Mengatur Jajanan saat Lebaran
Daftar Isi
Mengatur Jajanan saat Lebaran
Ramadhan sudah tinggal 3 hari lagi akan beranjak meninggalkan kita. Ada rasa sedih, karena tahun ini tidak mudik ke kampung halaman. Sedih karena rasanya masih kurang optimal beribadah di bulan ini sementara tak ada jaminan kita akan kembali bertemu dengannya.
Di sisi lain saya juga senang melihat keluarga yang bisa mudik, juga teman-teman
yang pulang ke tanah kelahiran dan berkumpul bersama keluarga tercinta. Memang hampir
tak ada momen yang bisa menyatukan kebersamaan seluruh keluarga selain hari
raya idulfitri. Idulfitri yang identik dengan aneka makanan dan jajanan lezat
khas-nya.
Di kampung, mamak saya selalu antusias menyambut idulfitri dengan membuat
berbagai penganan. Pangsit goreng, keripik pisang, rempeyek kacang, opak ketan,
dan berbagai olahan lain. Selainnya, aneka jajanan kering beliau dapatkan dari
pasar. Jangan heran jika setiap idulfitri toples-toples dikeluarkan untuk
menampung jajanan itu, karena tamu yang berdatangan selalu berjubel.
Tahun ini, pertama kalinya saya akan merayakan idulfitri di tanah orang,
di perantauan jauh dari sanak saudara. Ada rasa perih ketika mengingat ini,
namun lebih perih membayangkan jika untuk kedua kalinya suami saya harus
lebaran seorang diri di sini.
Supaya seperti orang kebanyakan, saya berusaha menyediakan jajanan untuk
lebaran ini. kalau saya tidak menyediakan sama sekali, nanti anak-anak main
atau silaturrahim bersama kami, kasihan melihat di tempat orang banyak makanan
dan jajanan sementara di rumah sendiri tak ada apa-apa sama sekali.
Tak ingin pusing dengan membuat jajanan sendiri, saya hanya memesan nastar
dan sagu keju dari tetangga kos. Yah, meskipun penampilan kuenya kurang
memuaskan karena terlalu besar menurut saya, tidak imut-imut menggemaskan
seperti nastar yang sering berlalu-lalang di beranda sosial media.
Alhamdulillah ya, tetap kudu disyukuri sudah punya makanan untuk menyambut
tamu.
Selain nastar dan sagu keju yang masing-masing hanya setoples, saya
membeli wafer, coklat dan kue kering di supermarket. Cukuplah untuk dimakan
sendiri atau bersama teman yang datang_jika ada. Terlihat hanya sedikit tapi
sudah over-budget bagi kami yang
sedang berhemat. Hehe.
Nah, sebelum membeli atau membuat jajanan lebaran, ada baiknya perhatikan
beberapa hal berikut:
1. Cek kadaluarsa jajanan lebaran/bahan
kue yang akan dibeli
Setiap tahun badan pengawasan obat dan makanan/BPOM mengadakan sweeping
untuk meneliti dan melarang beredarnya makanan kadaluarsa dan atau yang
mengandung bahan berbahaya. Oleh karena itu, jika membeli barang/bahan makanan
harus memperhatikan hal ini. Usahakan tidak membeli yang masa kadaluarsa
tinggal beberapa bulan terutama untuk bahan yang masih bisa disimpan kembali.
2. Cek kandungan/komposisinya dan
adakah jaminan halal produk tersebut
Coklat, permen jelly aneka warna dan rasa, juga kue lainnya banyak
mengandung bahan-bahan kritis halal. Misalnya pengemulsi, bahan utama jelly,
yang rawan menggunakan barang non-halal. Untuk makanan jenis ini harus
memastikan produsennya jelas dan sudah bersertifikat halal MUI jika di
Indonesia, atau negara setempat jika barang tersebut barang impor.
3. Variasikan jenis jajanan
lebaran manis, gurih, dan pedas
Saya penyuka makanan manis, tetapi tiap lebaran saya eneg karena setiap
bertandang ke tempat saudara, selalu disuguhi air sirup lengkap dengan aneka
makanan yang manis. Maka saya lebih memilih minum air putih dan menyantap
makanan yang gurih/pedas. Namun hal ini berkaitan dengan kemampuan dan selera
tuan rumah. Saya sendiri meskipun suka jajanan rasa gurih malah kelupaan membelinya.
Yang terbeli semuanya manis, yasudalaaaa.. nasiiib!
4. Menyediakan jajanan secukupnya
Saya teringat kebiasaan di desa saya, yang hampir semuanya sibuk menyiapkan
banyak makanan. yes, niatnya mulia untuk menyambut tamu yang datang, namun
terkadang saking banyaknya sampai berbulan-bulan belum habis bahkan sampai bau
tengik. Nah, sayang kan, kasihan makanannya jika sampai terbuang sia-sia. Islam
juga tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
5. Berniat menyediakan untuk tamu,
bukan untuk riya’
Ada tradisi jelek di suatu daerah yang senang membanding-bandingkan isi toples
alias jajanan lebaran yang disediakan di tiap rumah. Hm.. kebiasaan buruk
seperti ini bisa menimbulkan masalah baru, yakni riya’ atau pamer dan berlomba
memperbanyak jajanan dengan niat mengungguli tetangga. Semoga kita dijauhkan
dari sifat seperti ini. aamiin. Terbaik adalah menyediakan sesuai dengan
kemampuan.
Perlu diwaspadai oleh kita adalah terlalu banyak menyantap jajanan
lebaran yang tinggi kalori. Sehingga setelah selama sebulan terlatih berpuasa,
lambung dan tubuh kaget lagi dengan aktivitas tinggi di bulan syawal. Menarik adalah
saat banyak orang mulai sadar menerapkan pola hidup sehat ala rasulullah
seperti yang diviralkan oleh dr. Zaidul Akbar. Beliau dengan gaya khas-nya yang
humoris senantiasa membagikan resep-resep makanan/minuman #JSR atau
#JurusSehatRasulullah.
Jika ingin mengikuti langkah beliau, agaknya menarik ketika idulfitri yang
disediakan di rumah kita adalah aneka buah-buahan aneka rasa dan warna. Hm... menggiurkan
dan membuat ludah mengalir deras ya. Buah warna-warni dengan rasa manis, asam,
segar, terkstur yang beragam, siapa yang akan menolaknya?
Sebenarnya, ingin sekali menerapkan pola hidup seperti beliau, termasuk
di hari raya. Namun kami masih memulai perlahan dari air putih dan infused water serta mengurangi gorengan. Yes, baru bisa mengurangi, belum bisa skip sama sekali.
Hidup sehat ala rasulullah bukan berarti kita dilarang sama sekali
menyantap makanan dan jajanan lebaran yang biasa tersedia di Indonesia, namun
kita lebih bijak mengukur seberapa banyak yang bisa dimakan.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam