Jasmerah dan Kacang Lupa Kulitnya
Daftar Isi
Bismillah, mengawali postingan pertama #ODOPBloggerMuslimahOkt17 dengan
tema Jangan Melupakan Sejarah. Tema yang berat menurut saya, meski bahasan
'sejarah' itu cakupannya sangat luas. Mau membahas sejarah nasional negara
kita, sejarah islam, sejarah batik yang diperingati hari ini (tanggal 2 Oktober),
sejarah sang mantan *eh, buku sejarah, tanggal bersejarah, situs bersejarah,
baju bersejarah, eh ko malah ngelantur.
Setiap orang pasti pernah mendengar ungkapan populer 'jangan sekali-kali meninggalkan sejarah' atau 'jasmerah' yang diucapkan oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Setiap orang pasti pernah mendengar ungkapan populer 'jangan sekali-kali meninggalkan sejarah' atau 'jasmerah' yang diucapkan oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Tapi kali ini saya justru lebih tertarik untuk melihat dari sisi yang
lain, sebuah peribahasa Indonesia yang juga tak kalah populer, 'kacang lupa
kulitnya'.
Kenapa kacang bisa lupa kulitnya? Yaiyalah,
setelah isi kacang dimakan kulit dibuang dan dilupakan, masa mau dimakan juga?
Atau mungkin masih bisa dimanfaatkan untuk dijadikan kerajinan tangan atau
didaur ulang bagi mereka yang memiliki jiwa kreatif.
Menelisik kembali dari mana kita
berasal
Mari sejenak kita memikirkan, kita yang sudah menjadi seorang manusia
sesempurna ini, dengan dibekali perengkat untuk memahami apa-apa yang ada di dunia
masihkah merasa sombong dengan apa yang dimiliki? Yang sejatinya hanyalah
titipan dari Allah SWT.
Sangat tidak etis ketika seseorang merasa sombong terlebih di hadapan
Allah, karena awalnya semua manusia berawal dari hal yang sama, hanya garis takdir-Nya
lah yang membuat seseorang berbeda. Dan lagi, paling mulia di hadapanNya adalah
yang bertaqwa.
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa
yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada
kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya.” (Q.S Al-Hajj: 5)
Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman:
“Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S AL-Mu’minun: 4)
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik, dengan diberi
kemuliaan akal yang membedakannya dari makhluk Allah yang lain. Tentu, jika
mempelajari bagaimana proses penciptaan itu tak ada yang menghalangi hati untuk
tergetar dan berucap syukur dengan segala kesempurnaan prosesnya.
Bagaimana rahim disiapkan untuk menerima ‘tamu’ di dalamnya, sperma yang
berjuang untuk mencapai dan membuahi telur, lalu sel-sel yang menyiapkan diri, hormon
yang mengikuti setiap prosesnya, dan segala macam kejadian yang berlangsung
dalam rahim seorang ibu. Tak ada yang lepas dari pengawasanNya dan kalkulasi
detail yang sangat presisi.
Itulah ‘sejarah’ kita yang sesungguhnya, yang semoga tidak menjadikan
kita terlena dan terlupa jika ‘telah menjadi orang’ saat ini atau kelak.
Dan makhluk yang berjasa dalam sejarah itu tak lain tak bukan adalah ibu.
Ibu yang 9 bulan menjaga titipan-Nya dalam rahim, berjuang saat masanya titipan
itu melihat dunia, yang mendidik hingga dewasa. Entah ia ibu yang bekerja atau
ibu rumah tangga, seorang ibu yang memberi ASI hingga 2 tahun atau yang diberi
ujian ASI-nya kurang lancar, ibu yang berpendidikan tinggi maupun ibu yang yak
mampu mencicipi bangku sekolah. Semua sama, dengan panggilan dan jiwa ibu dalam
dirinya.
Maka jangan sampai kita melupakan semuanya, sejarah dan perjuangan yang
telah mereka lewati.
Ah ya, saya pernah merasa dikecewakan oleh orangtua karena kekecewaan
mereka pada saya. Dan saat itu rasanya ingin membuat pernyataan bahwa jika ada
orangtua merasa kecewa pada anaknya, maka jangan salahkan jika ada anak yang
kecewa pada mereka. Nyatanya, harusnya kita tak usah kecewa pada manusia karena
tak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milikNya. Saat merasa
dikecewakan, tugasnya hanyalah untuk introspeksi dan menelisik kembali ke dalam
diri, apa yang salah dengan saya.
Semoga, kita tak menjadi sebiji kacang yang lupa kulitnya, menjadi manusia
yang sadar dari mana asalnya sehingga tak terbersit kesombongan di dalam diri.
Allahua’lam,
Semoga bermanfaat,
Salam,
Tulisan ini diikutkan dalam program One Day One Page (ODOP) BloggerMuslimah Indonesia Oktober 2017
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
____
Karena segala sesuatu yang baik atau yg buruk akan kembali pada kita juga ya, mba