Harapan Setelah Pandemi Covid -19 Berakhir
Daftar Isi
Harapan Setelah Pandemi Covid -19 Berakhir
“Stres nggak Bund, sebulan lebih di rumah terus?”
Saya menjawab pertanyaan suami ini hanya dengan mengedikkan bahu dan
lirikan tajam yang membuatnya tertawa terbahak-bahak.
“Pantesan ya, anak-anak aja tiap hari galau pengen keluar.”
Saya yakin hampir setap orang merasakan hal yang sama. Jenuh, bosan, juga
berpikir keras bagaimana tetap bisa bertahan dalam masa pandemi yang semakin sulit.
Ya, kita hanya bisa ikhtiar agak virus corona tidak cepat menyebar dan berdoa
semoga pandemi ini segera berakhir.
Saya punya banyak harapan setelah covid -19 berlalu, tetapi hanya saya
tuliskan beberapa.
Menjadi Orang yang Lebih Sabar dan Bersyukur
Pandemi ini mengajarkan saya untuk menjadi orang yang lebih bersyukur dan
bersabar. Sebelumnya, rasanya tiap hari punya berbagai macam keinginan yang
jika belum terwujud selalu terbawa-bawa sampai mimpi. Terkadang, terlintas juga
harapan untuk hidup lebih nyaman seperti teman-teman yang lain. Kondisi rumah
yang lebih baik, punya kendaraan yang nyaman, punya uang lebih untuk membeli
berbagai keperluan, dan berbagai kondisi yang belum saya punyai saat ini.
Namun keadaan membuat kami harus menekan keinginan minimal supaya
pengeluaran kami tidak melebihi pemasukan. Belum lagi kami harus meganggarkan
biaya tak sedikit untuk mudik ke kampung halaman setiap tahunnya. Tahun ini
masih ditambah dengan si Kakak yang masuk SD dengan biaya yang cukup besar
untuk ukuran kantong kami.
Bukan menyepelekan kondisi di masa pandemi, tetapi saya pernah merasakan
masa yang tak jauh berbeda, saat krisis moneter tahun 1996-1998. Waktu itu saya
masih kelas 3 SD, tapi saya masih ingat bagaimana rasanya ketika mamak tidak
bisa masak karena tidak punya beras atau jagung. Bayangkan, seorang petani di
desa sampai tidak punya simpanan bahan pokok karena sawah juga gagal panen.
Hidup di desa dan dekat dengan keluarga menjadi berkah, mamak bisa
meminjam beras atau jagung ke saudara. Kami makan seadanya, tak jarang hanya
nasi dengan garam, nasi dengan sambal, nasi dan sayur hasil dari sawah/kebun, sekadar
lauk ikan asin, tempe dan tahu sudah sangat ‘mewah’ apalagi ketika ayam
peliharaan mamak bertelur dan ada sebagian yang boleh kami makan.
Alhamdulillah, meski belum bisa memenuhi semua kebutuhan sekunder apalagi
tersier kami, tapi untuk urusan kebutuhan pokok bagi saya sudah jauh lebih baik
dibanding masa kecil saya dulu.
Ya, seringkali masa-masa sulit itu sengaja saya recall saat saya sulit bersyukur dengan nikmat Allah dan selalu
melihat ke atas ke kehidupan teman-teman yang ‘wah’. Masa pandemi seperti ini, saya
bersyukur kami sudah terbiasa hidup apa adanya, sehingga tak perlu terjun
terlalu dalam untuk menyesuaikan. Pasti, ada hal-hal yang harus kami pangkas
juga di masa serba sulit seperti ini.
Pandemi ini mengajarkan kami, bahwa segala harta benda yang kita simpan
dan banggakan itu belum tentu bermanfaat dan ‘menyelamatkan’. Bismillah, semoga
sejak saat ini bisa menjadi orang yang selalu bersyukur dan sabar dalam
berbagai kondisi, dalam menjalani skenario-Nya yang digariskan untuk kita. Aamiin.
Kembali Menjelajah Berbagai Tempat
“Ayah, kapan kita bisa main pasir di pantai lagi?” ujar si Kakak beberapa
waktu yang lalu.
Menjelajah berbagai tempat terutama yang low budget seperti ke pantai
adalah kebiasaan kami saat si Ayah libur. Anak-anak senang bermain pasir, saya
juga senang menikmati debur ombak dan menanti matahari tenggelam, si Ayah juga
tak perlu pusing dengan pengeluaran karena hanya berbekal bensin dan uang
parkir.
Saya juga sudah merindukan keseruan jalan-jalan ke berbagai tempat,
berboncengan motor berempat. Masih banyak wish
list yang belum kami jelajahi. Daftar pantai di seputaran Jimbaran, wilayah
Bali bagian timur, bahkan banyak tempat wisata mainstream di Bali yang belum
kami datangi, juga keinginan untuk jelajah Lombok dengan sepeda motor.
Saya yakin, temans juga sudah kangen traveling, bukan?
Kembali Belajar Bahasa Arab dan ‘Melingkar’
Sebelum corona ‘menyerang’, saya tengah semangat sekali mengikuti
kegiatan tahfidz Alquran dan kelas Bahasa Arab. Pagi setelah mengantar sekolah
si Kakak, saya ke tempat tahfidz Quran. Sedangkan kelas Bahasa Arab diadakan
tiap Jumat dan Sabtu. Sayangnya, kelas baru berjalan kurang lebih 1 bulan,
terpaksa harus dihentikan sementara.
Saya pernah mengusulkan kelas Bahasa Arab tetap diadakan via online, baik
melalui zoom, google meeting, atau platform meeting lainnya. Ustadz-nya
menyetujui dan mengatakan punya keinginan yang sama. Sayangnya, sebagian besar peserta
kelas adalah ibu-ibu yang memiliki anak usia SD-SMP yang harus didampingi belajar
online selama jadwal sekolah. Praktis, Jumat dan Sabtu tak bisa kami jadwalkan
seperti biasanya. Sementara jika diubah hari Ahad pun mereka akan lebih sibuka
karena mengkhususkan waktu untuk keuarga dan libur dari aktivitas mendampingi
anak sekolah di rumah.
Akhirnya, saya hanya bisa gigit jari karena kelas Bahasa Arab belum bisa
dimulai kembali. Maka saya berharap setelah pandemi berakhir bisa secepatnya
kembali berkumpul dan menimba ilmu bersama teman-teman. Aamiin.
Sebenarnya, daftar harapan-harapan saya masih panjang, tapi cukup 3 ini
yang menjadi harapan terbesar selain juga bisa mudik dan anak-anak kembali ke
sekolah, mengingat si Kakak akan masuk SD.
Mari kita sama-sama berdoa agak yang saat ini sedang sakit segera
mendapat kesembuhan, yang tengah sehat terus terjaga kesehatannya, dan yang
saat ini terkena covid-19 semoga bisa sembuh, dan kita terhindar dari penyakit
tersebut. Aamiin.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam