Pengalaman Pertama Keluarga Muslim Saat Nyepi di Bali
Daftar Isi
Asyiknya Menikmati Udara Segar Bebas Polusi
Assalamu’alaikum,
Pagi tadi saya membuka pintu dan jendela rumah dengan penuh kesyukuran.
Saya hirup udara segar sebanyak-banyaknya, memuaskan diri menikmati udara
setelah 24 jam bebas polusi. Alhamdulillah, merasa beruntung setelah melalui 24
jam di Hari Raya Nyepi.
Sebagai keluarga muslim, tentu kami tidak ikut merayakan, namun aturan
adat banjar desa setempat harus kami patuhi sebagaimana yang menjadi kebiasaan
di masyarakat sekitar.
Hiruk-pikuk Sebelum Nyepi
Setahun yang lalu, saat Nyepi tiba, suami saya telah kurang lebih 2 bulan
merantau ke Pulau Dewata. Sementara saya dan anak-anak masih di Semarang
mengurus berbagai hal untuk menyusul suami. Tepat di hari libur Nyepi, adik
ipar menikah sehingga suami menyempatkan diri pulang. Praktis ia pun belum
pernah merasakan bagaimana suasana Nyepi.
“Sudah persiapan apa buat Nyepi, atau mau mudik?”
Pertanyaan ini tak hanya sekali saya dengar dari tetangga maupun kenalan.
Saya sempat mengernyitkan dahi, seheboh itukah? Sampai harus mudik ke Jawa? Pikir
saya.
Berbagai saran dari mereka kudengar dengan seksama. Mulai dari menyiapkan
bahan makanan, membeli DVD untuk ditonton bersama keluarga_sayang kami tidak
punya DVD player_, download film anak/keluarga, dan
sebagainya. Sebagian juga menyarankan untuk staycation
di hotel.
Kami memilih untuk di rumah, selain penasaran dengan suasana nyepi yang
tidak akan kami dapatkan jika menginap di hotel, kami juga tidak menganggarkan khusus
untuk akomodasi hotel.
Beberapa hari menjelang nyepi tiba, saya masih tenang-tenang saja, santai
kayak di pantai, seolah tidak akan ada masalah apa-apa. Namun begitu belanja ke
warung sayur langganan dan mendapati stok sayur dan jualan beliau menipis, saya
mulai dagdigdug juga.
“Besok masih buka, ko Bu. Besok terakhir, buka lagi beberapa hari setelah
nyepi” kata si Bapak penjual waktu ada pembeli yang bertanya.
Besoknya, pagi-pagi saya meluncur ke warung hanya untuk membeli daging ayam,
dan ternyata kehabisan. Mau tak mau harus ke pasar terdekat. Jika tidak, saya
khawatir beberapa hari ke depan kami akan kebingungan kehabisan bahan makanan.
Setelah itu, terpikir untuk aktivitas fun
cooking bersama Hasna di hari nyepi. Berhubung
sebelumnya sudah beli kulit lunpia, si Ayah usul untuk masak lunpia dan makanan
lain yang memanfaatkan kulit lunpia.
Yup! Kami pun berburu rebung
dan bahan-bahan lain ke supermarket. Cukup terperangah dong, karena begitu
sampai di parkiran, motor berjubel dan suami kesulitan mencari tempat parkir. Akhirnya
saya ditinggal bersama si kakak, Baby
Salsa meluncur lagi bersama ayahnya sampai saya selesai belanja.
Antrean pun panjang mengular. Rupanya buibu memenuhi pusat perbelanjaan dan
memborong bahan makanan. Ternyata ini hal yang wajar sekali menjelang nyepi. Usut
punya usut, sekitar 2-3 hari kemudian biasanya baru bisa belanja lagi. Kalaupun
ada warung yang buka, persediaan sayur dan bahan lauk tidak selengkap biasanya.
Sekilas, perayaan nyepi ini mirip dengan Hari Raya Idul Fitri bagi
pemeluk agama islam. Hari raya yang paling dinanti dan pasti paling ramai.
Ogoh-ogoh yang diarak dan akhirnya dibakar source: Pixabay |
H-1 ada juga pawai ogog-ogoh dan malamnya ada upacara pembakaran ogoh-ogoh
yang merupakan simbol Betara Kala. Jalan-jalan ditutup dan orang
ramai menyaksikan pawai. Saya stay cool di
rumah bersama anak-anak.
Sampai di rumah, saya bertemu tetangga yang juga tengah persiapan.
“Jangan lupa itu lubang-lubang angin ditutup Mbak. Tutup dengan kardus. Kalau
saya tahun lalu masih ditambah ditutup kain juga, karena pintu dan jendelanya berlubang,”
kata beliau, yang struktur tempat tinggalnya sama persis dengan kami. Maklum,
tetangga rumah petak milik orang yang sama.
“Iya Mba, paling ini aja ya, ditutup kain. Yang lubang atas nggak perlu
lah di tutup kardus,” jawab saya santai.
“Nanti kelihatan ada cahaya, Mbak. Sebaiknya ditutup biar nggak ditegur
Pecalang (polisi adat),” saran beliau.
“Oke Mbak, makasih ya.”
Saya pun teringat waktu Mbak Icik, Mba Sera Wicaksono cerita tiap nyepi pasti
menutup lubang-lubang ventilasi dengan kardus atau terpal. Artinya itu penting
sekali, karena sudah 3 orang yang menyarankan demikian.
Berhubung suami saya jadwal kerja shift
siang dan pulang sekitar pukul 11 malam, saya berencana menutup lubang-lubang
di pagi hari nyepi.
Sepinya Nyepi di Bali
Sejak pukul 6 pagi, suasana sangat sepi. Tidak ada sauara sepeda motor
yang melintas, tetangga yang biasanya ngobrol di halaman rumah pun tak
terlihat. Sebagian mudik ke kampung halaman, sebagian yang lain memilih ‘melarikan
diri’ ke hotel atau ke tempat wisata terdekat seperti ke Lombok.
Anak-anak tetap bermain di luar namun dengan mengantongi pesan dari
orangtuanya untuk tidak berisik dan bermain terlalu jauh. Cukup di sekitar
rumah saja.
Agak siang, saya melihat tetangga yang menjemur pakaian, akhirnya saya
pun mencuci baju karena sudah menumpuk. Beberapa orang pun mulai terlihat beraktivitas
hanya di sekitar rumah. Suasana mendung mendukung untuk tidak keluar.
Sekitar pukul 10, hujan mulai turun. Anak-anak asyik bermain hujan. Setelahnya,
Hasna pulang dan kami pun memasak sesuai rencana. Namun karena si Kakak lebih banyak
rusuh dan kesulitan menggulung kulit lunpia isi rebung, akhirnya ia memilih
main dengan teman-temannya lagi.
Konon kata tetangga, siang, sore dan malam hari ada pecalang yang sweeping dan menegur jika ada anak-anak
atau orang dewasa yang beraktivitas di luar, juga bagi yang terlihat menyalakan
lampu di malam hari.
Berkah bagi kami, karena sepanjang hari mendung, gerimis, lalu hujan agak
deras. Sepertinya tidak ada pecalang yang lewat, kami pun lebih memilih
beraktivitas di dalam rumah.
Setelah lewat pukul 6 sore, suasana mulai gelap. Saya masih di dapur
bersama Hasna, dan suami sibuk membenahi tutup lubang ventilasi. Setelah pukul
8 malam, saya melihat ke luar dan ternyata benar-benar gelap. Ada lubang ventilasi
sedikit saja, cahaya mampu menerobos. Selain kaca jendela, lubang ventilasi,
lubang-lubang di sela pintu dan jendela pun kami tutup dengan kain.
Saya baru ngeh kenapa
kemarin-kemarin tetangga menyarankan untuk menutup semua lubang. Seluruh pulau
Bali tidak boleh menyalakan lampu penerangan sehingga langit gelap gulita. Kemarin
saya hanya menyamakan dengan gelapnya saat listrik padam, ada cahaya dari dalam
rumah tidak terlihat dari luar. Kenyatannya, saat listrik padam, langit masih
mendapat cahaya dari tempat lain.
Kali ini benar-benar blackout
karena satu pulau tidak ada cahaya. Saya berharap bisa melihat indahnya bintang
gemintang di langit. Sayang, sampai malam masih mendung dan sesekali gerimis,
tidak ada bintang yang terlihat.
Setelahnya, kami tidur dan hanya menyalakan lampu di satu kamar supaya
tidak terlalu gelap.
Esoknya, kami bisa merasakan segarnya udara pagi setelah 24 jam bebas
polusi. MasyaAllah.. hikmahnya kami
tidak bisa mudik saat nyepi.
Persiapan Nyepi yang Wajib Dilakukan
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan sebelum
menghadapi hari raya Nyepi, terutama untuk pendatang yang beragama selain hindu
dan stay di rumah.
1. Siapkan bahan makanan setidaknya untuk 2 hari karena biasanya
penjual/warung masih tutup dan mudik ke kampung halaman
2. Siapkan aktivitas bersama anak di rumah, karena sekolah libur dan
anak-anak yang biasanya bebas bermain akan sedikit dibatasi
3. Siapkan stok film anak atau film keluarga, jika bosan dengan berbagai
aktivitas, bisa menonton film bersama
4. Cek pulsa listrik jika menggunakan listrik pra-bayar. Jangan sampai alarm
bunyi saat nyepi dan tidak bisa membeli token karena jaringan internet juga
diputus.
5. Cek persediaan gas, air minum, dll. Kalau sudah sedia bahan makanan,
tapi gas dan air minum habis, akan lebih berabe.
6. Siapkan snack yang cukup,
minimal untuk 2 hari. Karena tidak ada aktivitas lain, biasanya mulut dan perut
selalu sejalan, mudah merasa lapar. Kemarin saya hanya menyiapkan 2 bungkus
biskuit karena berencana masak lunpia dan pisang karamel. Jika tidak, mungkin
saya siapkan lebih banyak.
7. Setel alarm waktu shalat, karena selama 24 jam tidak akan terdengar
adzan lewat pengeras suara. Kaum muslim diperbolehkan beribadah di masjid
terdekat tetapi harus jalan kaki. Lantunan Puja Tri Sandya agama Hindu yang
biasanya terdengar lewat pengeras suara Banjar pun, tidak terdengar selama
Nyepi.
Fakta Seputar Nyepi yang Saya Rasakan
1. Orang berbondong-bondong ke pusat perbelanjaan sebelum hari-H nyepi
2. Super ramai saat pawai Ogoh-ogoh sampai malam pembakaran ogoh-ogoh
sebelum Nyepi
3. Aliran listrik tetap ada, tetapi malam harinya dilarang menyalakan
lampu
4. Saluran TV off 24 jam
5. Sebagian provider mematikan jaringan internet selama 24 jam
6. blackout saat malam hari. Jika
langit cerah, bisa melihat indahnya bintang
7. Sepi, karena penduduk pendatang selain beragama Hindu umumnya memilih
mudik dan ‘pindah’ ke hotel
Well, rupanya saat Nyepi dan stay di Bali tak seseram yang saya
bayangkan sebelumnya. Yes, dulu saya
galau membayangkan akan sepi dan bosan karena seharian terkurung di rumah tidak
boleh ke mana-mana. Ternyata justru malah asyik karena bisa full quality time bersama keluarga dan esok
paginya bisa mendapat udara super segar.
Alhamdulillah, ada yang ingin merasakan Nyepi di Bali? Yuk, tahun depan. Hehe
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
rasanya kayak tentram banget gitu
semoga tahun depan pas nyepi bisa ke bali deh
Kalau di hotel gitu.. pencahayaannya dibatasi juga atau nggak mbak?