5 Jurus Jitu Anti Baper
Daftar Isi
Baper (v): bawa perasaan
Siapa sih, tak kenal istilah satu ini? Atau mengalaminya?
"Aku baper, datang ke kondangan ditanyain mulu kapan nikah. Sebel
kan?!"
"Baper itu, ketika ditanya kapan si kakak punya adik. Yakali bisa
beli di warung sebelah!"
"Baper tingkat nasional, saat ada idola yang nikah."
Pernah ada yang begini? Hihi.
Kalau saya sih baper kalau dibilang ijazahku nggak bermanfaat karena nggak
kerja.
Well, sekarang nggak pakai
baper lagi kalau dikomentari semacam itu. Karena saya katakan pada diri sendiri
bahwa saya juga bekerja, di ranah domestik. Saya tidak mendapat gaji, maka
semoga Allah yang langsung 'menggaji' saya. Aamiin..
Sekarang saya kadang baper ketika diri sendiri sedang badmood.
Coba yuk, 5 hal berikut bisa mengurangi kebaperan:
Baper bisa terjadi ketika kita sudah berpikiran negatif terlebih dahulu. Negative thinking alias suudzon
alias berburuk sangka nggak bagus kan?
Kalau sudah berburuk sangka baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
orang lain, biasanya otak tidak mampu 'zero
mind process'_meminjam istilah Ary Ginanjar_ sehingga yang baik bisa
terlihat buruk dan sebaliknya.
So, menyebarkan aura positif
akan mengurangi tingkat baper.
2. Selalu Melihat Satu Hal dari
Berbagai Sisi
Tidak 'diangkut' ke whatsapp group (WAG) alumni sekolah dan atau kuliah?
Tak perlu baper, artinya semakin sedikit grup yang diikuti, semakin sedikit
kerja smartphone, akan makin
memudakan pekerjaan yang biasa dilakukan lewat gawai tersebut. Asyik kan?
Tiba-tiba nggak diajak hang out
sama teman se-gank. Nggak perlu baper
apalagi emosi. Nggak hang out artinya
nggak perlu keluar kocek untuk jajan/makan di luar, dan ada waktu yang bisa
dimanfaatkan untuk hal lain misalnya membaca buku, nulis, mewarnai, mencoba hal
baru, atau sekadar tidur nyenyak tanpa gangguan.
Hey! Dengan seperti itu kita
bukan juga menjadi makhluk anti-sosial ko! Kita tetap harus berinteraksi dengan
teman dan tetangga, namun sewajarnya saja. Jika ada hal yang membuat kita tidak
nyaman, selalu lihat dari sisi lain atau posisikan diri kita sebagai orang
tersebut.
3. Jauhi Sumber Pembuat Baper
Pernah mengalami baper memuncak tingkat dewa ketika bertemu seseorang?
Saya pernah dong!
Ceritanya ada kenalan yang (sebenarnya) orangnya asyik buat ngobrol
karena supel banget. Tapi bicaranya selalu tinggi, terkesan selalu menganggap
orang lain nggak tahu apa-apa dan nggak punya apa-apa.
Yang dibicarakan selalu yang berkaitan dengan uang, harta, punya uang
segini lah, punya itulah, ga suka begini, habis jalan ke mana, habis makan di
mana, dll. Bagian ini saya nggak baper sih, cuma malas ngobrol aja jadinya,
haha.
Parahnya lagi, jika sedang ngobrol sering bertanya "tahu istilah ini
kan Mba?" dan itu untuk bahasa-bahasa umum yang sering dipakai. Hm.. Kalau bahasa daerah yang saya nggak
paham sih wajar ya, tapi kalau bahasa Indonesia atau istilah asing yang sering
digunakan, ko wagu banget kalo
ditanyain ke lawan bicara 'paham istilah ini apa nggak'.
Saya sampai membatin, "apa se-oneng itu ya tampangku kalau lagi
ngobrol sama dia?" wkwkwwkwk. Entah itu memang gaya bicaranya atau bagaimana
saya kurang paham.
Tapi akhirnya saya memilih untuk meminimalisir bertemu dan ngobrol
dengannya. Saya memilih untuk menjauhi sumber yang membuat saya cepat baper dan
mood saya jelek.
Sialnya jika orang yang membuat kita sering baper ini harus sering-sering
dekat dan berinterksi, misalnya teman satu kos atau seorganisasi. Solusinya?
Tetap sama, meminimalisir berinteraksi selain hal-hal penting yang dibutuhkan,
dan sabarkan hati seluas-luasnya karena mau tak mau akan sering bertemu.
4. Berdamai dengan Diri Sendiri
Seringkali, rasa baper muncul karena kekecewaan terhadap diri sendiri dan
keadaan sekitar. Dalam kondisi seperti ini, lalu mendapat pemantik dari ucapan
atau tingkah laku seseorang, maka muncullah baper tingkat akut.
Berdamai dengan diri sendiri adalah kunci utamanya. Iya, kadang kita
terlalu under estimate dengan diri sendiri. Jangan over confidence juga sih, seimbang saja. Mana yang memang menjadi
kemampuan kita, kembangkan dan mana kelemahan kita, minimalkan.
Cintai dirimu, minum yakult tiap hari *eh bahagiakan dirimu.
5. Jadi Orang Cuek (Juga) Baik
Dulu, saya adalah orang yang sangat mudah tersinggung. Entah karena
perasaan yang sangat halus atau karena bibit baper yang muncul karena perlakuan
di masa lalu.
Ada yang sedikit-sedikit membicarakan saya karena status FB yang saya
buat, ada yang ngomongin saya di belakang (dan akhirnya saya dengar juga)
padahal di depan berlagak baik, atau membicarakan orang-orang terkasih saya dengan
semena-mena. Suami saya selalu menjadi teman curhat dan luapan emosi saat saya
sakit hati mendapat perlakuan seperti itu.
Lama-kelamaan saya merasa lelah dengan semuanya. Lelah memikirkan saya
harus membuat mereka senang, lelah harus berbaik-baik di hadapan mereka padahal
saya menyimpan sakit hati yang teramat sangat.
Akhirnya saya belajar untuk cuek, belajar untuk terus berjalan meski
dengan tatapan sinis dan cibiran mereka.
Seperti kata Tere Liye, kita tak bisa memaksa seseorang untuk menyukai atau
membenci kita.
Yup! Yang bisa kita lakukan
adalah berproses untuk menjadi baik dan lebih baik, seterusnya.
See?! Jadi cuek dan mencoba
menutup telinga dari cibiran orang ternyata bermanfaat juga. Nah, jadi nggak
sering baper lagi kan?
Selain itu, tips klasik mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat juga
cara ampuh agar terhindar dari baper. Saat mood
jelek, mending berdiam diri dulu dan tidak 'menyentuh' media sosial lalu
'berlaga' lagi setelah hati stabil.
Temans punya tips lainnya nggak nih? Jangan ragu buat sharing ya!
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam