Nasi Jagung, Kuliner Ndeso Penuh Kenangan
Daftar Isi
Assalamu’alaikum,
Setelah berhari-hari hiatus dan badan rasanya nggak jelas, saya pun
memaksakan diri untuk menulis sesuatu, yang ringan saja. nulis apa dong? Hihi. Cerita
tentang nasi jagung saja kalau begitu, salah satu kuliner ndeso yang selalu ngangenin. Kenapa ngangenin? Karena ada kisah
tentang cinta dan perjuangan di dalamnya.
Maklum ya, sebagai anak desa sekaligus anak seorang petani, menu nasi
jagung adalah santapan sehari-hari kami terutama saat paceklik atau saat
kemarau dan hasil panen hanya jagung. Masa kecil kami dulu kadang merasa marah
jika mamak setiap hari ‘memaksa’ kami makan nasi jagung. Terkadang sampai harus
‘mengungsi’ ke rumah mbah agar bisa menikmati nasi beras, sedikit selingan
setelah berhari-hari terpaksa menikmati nasi jagung.
Beranjak besar kami semakin memahami bahwa hidup tak selamanya lurus dan
mudah termasuk urusan makan. Mau tak mau jika adanya nasi jagung tentu kami
harus ikhlas dan bersabar menikmatinya. Lama-kelamaan karena ribetnya proses
memasak nasi jagung, bapak lebih sering menyimpan padi untuk bahan makan
sehari-hari kami dibanding jagung. Selain karena harga jual beras lebih mahal,
padi juga relatif lebih lama masa simpannya dibanding jagung.
semakin lama, keran jarang masak nasi jagung lagi, justru kami sering
merindukan sensasi makannya. Benar-benar nikmat tak terhingga menyantap nasi
jagung dilengkapi dengan sambal oblok
teri (teri dimasak sambal dengan kelapa parut) dan lalapan sayur rebus, atau
dengan sayur urap (gudangan) pedas dan ikan asin goreng. Hm... nikmatnya....!
kalau jaman kecil dulu sih kadang harus puas makan nasi jagung dengan
ikan asin bakar atau goreng dengan sambal saja. etapi ikan asin bakar itu
nikmat banget deh... aroma dan rasanya beda dengan ikan asin yang digoreng. Malah
jadi pengen nih...
Teman-teman ada yang suka nasi jagung juga? Atau malah belum pernah makan
nasi jagung?
Konon jaman dulu ada 2 versi masak nasi jagung, pertama jagung yang masih
basah dan belum begitu tua disisir lalu direbus dengan air hingga menjadi
seperti bubur yang jika dingin akan berubah menjadi seperti nasi beras yang
lembek. Hampir mirip bubur tapi sedikit lebih kental. Versi kedua adalah nasi
jagung yang umumnya kita temui di penjual nasi jagung di pasar tradisional,
yaitu dari jagung kering yang diolah menjadi tepung lalu dimasak sehingga
menjadi nasi jagung yang siap dimakan.
Saya malah belum pernah mencoba makan nasi jagung versi pertama, karena
orang tua tidak pernah memasaknya. Pernah saat SD dulu melihatnya di rumah
teman, tapi tidak berani mencoba karena teksturnya yang lembek itu.
Baru-baru ini saya beli nasi jagung dari tukang sayur yang lewat gang
depan rumah. Katanya dia bawa dari daerah Sumowono Kabupaten Semarang. Sedikit nasi
jagung (kalau untuk sarapan seorang nggak kenyang, hanya sekitar setengah kepal
nasi) lengkap dengan sayur gudangan (urap) dan ikan asin goreng. Harganya murah
meriah, hanya seribu rupiah per bungkusnya. Makan dua bungkus sudah cukup lah
untuk sarapan, tapi ikan asinnya pasti nyisa. Hihi.
Nasi jagung yang murah meriah itu, butuh proses panjang untuk memasaknya
lho, tidak seperti beras yang begitu jadi beras lalu dimasak liwet (direbus saja sampai air kering)
atau direbus kemudian ditanak (dikukus) sampai matang.
Jagung kering sebelumnya ditumbuk (sekarang biasanya digiling dengan
mesin, jaman saya kecil itu masih menumbuk dengan alu sampai jadi tepung) untuk
menghilangkan kulit ari dan bakal tunasnya. Setelah itu direndam dalam air
selama 2-3 hari. Proses selanjutnya setelah perendaman adalah menggiling/menumbuknya
agar menjadi tepung. Kalau sekarang tinggal dibawa ke tempat penggilingan, jadi
deh tepung jagung yang siap diolah untuk nasi jagung.
Tepung jagung yang baru digiling langsung diayak |
Setelah jadi tepung, nggak langsung dimasak ya, harus diayak dulu supaya
butiran tepung yang kasar tidak ikut dimasak karena akan mengganggu
citarasanya. Setelah benar-benar terpisah dari butiran tepung yang kasar, tepung
dikukus menggunakan dandang tembaga dan kukusan (sekarang terkadang menggunakan
dandan biasa dengan bantuan kain kasa/sarangan. Pengukusan awal ini tidak membutuhkan air karena tepung yang baru digiling biasanya masih mengandung air, ya kan jagungnya baru direndam, hihi.
Masukkan tepung ke dalam dandang yang telah panas |
kalau di rumah saya masih pakai tunggu kayu bakar untuk memasak nasi jagung supaya hemat gas |
Pengukusan pertama ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit, setelah empuk
diangkat lalu dihancurkan dengan centong dan bantuan tangan agar tidak
menggumpal. Kukus lagi sekitar 25-30 menit. Setelah itu dihancurkan lagi
sembari ditambahkan air panas secukupnya. Oia, untuk nasi jagung instan
(dikenal dengan sebutan oyek) prosesnya cukup sampai di sini. Nasi jagung
setengah matang digemburkan lalu dijemur hingga kering).
Setelah 30 menit dikukus akan menjadi seperti ini |
dihancurkan sampai menjadi butiran halus untuk kemudian dikukus lagi |
Sudah matang?! Belum! Masih harus dikukus sekali lagi sampai benar-benar
matang.
Nah, ribet kan? Ngukusnya aja sampai tiga kali. Tapi kata mamak sih
kadang ada yang hanya dua kali kukus, tapi hasilnya nasi jagung kurang empuk
dan seret saat dimakan.
Karena itulah tadi saya katakan di balik nasi jagung ndeso itu ada perjuangan dan cinta si pembuatnya untuk orang-orang
yang ia sayangi. Proses membuatnya saja sepanjang itu, kalau nggak cinta sama
keluarga mana mungkin mau masak ya? Termasuk mereka yang membuat nasi jagung
untuk dijual, selain melestarikan kuliner jaman dulu, ada perjuangan untuk
bertahan hidup juga.
Jadi, ada yang penasaran dengan nasi jagung? Semoga nggak ngidam ya. Atau
kalau sampai ingin sekali semoga tersedia di pasar tradisional terdekat.
Nikmatnya menyantap sepiring nasi jagung |
Sebenarnya bagus juga ya jika nasi jagung ini diminati oleh banyak
kalangan. Selain sebagai substitusi beras agar masyarakat Indonesia tidak
tergantung pada beras (sampai harus impor juga) mengkonsumi nasi jagung jauh
lebih sehat dibandingkan nasi beras. Pun jika makin banyak orang yang
memerlukan jagung, daya jual komoditi satu ini bisa meningkat sehingga petani
terbantukan. Selama ini harga jagung cenderung murah dan tidak sepadan dengan
proses tanam hingga pengolahannya sebelum layak jual. Jika terpaksa menjual jagung
saat masih basah (baru dipanen) pun harganya sangat rendah.
Terkadang para petani tetap bertahan menanam jagung karena hanya itu
satu-satunya yang bisa mereka tanam saat musim kemarau. Urusan laba-rugi menjadi
bias karena mereka juga butuh makan dari hasil panen (jika berhasil panen).
Masih ada yang penasaran dengan nasi jagung?
Di Wonosobo ada home industry yang memproduksi nasi jagung instan lho. Nasi
jagung setengah matang yang sudah kering dikemas dengan plastik. Mengolahnya tinggal
menambahkan air lalu mengukusnya hingga matang. Rasanya cukup enak lah, bagi
yang lama merindukan nasi jagung, tapi tetap masih kalah dengan rasa nasi
jagung yang diproses langsung hingga matang.
Semoga bermanfaat ya Temans,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam