alhasil kami harus mundur dari waktu yang
sudah direncanakan. Suami pun tiba-tiba harus mengerjakan pesanan dadakan
(seperti tahu bulat aja nih digoreng dadakan).
Pukul 16.30 kami baru siap berangkat. Dihitung-hitung jika motoran agak
ngebut dan jalanan tidak macet, sekitar 30-45 menit sampai sana. Seolah
mengharap keajaiban karena itu rush hour,
jam nya orang pulang kerja. Tambahan lagi di jalan siKecil selalu berteriak
"Ayah dikit aja!" (maksudnya Ayah pelan aja) begitu ayahnya menambah
kecepatan laju motor.
Kami hanya bisa nyengir daripada dia berontak meronta di atas motor dan
membahayakan. Tahu berapa kecepatan maksimal kami? 30KM/jam!!!
Menjelang adzan maghrib kami baru sampai daerah tujuan, sama-sama di
Semarang tapi kami dari ujung bawah beliau di ujung atas. Ba'da shalat di masjid
terdekat barulah saya bisa mengabari teman jika saya baru sampai menjelang
maghrib karena beberapa hal. Setelah itu kami langsung menuju rumhanya yang tak
jauh dari masjid.
Inilah yang membuat kami tidak enak, bertamu ba'da maghrib. Karena tidak
mungkin juga kami datang menunggu waktu isya. Perjalanan pulang juga butuh
waktu lama dan si Kecil belum makan. Akhirnya kami tidak berlama-lama di sana.
Eh, agak lama juga ding, ada 30 menitan mungkin.
Dan ini murni kesalahan kami yang alpa mengabarkan perubahan waktu
datang. Harusnya jika ada hal-hal yang berubah tidak sesuai rencana/janji awal,
kami harus mengkomunikasikannya.
Kebetulan sebelumnya juga di salah satu grup WhatsApp ada sedikit obrolan
tentang bertamu dan menerima tamu. Ada yang jika tamu datang tanpa
pemberitahuan sebelumnya, bisa dipastikan akan mengacaukan rencana yang telah
dibuat. Dan bagi ibu rumah tangga seperti kami, menyebabkan beberapa pekerjaan
rumah tangga terbengkalai. Lain halnya ketika tamu yang datang sudah
memberitahukan sebelumnya, si tuan rumah bisa bersiap-siap memilah pekerjaan
mana yang akan diselesaikannya terlebih dahulu dan mana yang bisa ditinggalkan.
Bukankah mengabarkan rencana kedatangan ini adalah salah satu adab
bertamu?
Hiks. Meskipun kadang saya pun
tidak memberitahu apalagi jika berkunjung ke saudara yang lebih tua dan tidak
ada kontak HP.
Banyak kan duka nya urusan tamu-bertamu ini? Tapi kita bahas suka-nya aja
yuk? Duka-dukanya cukup jadi pelajaran buat kita aja. Oia, saya mau bahas tentang bertamu. Ini adalah salah satu
tema yang diusulkan oleh Mba Munasyaroh
dan disepakati dalam program Blogger
Muslimah Sisterhood yang diadakan oleh komunitas Blogger Muslimah Indonesia. Program ini bertujuan untuk mengajak
anggota supaya rajin menulis dan update
blog, juga sebagai upaya kampanye #AyoMenulisLagi. Semantara ini member program ini masih terbatas pada
grup Blogger Muslimah Priority, semoga kelak bisa berlanjut untuk semua
anggota. Doakan ya Teman-teman.
Silaturahim Membuka Pintu Rejeki
dan Memperpanjang Umur
Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
”Siapa yang ingin rezekinya
diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.” (HR.
Bukhari)
ilustrasi |
Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi jika rejeki dan usia telah
ditentukan oleh Allah di lauhul mahfudz?
Menurut beberapa pendapat, rejeki yang luas dan umur panjang ini tidak
hanya diartikan secara tersurat tetapi mengandung makna tersirat. Misalnya,
seseorang yang rajin silaturrahim tentu koneksi networking-nya lebih banyak dibandingkan orang yang hanya berdiam
diri di rumah. Saat ada informasi mengenai peluang-peluang pekerjaan,
pelatihan, dll orang-orang yang rajin ia kunjungi bisa jadi memberikan
informasi kepadanya terlebih dahulu sebelum menginformasikan kepada orang lain.
Pun misalnya seseorang yang rajin berkunjung ini adalah orang yang baik
hati, dermawan, dan selalu melakukan amal shalih lainnya, maka orang pun akan
banyak mengingat amal shalihnya bahkan setelah lama ia meninggal dunia.
Konon para lansia yang sering bertemu temannya dan bersilaturrahim pun usianya
lebih panjang dibandingkan yang lain. Tapi masalah ini kembali lagi kepada
jatah umur yang sudah ditentukan olah Allah. Bisa jadi karena bertemu dengan
temannya, saling bertukar cerita dll sehingga mereka lebih bahagia dan
semangatnya kembali muda.
Kelengkeng dan Seporsi Sate Ayam
Ngomong-ngomong soal ini saya jadi ingat cerita bersama sahabat saya
waktu masih kuliah. Boleh ya saya cerita-cerita? Hihi
Suatu hari kami sedang puasa sunnah Senin-Kamis, entah hari apa saya tak
ingat. Biasalah ya, selain untuk menghidupkan sunnah, anak kos rajin puasa juga
dalam rangka penghematan (haha jujur amat). Sahur cukup dengan 2 bungkus nasi
kucing, dan buka puasa pun tak jauh-jauh dari nasi penyet tempe/tahu atau telur
jika kantong masih cukup tebal.
Sahabat saya datang ke kos, lalu mengajakku untuk silaturrahim ke seorang
ibu yang dikenalnya. Menurutnya, si Ibu ini mau memberi informasi seputar
asuransi syariah dimana kami bisa menjadi agen-nya. Maka meluncurlah kami
dengan sepeda motornya, membelah jalanan Kota Semarang yang cukup padat
menjelang sore hari.
Saat itu musim buah kelengkeng dan sepanjang jalan berdiri kios atau
kendaraan yang khusus menjual buah manis itu. Kami menelan ludah, sama-sama
ingin membeli tapi persediaan uang saku jelas tak mencukupi. Kelengkeng adalah
buah yang mewah bagi anak kos seperti kami.
Kelengkeng, buah mewah bagi anak kos |
Belum hilang keinginan untuk membeli Kelengkeng, tak jauh dari lampu
merah menguar aroma sate yang tengah dibakar. Makin mengucurlah ludah kami membayangkan
lezatnya sate lontong pedas untuk berbuka puasa nanti. Hush! Lagi puasa ko malah bayangin makanan ya?
Sambil tertawa-tawa kami melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah si
Ibu, kami disambut dengan sangat ramah. Tak hanya mendapatkan kesempatan
menjadi agen asuransi syariah, kami juga mendapat tiket training gratis. Kebetulan
suami beliau yang menjadi trainer.
Begitu mengetahui kami sedang puasa, beliau meminta kami untuk tinggal
sampai waktu berbuka. Awalnya kami ingin menolak, tapi akhirnya mengiyakan. Nggak
baik kan menolak rejeki? *alibi
Menjelang berbuka, yang beliau sediakan untuk kami adalah dua gelas air
es yang telah ditambahi herbal Klorofil (waktu itu, suplemen ini sedang ngehits
sekali) dan sepiring Kelengkeng yang baru keluar dari lemari pendingin. Kami berdua
hanya tersenyum sambil berpandangan.
Ba’da shalat dan kembali ke ruang tamu, di meja telah terhidang dua porsi
sate ayam lengkap dengan lontong dan ubo
rampe-nya. Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kau dustakan? Hari itu kami mendapat kenikmatan jauh melebihi
ekspektasi kami, bahkan sesuatu yang dibayangkan sebelumnya dan seolah tak
mungkin diwujudkan ternyata begitu saja kami dapatkan. Semua itu kami anggap
sebagai berkah silaturrahim.
Masih banyak kisah seputar silaturrahim yang pernah kualami. Tak hanya
soal mendapatkan rejeki berupa materi, tapi juga rejeki lain berwujud kelapangan
hati, rasa syukur yang berlebih setelahnya, atau juga pelajaran/inspirasi lewat
obrolan atau kejadian kecil di dalam rumah orang yang kita temui.
Meskipun kini teknologi menjadikan yang jauh terasa dekat, semoga tak
membuat yang dekat menjadi jauh karena jarangnya kita saling mengunjungi. Kemudahan-kemudahan
itu harusnya membuat kita semakin giat untuk menyambung hubungan kerabat atau
pertemanan, bukan menjadikan kita korban teknologi menjadi egosentris. (ah, ini
sih note to my self banget)
Semoga bermanfaat ya Temans,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam