5 Facts About Arina Mabruroh
Daftar Isi
Assalamu’alaikum, Temans.
Duh, tema #BPN30DayChallenge kali ini sebenarnya sederhana ya, tentang 5
fakta diri sendiri. Tapi... ternyata rumit juga waktu mau nulis, bingung yang
mana pantas ditulis. Hihi. Berasa mau dikulitin gitu, wakakakak. Serem amat
dikulitin.
Oke deh, demi memenuhi target tema yang sudah ditentukan, cuss aja. Ini dia 5 fakta tentang me, myself.
1. First, Anak Pertama dari 4 Bersaudara
Ini fakta tak terbantahkan. Lahir setahun setelah pernikahan bapak
Zakaria dengan Ibu Musringah, di pelosok kota kecil nan sejuk, Wonosobo.
Ssst! Kubisikin ya, bapak-mamak
saya tuh jaraknya 11 tahun. Waktu itu mamak menikah usia 18 tahun, sehingga di
usia beliau yang ke-19 sudah menggendong saya sebagai anak pertamanya. Lalu di
usia 26 tahun sudah punya anak 3 perempuan, dan terakhir melahirkan anak
laki-laki yang diidamkan keluarga di usia 35.
Loh, ko malah bahas mamake sih?
wkwkwk.
Arina kecil hidup dalam keluarga petani sederhana dan menikmati masa
kecil di desa yang sangat akrab dengan alam. Ke ladang, ke sawah, ke kali, adalah
aktivitas yang hampir setiap hari dilakukan bersama teman-temannya.
Berhubung punya adik perempuan 2 orang, jadinya sering berantem dengan
mereka. Jika dekat selalu adu mulut, tapi kalau jauh rindu.
Alhamdulillah bersama adik-adik insyaAllah selalu akur, berantem hanya
sekadar dinamika sesama saudara saja. Semoga selalu akur hingga kelak telah menjadi
keluarga besar.
2. Second, Lebih Suka Nonton Film Komedi Romantis daripada Drama Berseri
Dulu, saat teman-teman ‘keracunan’ drama Korea, saya hampir tidak pernah menyentuhnya.
Saya lebih suka nonton movie baik dari Barat maupun Asia semacam Korea, Jepang,
dan Thailand.
Saat masih mahasiswa dulu, jika ada waktu libur biasanya kami habiskan
dengan menyewa DVD dan menghabiskan hari menonton beberapa judul film. Lebih memilih
movie karena bisa sekali duduk selesai cerita, atau maksimal jika berseri hanya
3-4 seri. Tipe orang yang penasaran seperti saya, hampir tidak bisa memejamkan
mata ketika nonton drama berseri. Rasanya kelanjutan cerita dan para tokohnya
berputar-putar di kepala. Palingan sih akhirnya nonton sambil skip-skip
supaya cepat tahu endingnya. Hahaha.
Jadi, semenjak menikah dan suami punya hobi menonton drama kolosal baik Korea,
Jepang, maupun Cina, saya kadang ‘intip-intip’ sedikit.
Etapi suami juga sering
mendapat ‘pesanan’ untuk download drakor dari teman kerjanya dulu, saat masih
di Semarang dan kami memasang WiFi. Sejak itulah saya mulai sedikit-sedikit
nonton drakor.
Sebel banget kalau nonton drakor karena saking penasarannya saya sering
nggak bisa tidur dan malas mau ngapa-ngapain. Jadi asyiknya nonton drakor waktu
sedang datang bulan, akhir pekan saat si kakak tidak sekolah, dan suami jadwal
shift malam. Paginya bisa gegoleran malas-malasan,
milih beli untuk sarapan pagi, dan masak seadanya untuk makan siang dan malam. Parah banget kan? Jangan ditiru lah...
Btw sekarang jadi sering
penasaran kalau ada teman yang mengulas drakor, tapi masih jarang nonton juga. Hemat
kuota sekarang mah.
3.Third, Masih Trauma Naik Motor
Ini yang parah banget dan sering bikin malu. Iya, ibu mertua saya aja
sudah mulai sepuh masih bisa naik motor, saya malah belum berani lagi. Menantu
macam apa inih! Plaaaak!
Sudah sering latihan, tapi untuk mengembalikan mental –aku-berani-naik-motor-
susahnya minta ampun. Apalagi ‘penyakit’ saya yang masih sama yakni grogi ketika berpapasan dengan kendaraan lain,
lalu reflek tangan untuk menarik tuas rem dan mengurangi gas masih sangat
buruk. Yakali, saya malah ngegas saat seharusnya ngerem. Berkali-kali saat
latihan saya salah, oleng, hampir nabrak, terlalu ke tengah, dsb sampai eneg mendengar ceramah suami. Huhu.
Bagaimana dong, ini?! sebenarnya saya butuh banget bisa naik motor karena
anak-anak beranjak besar pasti saya butuh antar-jemput sekolah dan atau untuk
kebutuhan sehari-hari lainnya. lebih penting lagi jika saya bisa naik motor
maka bisa mencari kos yang lebih murah. Tapi sekarang suami juga masih ragu
melepas saya sendiri di jalanan Kota Denpasar yang super padat.
4. Fourth, Menikah dengan Teman
Yang pakai hestek #TemanTapiMenikah cung! Iya, saya menikah dengan teman
kuliah saya. Teman sekelas _tapi tidak akrab di kelas_ uniknya, Nomor Induk
Mahasiwa kami hampir sama A2B005043 (suami) A2B005053 (saya). Hahaha. Penting
banget diceritain di sini, peace!
Kami juga tidak pernah menyangka akan menikah, saat sama-sama di
organisasi Rohis fakultas malah sering berantem dan beliau sering jadi common enemy teman-teman cewek rohis. Jadi
hati-hati, kalau berantem sama teman nggak usah keteraluan, siapa tahu dia
jodoh kamu. Ups!
Kalau dibilang undangan pernikahan kami cukup ‘menggemparkan’, ada
benarnya juga. halah bahasanya lebay
sih, nggak segitunya juga. banyak yang kaget, iya. Karena nggak ada angin nggak
ada asap tiba-tiba nyebar undangan dan dua pekan lagi akan menikah.
Sekarang setelah hampir 6 tahun menikah, kadang lupa jika kami dulu
adalah teman kuliah.
“Tahu nggak, tadi aku ketemu teman
kuliah di Fb trus kita ngobrol.”
“Siapa?”
“Si-X. Eh, kita kan dulu kuliah
bareng ya?! Iya, si-X teman kita maksudnya...”
Awkward banget kan?! Habis itu ngakak
so hard barengan.
5. Fifth, Pernah Melahirkan Secar dan Normal (VBAC)
Bisa melahirkan dengan normal setelah sebelumnya SC bukanlah sesuatu yang
patut dibanggakan apalagi disombongkan. Saya bercerita hanya sebagai bentuk
rasa syukur dan dukungan terhadap ibu yang melahirkan secara sectio, bahwa harapan untuk melahirkan
normal itu selalu ada. Tentu, dengan memerhatikan betul kondisi ibu dan janin
sebelum persalinan.
Baca: KisahVBAC-KU
Tahun 2014 melahirkan anak pertama dengan SC, sempat membuat dunia serasa
runtuh. Cibiran mengenai menjadi ibu yang tidak sempurna dan bukan ibu
sebenarnya karena belum merasakan ‘nikmatnya’ melahirkan pervaginam memukul
telak dada saya. Luka bekas operasi yang masih belum sembuh benar seolah
disayat kembali.
Ketika hamil lagi, saya getol mencari informasi seputar melahirkan normal
setelah sebelumnya sectio. Banyak alasan, salah satunya adalah karena saya
trauma dengan proses operasi. Apalagi, melahirkan normal/pervaginam akan lebih
cepat pemulihannya.
Saya masih amazed dengan
kebesaran dan kuasa Allah hingga saya bisa melahirkan normal si baby Salsa. Karena
itulah bersama 2 sahabat sesama VBAC-ers mendirikan Komunitas Support VBAC. Komunitas
ini masih berupa bibit kecil, masih sebatas di grup WA. Kami ingin mendukung dan
menebarkan aura positif untuk ikhtiar VBAC, agar ibu bisa melahirkan alami.
MasyaAllah melahirkan alami memang lebih banyak manfaatnya baik terhadap ibu
maupun bayi.
Peluang keberhasilan VBAC hingga 80% namun banyak orang yang memilih
20%nya yakni sectio berulang. Kami mencoba
memberi semangat agar para ibu SC-ers mengambil peluang dan ikhtiar dari
peluang 80% tersebut. Hasilnya nanti tentu kita serahkan kepada Allah melalui
perantara ahlinya. Semoga komunitas ini bisa berkembang dan selalu memberi
dukungan untuk para ibu. Aamiin..
Baca juga: TipsAgar Berhasil VBAC
Alhamdulillah ‘ala kulli haal.. mohon doanya semoga saya bisa terus berproses
menjadi orang yang lebih baik (bukan orang yang merasa baik) dan meninggalkan
yang buruk di masa lalu maupun sekarang.
PS:
Itu saya sengaja udah pakai angka masih pakai pertama, kedua dst. Hehehe.
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Lbh awkward lagi krn aku nikah sama adik angkatan. Suami lagi ngomongin kakak angkatan trus aku yg inget duluan, "ya aku udah tau. Dia kan temen seangkatanku." hahaha..