Menjadi Blogger Part time, Why Not?!
Daftar Isi
“Kerja di mana?”
Begitu pertanyaan yang muncul saat saya berkenalan dengan seorang ibu, setelah
saya menyebut nama dan tempat tinggal.
“Saya di rumah, Bu.”
“Dulu, SMA-nya di mana?”
“Saya lahir sampai SMA di Wonosobo, Jawa Tengah.”
“Oh, begitu... kuliah?”
“Iya, Bu.”
Saya sudah sangat paham pertanyaan-pertanyaan beliau mengarah ke mana. Maka
saya hanya mengiyakan sambil nyengir kuda. Dari ekspresi wajah beliau saya bisa
melihat beliau tidak rela jika ada perempuan lulusan perguruan tinggi yang ‘hanya
di rumah saja’.
“Wah, kuliah trus sekarang di rumah saja?!”
Hm... rasanya pengen garuk-garuk bangku di depan saya lalu lemparin ke
ibu itu. Eh, nggak ding. Kualat nanti.
Sudah bosan ya mendengar mom war seputar menjadi ibu yang berkarya di
rumah atau di luar. Kali ini bukan mau bahas pro-kontra seputar itu,ya Temans. Hanya
saja memang generasi tua lebih
banyak yang kurang sepakat dengan perempuan yang sekolah tapi tidak bekerja di
ranah publik. Termasuk di Ibu yang berkenalan dengan saya beberapa hari yang
lalu.
Saya bisa memaklumi, ketika orangtua membiayai pendidikan anak hingga
perguruan tinggi, tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan. Mereka pun
berharap dengan bekal pendidikan tersebut si anak bisa memperoleh penghidupan
yang jauh lebih baik dari mereka. Namun terkadang mereka juga lupa, seiring
perkembangan zaman, lapangan pekerjaan semakin sulit dicari sementara masih
banyak orang yang berpandangan bahwa bekerja adalah ngantor. Ketika anaknya
tidak terlibat dalam pekerjaan yang ‘terlihat sebagai pekerjaan kantoran’
kadang orangtua khawatir apakah anaknya akan bisa mencukupi hidup dirinya dan
keluarganya.
Perkembangan dunia digital seperti sekarang ini memunculkan ranah ekonomi
kreatif yang jauh lebih luas. Dari gawai, dari komputer di rumah dengan
sambungan jaringan internet seeorang bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah yang
selalu mengalir deras ke rekeningnya. Nah, jangan-jangan dikira pelihara babi ngepet
yak? Karena nggak terlihat ‘bekerja’ tapi memiliki penghasilan.
Bapak saya berhasil mem-brainwash
saya bahwa tugas seorang perempuan adalah mengabdi kepada suaminya. Dia boleh
berpenghasilan tetapi dari rumahnya, seperti Fatimah putri Rasulullah yang mendapat
uang dari menganyam tikar. Kecuali suami mengizinkan, maka seorang istri boleh
bekerja di luar. Dulu bapak juga memberikan toleransi beberapa pekerjaan yang harus
dipegang perempuan sehingga dia harus keluar. Misalnya bidan, dokter kandungan,
dll.
Boleh setuju dan boleh tidak, ya Temans. Saya hanya sharing apa yang dulu disampaikan oleh bapak saya dan selalu saya
ingat sampai sekarang. Lain ladang lain ilalang, lain kepala lain hati. Setiap orang
pasti punya pandangan masing-masing, peran kita hanya untuk menghormati satu
sama lain.
Hmmm... btw intro-nya ko panjang banget ya. Hihi.
Selepas kuliah saya pulang kampung dan mengabdi di salah satu lembaga
amil zakat. Memang tidak sesuai dengan keilmuan yang saya miliki. Namun saat
itu saya berpikir itu sebagai batu loncatan sebelum mendapatkan pekerjaan ideal
sesuai harapan dan sesuai disiplin ilmu. Namun Allah berkata lain, karena saya
menikah dan harus resign untuk
mengikuti suami ke Semarang. Sejak saat itu saya berhenti bekerja.
Terlebih tak lama setelah menikah Allah menitipkan buah cinta kami di
rahim saya. Trimester pertama kehamilan dilalui
dengan mual muntah membuat saya memilih untuk tidak mencari pekerjaan. Apalagi membayangkan
jika nanti saya bekerja harus cuti melahirkan lalu kembali bekerja setelah bayi
lahir.
“Di rumah aja gimana? Kalau dipikir-pikir, nanti kita punya bayi kasihan
kalau dititipkan ke ibu. Kalaupun bekerja dan nyari pengasuh kita juga harus
membayar kan? Iya kalau gajinya cocok, kalau nggak, jadinya impas kan?” begitu
kata suami saat kami membahas seputar saya bekerja atau tidak.
“Kita bikin usaha dari rumah aja, gimana?” sambung saya.
Kami pun akhirnya memutuskan untuk berjualan kentang dari Wonosobo,
kulakan sekaligus pulang kampung. Pernah merasakan ditipu pengepul kentang,
merasakan kentang tidak laku sampai busuk, dan sebagainya.
Saya beralih berjualan online setelah mendapat suntikan modal dari bapak
mertua berupa HP Blackberry edisi lawas. Namun prospeknya masih kecil karena
saya hanya menjadi sub-reseller.
Setelah berdiskusi sana-sini dan sharing
dengan seorang sahabat yang sukses menjadi biro penerjemah tersumpah, suami pun
mencoba mengikuti jejaknya. Di luar itu, saya mencoba mencari pekerjaan sebagai
editor atau hal-hal yang berbau dunia kepenulisan. Namun dewi fortuna belum
berpihak kepada saya.
Setelah anak pertama lahir, saya masih mengelola online shop dengan sesekali kulakan barang. Suami tetap dengan
usaha biro penerjemah tersumpahnya dan saya sedikit support di rumah sebagai admin gadungan.
Akhir 2014 saya mengikuti workshop
blogging dan mendapat insight
baru bahwa dari ngeblog bisa mendapatkan uang.
Saya pun tertarik dan mencoba untuk konsisten. Ya, akhirnya saya
menemukan keasyikan tersendiri dengan ngeblog dan mendapatkan rupiah sebagai
bonusnya. Suami berkali-kali mengingatkan bahwa saat ini, terutama ketika
anak-anak masih kecil, fokus saya adalah mendidik mereka. Maka saya pun hanya
menjadikan profesi blogger sebagai pekerjaan sampingan, sebagai hobi yang
menyenangkan.
Dan inilah alasan saya memilih menjadi blogger part time:
1. Pekerjaan utama saya adalah Ibu Rumah Tangga, saya ingin mendidik anak
dan menjadikan mereka selalu bisa menemukan sosok ibu di rumah dan di saat
mereka membutuhkan. Rasanya memang sangat rempong dengan dua krucils yang aktif
tapi seperti kata orang, saya akan merindukan masa-masa ini kelak ketika mereka
beranjak besar.
2. Menulis adalah hobi, belum terpikir untuk menjadi full time blogger untuk saat ini. Entah kelak jika anak-anak sudah
besar dan emak bisa selonjoran santai. Hehe
3. Belum memiliki blog niche dan atau adsence yang lebih menguntungkan
(katanya), karena blog saya masih banyak edisi curhatnya.
4. belum mendapat acc dari pak
boss untuk jadi blogger full time,
apalagi mobilitas saya masih terbatas dan mengandalkan ojek paling setia
atau taksi online
Untuk saat ini, seperti itulah kondisinya. Entah jika nanti-nanti saya
berubah pikiran dan ingin atau bisa menjadi full time bloger.
Yang jelas, dibayar atau tidak saya ingin tetap ngeblog.
Sekian dan terima transferan. Eh :P
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam