Buku-buku yang Mengubah Hidupku
Daftar Isi
Assalamu’alaikum, Temans. Sudah baca buku hari ini?
Tema #ArisanBlogGandjelRel kali ini ditentukan oleh Mba Vita Pusvitasari
dan Mba Anita, tentang buku yang menginspirasi. jujur, tema kali ini makjleb
banget karena kemampuan baca saya sekarang minim sekali dibandingkan saat masih
lajang dan setelah menikah tapi belum punya anak. Menyalahkan anak? Tentu saja
tidak, penyebabnya pasti karena kurang ‘canggih’ mengatur waktu dan terlalu
banyak melototin layar smartphone.
Oke, sekarang sedang berusaha mengatur kapan boleh pegang HP dan kapan
tidak, terutama saat sedang membersamai si Kecil di rumah. Pun meluangkan waktu
untuk membaca, mulai lagi dari yang ringan semacam novel komedi ((sambil lirik
tumpukan buku yang sudah dibeli namun belum terbaca juga)).
Ngomong-ngomong soal buku yang menginspirasi, saya teringat 3 judul buku:
Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah karya Salim A. Fillah, Diorama Sepasang
Al-Banna karya Ari Nur, dan Bidadari-bidadari Surga karya Tere Liye. Berhubung
banyak buku yang menginspirasi tetapi mungkin saya sudah lupa buku yang mana
dan tulisan siapa, maka ketika yang muncul di kepala adalah 3 judul di atas
yasudah ini saja yang kuceritakan. Hehe.
Nikah Yes Pacaran No
Sejak SMP, saya seringkali menerima bully-an
dari teman-teman dan kakak kelas. Saya ingat betul, pertama saya masuk SMP di
madrasah tsanawiyah negeri, seragam sekolah saya belum jadi maka saya masih
memakai pakaian seragam Madsarah Ibtidaiyah (MI-setara SD) yang masih
menggunakan pakaian pendek dilengkapi jilbab. Ah, jangan bayangkan betapa culun
dan lucu-nya saya saat itu (lucu dalam arti semacam wagu, bukan lucu nggemesin),
di tengah lautan siswa berseragam panjang putih-biru ada seorang yang
mengenakan seragam SD pendek berkerudung.
Hm.. waktu itu bukan saya tidak mencari pinjaman seragam, karena semua
yang mau kupinjami pun masih memakai seragam yang sama, atau sudah
dicorat-coret cat saat kelulusan. Mau bagaimana lagi? Akhirnya saya pun nekat berseragam
merah-putih sampai seragam biru-ku selesai dijahit mamak.
Belum lagi wajahku yang kalau diam selalu terkesan jutek dan cemberut,
berkulit hitam pula! Setiap ada tugas maju ke depan kelas, sontak sebagian
teman laki-laki mengatai ‘black girl’ dengan tatapan dan cekikikan mengejek. Duh,
tak terbilang rasa malu dan wajah panas menahan amarah.
Lalu saat sudah berseragam putih-biru, ada kakak kelas yang entah kenapa menyetempel
kerudungku yang menjuntai dengan stampel ‘LUNAS’. Ah, dia tidak tahu betapa
kerudung seragam itu sangat berarti buatku. Ya, kerudungku yang cukup lebar
hanya seragam yang mirip kain mori (kain untuk membungkus mayat). Juga kaos
kaki bolong yang masih kukenakan karena belum mampu beli. Apalagi tiap hari
harus berjalan sekitar 3 KM menuju dan pulang sekolah, otomatis kaos kaki dan
sepatu cepat sekali aus. Ah... juga sederet bully-an lainnya.
Tapi masih banyak teman yang menyayangiku rupanya, termasuk seorang
sahabat yang rajin meminjami buku dan majalah miliknya.
Kenapa malah cerita tentang perundungan alias pembullyan sih? maaf, bukan
mau bikin sedih atau apa (kalau ingat sedih sih, tapi lets gone be go
ne). Itu menjadi salah satu penyebab saya benci laki-laki dan nggak pernah
berani dekat-dekat dengan mereka. Ya, laki-laki yang bisa kuajak bicara dengan
nyaman hanya bapak dan sebagian sepupu, selain dengan mereka saya memilih untuk
tidak dekat-dekat.
Memasuki dunia SMA, barulah rasa percaya diri mulai tumbuh meskipun minderan-nya tetap nggak hilang. Kebetulan
saat SMA bertemu dengan teman-teman yang sedikit tomboy dan sering bercanda
dengan teman lelaki. Mulai saat itulah saya mulai bisa bergaul dengan mereka
meski canggungnya nggak ketulungan.
Suatu saat, entah buku kepunyaan siapa menyebar dan dibaca bergilir
hampir seisi kelas. Buku ‘Nikmatnya Pacaran setelah Menikah’ tulisan Ustadz
Salim A. Fillah itu sukses membuat sebagian perempuan di kelas termehek-mehek dan
ingin menikah dengan jalan ta’aruf, bukan pacaran. Tak terkecuali saya, ehem! Waktu
itu belum bisa menghilangkan rasa benci terhadap lelaki tapi mampu mengubah
pandangan bahwa tetap ada laki-laki baik yang tidak suka membully. Hihi. Iyalah,
di sekitar juga banyak teman yang baik dan yang nggak disadari dulunya. Habis ingatnya
sama teman laki-laki yang tengil, sombong dan sok kece gitu... haha.
Baper Ingin segera Menikah Karena
Novel
Saat masih SMA, kebiasaanku adalah menabung uang saku agar bisa membeli
majalah dan novel. Suatu saat saya pergi ke toko buku yang menjual novel islami,
sayang buku incaranku sedang tidak tersedia. Akhirnya memilih novel ‘Diormana Sepasang
AL-Banna’ karya Ari Nur dengan setengah hati. Tapi setelah membacanya ternyata buku ini
malah bikin pengen nikah! Hahaha. Silakan, tertawalah sepuasnya. Wkwkwkwk.
Baper banget kan, habis baca bukunya Ustadz Salim A Fillah itu tiba-tiba
saya beli novel yang isinya tentang menikah tanpa pacaran. Hihi. Sssst! Nggak hanya
saya yang baper, teman-teman yang meminjam novel itu pun merasakan hal yang
sama. Apalagi tokohnya digambarnya seperti artis korea dalam drama ‘At the
Dolphin Bay’ (yang seangkatanku pasti ngerti deh).
Dan novel ini juga jadi inspirasi saat naksir teman cowok jadi nggak
pernah berharap pacaran sama dia. Adanya malah sahabatan sama teman se-gank dan
isinya ada si cowok itu. Ehm! Nggak baper ko nulis ini, sudah punya jalan
masing-masing.
Laisa si Sulung yang Perkasa,
Bidadari Surga
Novel Bidadari-bidadari Surga karya Tere Liye ini baru kubaca setelah
pulang kampung dan bekerja di kota kelahiran. Kebiasaanku tiap akhir pekan
adalah nongkrong di perpusda dan meminjam komik/novel. Suatu saat menemukan
novel Tere Liye yang ternyata isinya membuat pembaca nangis bombay dengan
kisahnya.
Teman-teman pasti pernah membaca novelnya atau menonton film-nya bukan? Tentang
seorang kakak (maaf, buruk rupa) bernama Laisa dengan adik-adiknya. Laisa dengan
segenap kelebihan di balik kekurangannya, juga adik-adik (tiri) nya yang
rupawan dan cerdas cendekia.
Membaca novel ini seperti berkaca, karena saya adalah anak sulung dengan
tiga orang adik laki-laki dan perempuan. Iri dengan tokoh Laisa yang begitu
besarnya berkorban untuk adik-adiknya, bahkan hingga urusan menikah dan sampai
meninggalnya dia tak ingin merepotkan keluarga, utamanya adik-adiknya.
Hm.. mewek waktu membaca itu, mengingat saya ini anak sulung dan baru
merintis kerja. Gajiku hanya cukup untuk biaya transportasi selama sebulan,
belum bisa memberi sesuatu untuk orang tua dan adik-adik. Hm.. intinya baper
(lagi) pas baca novel ini, sampai berderai-derai.
Setelah berkontemplasi (halah) akhirnya hanya bisa mengambil kesimpulan
bahwa setiap orang harus kuat, namun dengan kapasitasnya masing-masing. Membandingkan
dengan orang lain tak akan mengubah keadaan, hanya malah membuat kita makin
terpuruk. Jalan terbaik adalah mengambil pelajaran, menemukan apa yang sesuai
untuk kita dan melakukan yang terbaik tanpa membandingkan. Lewat ‘Bidadari-bidadari
Surga’, saya merasa makin mencintai adik-adik dan keluarga *laflaflaf*
Sebenarnya masih banyak sih buku yang ‘menampar’ dan membuatku berubah,
tapi banyak yang lupa judul dan penulisnya. So, semoga 3 ini juga bisa memberi
inspirasi untuk teman-teman semua.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam