ANUGERAH TERINDAH*
Daftar Isi
Syukur itu,
Saat helaan nafasmu teramat berat
Namun kau masih berusaha bertahan
Syukur itu,
Saat tangismu tertumpah ruah
Tapi kau masih mampu tersenyum di sela
riuh
Hanya karena kau percaya
Ujian dariNya tak kan melebihi
kapasitasmu
Syukur itu,
Saat kau berharap berlian
Namun kau mendapati pualam
Dan kau meraupnya dengan hati lapang
Syukur itu,
Seharusnya ada dalam setiap hela detik
waktu
Karena berjuta karuniaNya
Meski mungkin kita alpa
Syukur itu,
Sabar dan bertahan
Tersenyum dan menerima
Ikhlas dalam takdirNya
Sore itu aku duduk berdua dengan Neesha,
adikku yang akan memasuki bangku kuliah.
“Mba, kalau tidak dapat beasiswanya bagaimana?” Neesha bertanya
padaku dengan muka memelas. Aku terdiam, kegundahan yang sama telah melingkupi
benakku sejak beberapa hari ini. Seperti juga Bapak dan Mak kebingungan meski
tak hendak memperlihatkan kepada kami, anak-anaknya.
Aku hanya terdiam. Merasa bersalah karena
sebagai anak tertua namun belum bisa membantu meringankan beban mereka. Aku
hanya bisa berdo’a agar Bapak dan Mak beserta ketiga adikku senantiasa
dimudahkan dan diberikan yang terbaik.
Selanjutnya kami hanya membisu memperturutkan fikiran yang
melanglang buana.
Setahun yang lalu, Neesha telah mengikuti
seleksi perguruan tinggi kedinasan namun agaknya bukan disana tempat
terbaiknya. Lalu tahun ini dia mendaftar beasiswa bidikmisi, berharap ada
kemurahan Allah di sana. Setelah melalui seleksi, ia pun dinyatakan lolos dan
berhak mengikuti ujian SNMPTN tanpa biaya. Semoga ini awal yang baik, do’aku
waktu itu. ia putuskan mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan di Universitas Diponegoro
Semarang.
Menjelang Ramadhan 1433H, dia dinyatakan lolos
masuk Ilpus Undip. Perasaan bahagia memenuhi hatiku saat mendengar kabar itu.
“Alhamdulillah, lolos. Barakallah, Kapan registrasi, nduk? Berapa biayanya?” Tanya Bapak
begitu kabar itu sampai di telinganya. Dari nada suaranya, jelas ia bahagia
bercampur cemas.
“Hampir 9 juta Pak,” jawabku sembari memperhatikan pengumuman
dengan seksama. Tak urung aku pun cemas, kupahami benar kecemasan Bapak.
“Tenang Pak, untuk penerima bidikmisi tidak perlu membayar dulu.
Menunggu keputusan dari rektor tentang siapa yang lolos menerima beasiswa itu
di tiap universitas. Kita berdo’a saja semoga lolos, biasanya kuota di Undip
banyak!” Jawabku berusaha menenangkan Bapak, juga Mak yang tak kalah tegang
menungguku membacakan syarat-syarat registrasi.
Semenjak hari itu, do’a-do’a selalu kami
ucapkan agar Allah memberikan rizki terbaik untuk adikku yang satu itu, agar
sedikit ringan beban kedua orangtua kami. Agar mereka tak terlalu berat
memikirkan dua anaknya yang masih kuliah dan satu lagi tengah menyiapkan
sekolah SMP.
Sebulan kemudian, tanggal 26 Agustus
2012
Siang ceria di Semarang.
Aku mengantarkan Neesha ke Semarang, menuju
rumah kos yang akan ditempatinya selama setahun ke depan. Dia terlihat bingung
dan takut. Maklum, dia jarang sekali pergi ke luar rumah apalagi ke luar kota
lebih dari sepekan.
Hari Ahad
ini puncaknya arus balik idul fitri. Sungguh berat menempuh perjalanan
Wonosobo-Semarang menumpang bis ekonomi yang pernuh sesak. Kami harus berdiri
dan berjejalan dengan berpuluh penumpang lain. Bau asap rokok, keringat, udara
yang panas, suara penjaja makanan, pengamen yang naik-turun bis semakin menambah
gaduh suasana di dalam bis. Kulihat Neesha sangat kepayahan, syukur ia bisa
bertahan sampai di Semarang dan tidak mabuk perjalanan.
“Dik, dilihat dulu saja pengumuman bidikmisinya, tadi anak Ibu
sudah lihat, Alhamdulillah lolos. Sudah lega sekarang.” Kata seorang ibu
berkerudung lebar yang kutemui di rumah kos. Rupanya ia tengah mengantar
anaknya yang juga penerima bidikmisi.
“Oia Bu? Sudah ada pengumumannya?” tanyaku memastikan kabar yang
ia bawa.
“Sudah. Lihat dulu saja sana, sebelum pulang.” Sarannya
Aku mengangguk dan mengikuti saran beliau
untuk melihat pengumuman. Berdua kami menumpang angkot menuju rektorat.
“Biasanya info-info seperti itu dipasang di mading kesma. Langsung
kesana saja”, ucapku pada Neesha.
Kami menuju rektorat Undip dalam diam, dan begitu
mendapati nama lengkap sekaligus jurusannya terpampang di papan pengumuman itu,
seakan ada semilir angin syurga menyapa kami, membawa kebahagiaan dan kelegaan
tak terhingga.
Daun-daun pun bergemerisik ikut mensyukuri
kebahagiaan kami. Kulihat Neesha bersujud penuh syukur, matanya berkaca-kaca. Nafas
lega seolah meenggut segala beban di dada yang telah menggemuruh selama
penantian itu.
“Alhamdulillah, Mba… lolos..” serunya
tertahan. Jika tak ada orang lain di sekitar kami mungkin ia akan berjingkrak-jingkrak
memamerkan kebahagianya.
Aku hanya mampu mengangguk, mengucapkan selamat untuknya dan
memeluknya erat. Aku pun tak sanggup lagi menahan haru yang menggelegak. Tangis
itu pun pecah. Tangis kesyukuran atas nikmat dan anygerah terindahNya.
Subhanallah…
Yaa Allah… Engkau memang selalu tahu apa yang kami butuhkan.. terimkasih atas
segala karuniaMu, semoga Engkau senantiasa memberkati kami.
Jika dalam kondisi berat saja kita masih harus
bersyukur, terlebih dalam kondisi seperti ini, Yaa Rabb…
Maafkan kami jika mungkin kami teramat sempit
mensyukuri setiap nikmat yang Kau beri untuk kami.
Berita gembira itu..
Sore itu juga
aku kembali pulang ke Wonosobo. Membawa kelegaan dan hati mengharu biru. Sepanjang
jalan tak henti kuingat skenario Allah yang teramat cantik untuk kami.
“Bapak, Mak, Alhamdulillah,
Neesha lolos beasiswa..” kataku mengabarkan berita gembira itu kepada mereka.
“Alhamdulillah….. rizki untuk Neesha dari Allah, semoga berkah.”
Sahut Bapak.
“Aamiin….”
“Terus, masih harus bayar yang 9 juta itu apa tidak, Nduk?” kali ini Mak yang urun suara.
“Nggak bayar lagi, Mak. Gratis semuanya, malah insyaAllah dapat
uang saku tiap bulan. Tapi kalau jumlah uang sakunya berapa, saya kurang tahu.”
“Alhamdulillah…” kali ini keduanya bersamaan denganku kembali
memuji kebesaran Allah.
“Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu
dusatakan?” (Q.S Ar-Rahman 55:55)
*Tulisan ini pernah diikutkan dalam sebuah lomba di dunia maya tetapi belum lolos :D
#ODOP #BloggerMuslimahIndonesia
#ODOP #BloggerMuslimahIndonesia
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Such a warm poem kak.. ^^