Ngetrip ke Wonosobo, Wajib Coba Mie Ongklok Longkrang
Daftar Isi
Mie Ongklok longkrang |
Setiap berkunjung ke suatu tempat, selain menikmati tujuan wisatanya
biasanya kita juga ingin memanjakan lidah dengan kuliner khas daerah setempat. Hampir
pasti kita menganal wisata daerah lengkap dengan kuliner khas-nya, seperti Semarang
dengan Lunpia, Wonogiri dengan Bakso sapi-nya, Kudus dengan Soto kerbaunya,
Boyolali dengan Soto Seger, Pati dengan Nasi Gandul, Palembang dengan Pempek,
Aceh dengan Mie Aceh, Lampung dengan Kopi Lampung, Papeda, Cotto Makassar, dan
sebagainya. Bahkan seringkali ada lebih dari 1 makanan khas yang wajib dicoba
saat berkunjung ke tempat-tempat tersebut. Demikian juga saat Teman-teman ngetrip ke Wonosobo, tak boleh
melewatkan untuk menikmati semangkuk Mie
Ongklok lengkap dengan sate sapi, tempe kemul, geblek, dan minuman hangat.
Mungkin namanya terdengar aneh? Tapi justru itulah yang menjadikannya unik
dan mudah diingat orang. Kalau ingat Mie
Ongklok pasti ingat Wonosobo kan?
Konon, Mie Ongklok pertama kali dijual di Wonosobo pada tahun 1960 dengan
angkringan keliling kampung oleh Bapak Samsudin. Sejak tahun 1975, Pak Samsudin
berjualan Mie Ongklok di daerah Longkrang Wonosobo. Sejak saat itulah Mie
Ongkloknya terkenal dengan nama ‘Mie Ongklok Longkrang’ yang sampai saat ini
menjadi nama warung mie ongklok paling ngehits
di Wonosobo. Kini warung tersebut masih terus eksis dan dilanjutkan oleh
anak-anak Pak Samsudin.
Mie Ongklok Longkrang berada di Jl. Ronggolawe No. 14 Longkrang, Wonosobo.
Sangat mudah mencapai lokasi warung ini jika perjalanan pulang dari Dieng. Dari
arah Dieng, sampai daerah Kota Wonosobo ada pertigaan dengan lampu merah. Setelah
lampu merah tersebut, hanya ada 1 jalan satu arah untuk menuju pusat kota. Nah,
hanya beberapa meter dari lampu merah tersebut sebelum belokan ada warung Mie
Ongklok Longkrang di sebelah kanan. Kendaraan biasanya parkir di sisi kiri
jalan diatur oleh tukang parkir yang standby di sana. Nggak perlu takut
kehabisan, karena kalau sudah habis si bapak parkir pasti akan memberi tahu
jika ada pengunjung yang akan berhenti di sana. Tapi sebaiknya datang jangan
terlalu sore supaya tidak kehabisan.
Pemilik dan pegawai Mie Ongklok Longkrang tengah beraktivitas melayani pembeli |
Sebagaimana mestinya warung makan ngehits, tiap musim liburan selalu
ramai dikunjungi orang yang ingin merasakan sensasi kuliner khas Wonosobo. Seperti
liburan lebaran ini, sampai 3 kali lewat barulah yang terakhir kali (karena
rayuan juga) akhirnya pak suami rela antri demi mie ongklok. Terbilang sudah
cukup lama saya tidak mampir ke sana, mungkin terakhir kali sebelum si Kecil
lahir, makan di sana bareng keluarga suami. Kemarin karena kebetulan karena ada
adik yang ingin makan mie ongklok juga jadilah kami mampir ke sana sebelum
bertolak ke Semarang.
Pengunjung cukup ramai saat jam makan siang itu (kami datang sekitar
pukul 11 siang). Awalnya kami tidak dapat tempat duduk, lalu bergegas masuk
ketika ada serombongan keluarga yang baru selesai santap siang. Oia, saat
memesan mie ongklok kita akan diberi nomor antrian oleh petugasnya, sehingga
nanti saat karyawan lain yang bertugas mengantar pesanan dia akan lebih mudah
mencari posisi kita dengan menyebutkan nomor antrian.
Hanya selisih beberapa antrian sebelum kami, tapi dapatnya lumayan lama
juga karena setiap orang pesan minimal 5 porsi dan ada yang satu bis juga. Kebayang
kan, hebohnya si Kecil yang lari kesana ke mari penasaran dan tak sabar ingin
makan mie (ehm. Ya, dia suka banget bakmi).
Sebelum pesanan mie ongklok datang, tersedia tempe kemul dan geblek
hangat di meja, tentu tak disia-siakan dengan langsung melahapnya. Tahu tempe
kemul kan? Itu lho, makanan khas Wonosobo yang terbuat dari tempe digoreng
tepung warna kuning dengan tambahan irisan daun kucai. Khas-nya tempe kemul
adalah garing dan renyah, disantap saat masih panas dengan cabai rawit pasti
sangat nikmat. Sedangkan geblek juga makanan khas Wonosobo yang terbuat dari
tepung aci/pati. Mirip dengan cireng tapi bentuknya berlekuk seperti angka 8,
sehingga ada yang menyebutnya lekuk. Geblek
pun lebih nikmat disantap saat masih panas mengepul. Sensasi makan di tempat
dingin, gitu loh!
Mie ongklok sendiri terbuat dari mie telur kering, potongan sayur kol,
dan potongan daun kucai. Campuran bahan tersebut direbus lalu dituang ke dalam
mangkuk kemudian disiram dengan kuah kental dengan rasa yang cenderung manis. Kuah
kental tersebut terbuat cari aci/pati dengan bumbu rahasia. Untuk menambah
citarasa, di atasnya ditaburi ebi. Hm... Teman-teman pernah makan Lumpia
Semarang? Nah, kuahnya mirip dengan saus lumpia hanya saja rasanya lebih kaya.
Seporsi Mie Ongklok yang telah dicampur dengan kuah kentalnya Tempe kemul dan gebleknya kelihatan nggak? hihi |
Bagi sebagian orang, kuah kental ini bisa jadi (maaf) menjijikkan
terutama mereka yang tidak suka dengan yang lembek-lembek. Tapi menikmati mie
ongklok dengan kuah kental di Wonosobo dijamin endeus! Apalagi dengan sate sapi yang empuk, tempe kemul yang gurih
dan renyah, juga geblek yang tak kalah gurih. Jangan lupa untuk menambahkan
cabai rawit uleg sebelum mencampur mie di dalam mangkuk. Hm... yummy! Pilihlah minuman
panas supaya makin terasa sensasi makan di daerah dingin. Tapi ini selera sih
ya, buat yang lebih suka minum es, nggak ada salahnya pilih minuman dingin.
Nama Ongklok sendiri diambil dari kata ‘Ongklok’, yaitu alat yang terbuat
dari bambu yang digunakan untuk merebus campuran mie dan sayur untuk mie
ongklok. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam mie ongklok lalu direbus sambil
sesekali dibolak-balik di dalam ongklok-nya.
Untuk menikmati seporsi mie ongklok Longkrang, cukup merogoh kocek Rp.
8.000 dan kita akan menikmati semangkuk mie ongklok yang lezat. Kalau kata
suami saya sih porsinya kecil, jadi paling nggak buat dia adalah 2 porsi. Wkwkwkwk.
Kalau saya cukup seporsi, kebanyakan bisa eneg. Yang membuat pengeluaran banyak
jika makan di sini adalah ubo rampe alias tambahannya, hehe. Seporsi sate
sapi (isi 10 tusuk) dibanderol Rp. 22.000 (bisa untuk 2-3 orang), gorengan
(tempe kemul dan geblek) Rp. 1.000/biji, Teh manis hangat Rp. 2.000, jeruk
hangat Rp. 4.000 dan tambahan Rp. 1.000 untuk minuman dingin.
Mie Ongklok dan menu tambahannya. hm.. yummy! |
Kemarin kami pesan 7 porsi mie ongklok (4 dimakan di tempat dan 3
dibungkus), 2 minuman jeruk hangat, 1 teh hangat, 2 porsi sate sapi, dan 10
gorengan ditebus dengan Rp. 120.000. worth
it lah ya. Hehe.
Oia, bisa pesan mie ongklok yang masih mentah juga lho, kemarin pertama
kalinya kami pesan setelah sebelumnya hanya penasaran bisa pesan untuk dibawa
ke luar kota atau tidak. Jadi, 3 porsi mie ongklok yang dibungkus itu mie dan
sayurnya masih mentah dibungkus terpisah dengan kuah kental dan dibekali dengan
sebungkus cabe rawit juga.
Karyawannya menjelaskan cara untuk merebusnya, yaitu dengan melubangi
plastik lalu merebus mie dan sayur di dalam plastik setelah itu dituang di
mangkuk dan disiram kuah kental. Beliau tidak menjelaskan bisa tahan berapa
jam, tapi pesan sekitar jam 12 dan sampai di Semarang jam 8 malam rasanya masih
enak. Teteup, kalah dengan makan langsung di warung. Mungkin semacam kalau saya
masak tempe kemul di Semarang meskipun bumbu dan takaran tepung sudah disiapkan
katanya rasanya beda dengan makan di Wonosobo.
Baiklah, kalau di Semarang makan Bakmi Jowo langganan atau Tahu gimbal
aja kalau gitu. Makan Mie ongkloknya kalau pulang kampung ke Wonosobo saja.
So, jangan lupa mencoba kuliner satu ini saat berkesempatan mengunjungi
Wonosobo atau Dieng, ya Temans!
Selain Mie Ongklok Longkrang, banyak warung mie ongklok lainnya, termasuk
yang dijual dengan gerobak berjejer di area Alun-alun Wonosobo. Mau pilih
warung yang mana, oke aja lah temans!
Jangan lupa juga kalau mau traveling ke Wonosobo/Dieng colek-colek, kali
aja pas saya pulang kampung jadi bisa meet up di sana.
Semoga bermanfaat ya,
Salam!
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
penasaran sama kuah kentalnya..nyemm
Kalo bikin sendiri bisa gak ya? Cuman bumbu rahasia di kuah kentalnya itu lho...mendingan nyoba langsung kali ya
ah bodo amat
Kangen sekali dengan mie ongklok, sudah bertahun-tahun gak pernah merasakan lagi