Komunikasi yang Baik itu Penting!
Daftar Isi
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum, Temans!
Baru-baru ini saya dapat curhatan yang membuat saya berkeinginan
menuliskannya di blog ini karena banyak hikmah yang bisa diambil. Semoga juga
bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua. Terlebih masalah utamanya adalah
masalah klasik, ada miskomunikasi.
Supaya lebih nyaman dan tidak melukai pihak-pihak terkait, saya hanya
akan menceritakan garis besarnya, nama-namanya pun hanya akan saya sebut dengan
A, B, C dan seterusnya.
Tersebutlah Bapak A. Beliau mendapat
penawaran pembelian barang dari seseorang. Beliau pernah berminat namun
kemudian tak berminat lagi sehingga tak pernah membahasnya termasuk dengan
orang yang dekat dengan beliau. Entah bagaimana ceritanya, rupanya ada Bapak B
yang tiba-tiba mengajak Pak A untuk bekerjasama terkait pembelian barang
tersebut. Oh ya, barang tersebut harus dibeli sepaket berisi 4. Pak B
menawarkan masing-masing ambil 2, pak A pun setuju.
Pak A bermaksud menggunakan barang
tersebut untuk dirinya sendiri dan orang tua (Pak A’). Sedangkan Pak B
berencana menjual salah satunya agar mendapat keuntungan, sisa 1 lagi kepunyaan
Pak B akan digunakan sendiri. Dalam kerjasama tersebut, yang akan menjadi
penanggung jawab adalah Pak A, karena lebih mengenal si penjual.
Tiba-tiba, muncul Pak C, yang juga
mengatakan minatnya pada barang tersebut. Merasa tak enak karena sudah
sama-sama kenal, Pak B legowo memberikan ‘jatah’nya untuk Pak C. Meskipun terlihat
pak B kecewa, karena artinya dia tak lagi berpeluang mendapatkan keuntungan
dengan bergabungnya Pak C.
Malam itu akhirnya disepakati 2
barang untuk pak A, sisanya untuk Pak B dan Pak C. Di sini, sebenarnya Pak A
merasa jika Pak C masih setengah-setengah, karena masih berharap harga yang
lebih murah. Sementara Pak A terdesak waktu dan kebutuhan.
Esoknya ketika di lapangan,
perkembangan yang terjadi di luar perkiraan Pak A. Banyak urusan rumit yang tak
terprediksi sebelumnya. Apalagi, calon pembeli Pak B (kita sebut Pak D) yang
sebelumnya sudah komunikasi dengan Pak B juga masih berkeinginan terhadap
barang tersebut. Etikanya, harusnya urusan dengan Pak D ini diselesaikan
terlebih dahulu sebelum masuknya Pak C, namun waktunya tak memungkinkan.
Perkembangan lain di lapangan juga
ternyata di luar perkiraan Pak A sebagai PJ. Akhirnya, supaya semuanya berjalan
lancar, Pak A berinisiatif menyelesaikan urusan dengan Pak D terlebih dahulu. Untuk
tujuan tersebut, Pak A meminta bantuan Pak A’ agar traksaksi berjalan sesuai
etika tanpa ada pihak yang dirugikan atau harus berbohong. Jadi, barang
tersebut dibeli oleh Pak A sebanyak 3 buah, dan Pak B 1 buah.
Selanjutnya, setelah urusan dengan
Pak Bselesai, Pak A akan menemui Pak C untuk menawarkan kembali apakah jadi
mengambil barang tersebut tanpa mengambil keuntungan (tetap sesuai kesepakatan
sebelumnya antara Pak A, B, dan C).
Bagian ini memang jadi rumit, hanya
karena Pak A terlalu hati-hati, tidak ingin melanggar etika jual beli dan tidak
ingin ada yang harus berbohong.
Namun, Pak A yang kurang pandai mengutarakan
pendapat tersebut, salah memulai pembicaraan. Yang dikatakan justru ‘ketiga
barangnya sudah saya ambil, Pak A’ yang mengambilnya...’ ucapannya masih akan
berlanjut menawarkan apakah Pak C masih berminat, tapi Pak C sudah kadung emosi
dengan kalimat Pak A yang belum selesai.
Pak C tiba-tiba marah, dan secara
sepihak menghentikan percakapan. Pak A sangat kaget dan tak menyangka
masalahnya akan berubah buruk seperti itu. Padahal niatnya hanya untuk
menyelesaikan satu-persatu urusan supaya tidak ada yang tercederai. Tak ada
niatan untuk berlaku jahat, ingkar janji apalagi mendzolimi orang lain.
Esoknya, Pak A masih legowo dan
mencoba menjalin komunikasi kembali dengan Pak C, sayang seribu sayang, Pak C
masih emosi dan mengatakan jika dia sudah menganggap Pak A kurang ajar melanggar
perjanjian. Lagi-lagi Pak C menghentikan pembicaraan secara sepihak. Pak A pun
memilih untuk diam dan membiarkan semuanya mereda dahulu. Selanjutnya
bagaimana, belum dipikirkan, katanya.
Image by Satya Tiwari from Pixabay |
Gemas kan, mendengar cerita seperti ini? yang setelah direnungkan dengan
pikiran jernih, menurut saya memang keduanya ada sisi benar dan salahnya. Pak A
mengambil keputusan yang menurutnya benar, sedangkan Pak C tidak terbuka
hatinya untuk duduk bersama dengan hati dan pikiran yang dingin supaya urusan
bisa selesai dengan baik tanpa ada masalah di kemudian hari.
Jika saya boleh menyimpulkan, masalahnya ‘hanya’ karena SALAH PAHAM! Sayangnya
sekarang (katanya) Pak A sudah malas membahas, Pak C juga masih belum mau
berkomunikasi. Sedangkan untuk urusan di luar masalah pembelian barang itu, Pak
A bersikap biasa saja terhadap Pak C, meskipun senyum atau sapa-nya tak
ditanggapi.
Fyuuh.... urusan komunikasi
rupanya memang pelik. Terlihat sederhana dan sepele, tapi bisa menjadi penyebab
berbagai masalah. Ada ikatan rumah tangga yang runtuh karena komunikasi tidak
efektif, ada pula ikatan persahabatan, tetangga, kerabat dll yang berubah
menjadi konflik karena tidak ada komunikasi yang baik di antara masing-masing
personel.
Dari sini, saya mengambil pelajaran berharga karena saya termasuk orang
yang sering mengalami kesulitan untuk mengemukakan pendapat. Keadaan seperti
ini sangat rawan terjadi salah paham, makanya saya sering memilih untuk diam. Semoga
saya bisa terus belajar untuk berbicara efektif supaya komunikasi yang terjalin
dengan siapapun bisa menjadi lebih baik. Selain itu, saya juga belajar untuk menjadi
pendengar yang baik, bukan yang serta-merta memotong kalimat orang lain dan
menanggapi dengan cibiran ataupun emosi.
Kita doakan bersama semoga masalah para bapak tersebut bisa selesai, atau
biarkan Allah yang memberikan jalan penyelesainnya. Kita hanya bisa ‘mengamati’
dan mendoakan.
Komunikasi yang Baik
Komunikasi adalah sarana terbaik dalam menyampaikan informasi, kehendak,
perasaan, dan pikiran kepada orang lain, yang disertai dengan usaha untuk
mempengaruhi, mengarahkan, dan memuaskan keinginan mereka, baik dengan melalui
bahasa verbal atau tidak.
Baik komunikasi antar personal maupun komunikasi publik, membutuhkan
kecakapan dari masing-masing pelakunya. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan
untuk berbicara efektif.
Berbicara efektif, adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan maksud
dan tujuan dengan sistematis, jelas, padat, lugas, dan mudah dipahami oleh
pendengar dengan sempurna.
Seperti yang saya sampaikan di atas, saya kurang menguasai hal berbicara
efektif. Apa yang saya sampaikan terkadang masih disalahpahami oleh lawan
bicara. Apalagi dalam chat di dunia
maya yang tidak mengenal intonasi dan mimik wajah.
Well, gara-gara geregetan
dengar cerita tadi, saya jadi ngubek-ubek materi seputar komunikasi efektif
yang didapat saat mengikuti organisasi kampus. Beberapa narasumber menyampaikan
hal senada, mengenai syarat komunikasi efektif, yaitu:
- Ada suasana rileks/santai.
- Ada penerima yang mendengar dengan seksama.
- Ada pesan yang jelas dan benar.
- Ada kepastian bahwa pesan tersebut telah dimengerti.
- Ada penjelasan ulang bila diperlukan.
Hal ini berlaku hampir sama dalam komunikasi antar personal maupun
komunikasi publik.
Selain itu, saya juga mendapatkan ‘harta karun’ dari file presentasi tersebut, yaitu:
15 Prinsip Membina Hubungan Baik
- Hindari kebiasaan SOK (salahkan, omeli, kritik)
- Berikan apresiasi yang tulus
- Bangkitkan rasa ingin berhasil dlm diri orang
- Berikan perhatian yang sungguh
- Senyum
- Nama adalah bunyi termerdu bagi pemiliknya
- Jadilah pendengar yang BAIK
- Bicarakan hal-hal yang DIMINATI
- Buat orang lain merasa dirinya penting (VIP)
- Hindari debat kusir
- Hormati pendapat orang lain, hindari mengatakan `kamu salah`
- Melihat persoalan dari kaca mata orang lain
- Bersimpatilah dengan keinginan orang lain
- Tunjukkan kesalahan secara tak langsung
- Akui kesalahan sendiri sebelum mengkritik orang lain
Kata Adalah Senjata
“Adalah kata-kata yang
memberi bentuk pada sesuatu yang masuk dan keluar dari diri kita.
Adalah kata-kata yang
menjadi jembatan untuk menyeberang ketempat lain
Ketika kita diam, kita
akan tetap sendirian.
Berbicara, kita
mengobati rasa sakit.
Berbicara kita
membangun persahabtan dengan yang lain.
Para penguasa
menggunakan kata-kata untuk menata imperium diam.
Kita menggunakan
kata-kata untuk memperbaharui diri kita…
Inilah senjata kita
saudara-saudaraku.”
(Subcomandante Marcos,
12 Oktober 1965)
Di dalam agama islam kita juga dianjurkan untuk berkata yang baik atau
diam dan selalu menjaga lisan karena banyaknya bahaya yang mengancam akibat
lisan yang tak terjaga. Demikian dahsyat kekuatan lisan/ucapan bahkan di dalam
Alquran pun banyak dibahas, salah satunya dalam Surat An-Nur.
Berikut ini sebuah ilustrasi menarik bahagimana kata bisa memengaruhi emosi
seseorang.
Suatu saat seorang guru berusaha
untuk menjelaskan kepada sekelompok orang bagaimana orang-orang bereaksi
terhadap kata-kata, menelan kata-kata, hidup dalam kata-kata, ketimbang dalam
realitas.
Salah seorang dari kelompok itu berdiri dan mengajukan protes, dia berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa kata-kata mempunyai efek yang begitu besar terhadap diri kita."
Salah seorang dari kelompok itu berdiri dan mengajukan protes, dia berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa kata-kata mempunyai efek yang begitu besar terhadap diri kita."
Guru itu berkata,"Duduklah,
ANAK HARAM."
Muka orang itu menjadi pucat karena
marah dan berkata,"Anda menyebut diri Anda sebagai orang yang sudah
mengalami pencerahan, seorang guru, seorang yang bijaksana, tetapi seharusnya
Anda malu dengan diri Anda sendiri."
Kemudian Guru itu berkata,
"Maafkan saya, saya terbawa perasaan. Saya benar-benar mohon maaf, itu
benar-benar di luar kesadaran saya, saya mohon maaf," Orang itu akhirnya
menjadi tenang.
Kemudian Guru berkata lagi, "HANYA
DIPERLUKAN BEBERAPA KATA UNTUK MEMBANGKITKAN KEMARAHAN DALAM DIRI ANDA; DAN
HANYA DIPERLUKAN BEBERAPA KATA UNTUK MENENANGKAN DIRI ANDA, BENAR BUKAN?"
Sumber: Disadur dari dari buku Awareness
- Anthony de Mello_diambil dari materi presentasi ‘Komunikasi Efektif’ oleh
Eric Kurniawan.
Well, mohon maaf jika tulisan
ini random sekali. Sekali lagi, semoga kisah yang dialami oleh Pak A dan
teman-temannya di atas cukup menjadi pelajaran buat kita semua, untuk menjalin
komunikasi yang baik, legowo dan lapang dada dengan orang lain.
Setiap kita memang harus berproses menjadi lebih baik dan memperbaiki
kekurangan diri, karena tak ada manusia yang sempurna, semuanya pasti pernah melakukan
kesalahan. Kesalahan-kesalahan itulah yang menjadi cermin dan cambukan untuk
terus memperbaiki diri.
Terakhir, saya teringat nasihat seseorang, untuk terus berbuat kebaikan. Terkadang,
kita berusaha berbuat baik tetapi orang lain menanggapi dengan curiga, maido (mencemooh), bahkan menyalahkan. Namun
jangan sampai semua itu menyurutkan langkah untuk terus berbuat baik. Yakinlah Allah
yang akan menilai niat dalam hati seseorang, bagaimanapun buruknya di hadapan
manusia lainnya.
Saya juga percaya bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan dituai. Karena itu selalu berusaha berbuat baik, meski belum sempurna.
Saya juga percaya bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan dituai. Karena itu selalu berusaha berbuat baik, meski belum sempurna.
Semoga bermanfaat, dan semoga senantiasa sehat.
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Bisa dijadikan pelajaran, thanks sharingnya, mbak.
Lain lagi dengan anak, dia yang biasanya nerocos dan saya berusaha menjadi pendengar yang baik. Ketika anak minta tanggapan saya harus bisa memberi penjelasan meski kadang nggak menguasai topik yang sedang dibicarakan. Harus update berita kekinian khas remaja supaya nggak kebingungan, hehe.
ga asik
daripada ngomong berlebih ntar jatuhnya ke mana-mana. Makasih ilmu dan tipsnya ya mba Arina.
Sehat selalu sekeluarga.
Biasanya kalau ada masalah aku tipe yang nggak papa minta maaf duluan. Daripada diem-dieman malah nggak bisa tidir nyenyak.