Tunda Mudik di Masa Pandemi, Ini Alasannya
Bagi perantau, momen yang ditunggu saat Ramadan adalah mudik. Umumnya, bisa mengambil cuti besar saat menjelang lebaran kecuali di instansi yang memiliki kebijakan tidak bisa mengambil cuti H-30 hingga H+30 idul fitri seperti di tempat suami saya. Tahun kemarin kami mudik masih di bulan syawal, itu pun bergantian. Saya pulang terlebih dahulu bersama anak-anak, lalu suami menyusul kemudian ketika permohonan cutinya telah di-acc.
Tahun ini, kami sudah berharap bisa mudik dan menyusun rencana agar bisa mudik hemat. Mengingat si Kakak akan masuk SD dan butuh biaya yang tak sedikit, anggaran untuk mudik pun harus disusutkan sedemikian rupa. Belum lagi si Kecil sudah harus membeli tiket sendiri karena usianya sudah 2 tahun lebih. Mudik, yes or not?! NOOOOO!!
Jadi, sebenarnya alasan menunda mudiknya apa? Kuylah!
Mengikuti Imbauan untuk Tidak Mudik
“Nggak usah mudik! Jaga kesehatan saja di sana.”
Ujar bapak dan ibu mertua begitu santer berita virus corona mulai menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Awalnya kami masih ingin beralasan ini-itu, tapi mengingat beliau berdua saja di rumah dan sudah lansia, maka kami pun memutuskan untuk tidakmudik.
Imbauan untuk tidak mudik kami patuhi, meskipun sepertinya sekarang tidak relevan lagi karena presiden meminta kita berdamai dengan corona. Penerbangan domestik kembali beroperasi, transportasi jalur darat pun kembali mengambil trayek.
Jika mau sedikit nakal sebenarnya kami bisa saja pulang ke Jawa setelah pengumuman diperpanjangnya masa anak-anak belajar di rumah sampai waktu yang tidak ditentukan. Namun kami memilih untuk tetap bertahan di sini.
Ingat Perjuangan Nakes di Rumah
Sakit
Banyak tenaga kesehatan (nakes) yang telah teramat lelah tapi masih memaksakan diri bekerja di rumah sakit. Bukan tanpa alasan dan tanpa sebab, hati nurani mereka lebih terpanggil untuk menolong orang lain.
Saya selalu membayangkan betapa hancurnya mereka yang tela berjuang sedemikian rupa bahkan rela harus berpisah sementara dengan keluarga. Juga harus menahan sakit di dada menyaksikan satu persatu sejawatnya tumbang karena covid-19. Betapa sakit hatinya ketika masyarakat abai dengan protokol pencegahan virus corona.
Saya juga pernah membaca curhatan salah seorang perawat senior di WAG, beliau mengatakan bahwa para nakes sebenarnya punya hak untuk memboikot, untuk menolak merawat pasien covid-19, namun hati nurani mereka mengatakan harus membantu, harus tetap berjuang di garda depan.
Jaga Diri dan Keluarga
Rasanya sedih melihat orang yang lalu-lalang dengan santai tanpa mematuhi prosedur pencegahan covid-19. Namun biarlah mereka yang tidak mau mendengarkan imbauan. Mari tetap jaga diri dan keluarga kita. Usahakan jangan sampai kita menjadi sumber bahaya bagi orang lain.
Protokol kebersihan dan segala macam yang sudah kita terapkan selama kurang lebih 2 bulan terakhir harus terus kita jalankan. Meskipun ada ungkapan ‘semua akan covid pada waktunya’ oleh karena peraturan yang tidak ketat dan harapan munculnya herd immunity, semoga tubuh kita bisa menang melawan virus. Aamiin.
Jika mudik menggunakan kendaraan umum, kita tidak bisa menjamin tidak terpapar virus selama dalam perjalanan, karena kita tidak tahu akan bertemu dengan siapa saja. Kita pun tidak bisa memilih untuk melewati jalur yang tidak dilalui orang lain yang kemungkinan ‘membawa’ virus.
Skala Prioritas Keuangan
Skala prioritas keuangan sekarang adalah bertahan hidup dan membantu sesama. Mudik bukan lagi priorotas utama karena alasan-alasan di atas. Anggaran untuk mudik kami pun sudah ludes masuk ke pos lainnya. Biarlah, semoga Allah memberika rezeki lewat jalur yang lain. Aamiin.
Masa pandemi saat ini, terlebih adanya pemotongan gaji membuat kita terpaksa mengencangkan ikat pinggang untuk hal yang sifatnya bukan kebutuhan pokok. Pengeluaran harus secermat mungkin supaya tidak besar pasak daripada tiang. Bismillah, insyaAllah kita kuat menghadapi ini.
Jika hari ini saya juga geregetan dengan banyaknya orang di bandara, di pasar, juga kemarin lusa di acara penutupan salah satu resto fastfood, itu adalah ungkapan kekesalan hati karena kami telah mematuhi anjuran untuk di rumah saja, tetapi banyak yang tidak mengindahkan.
Memang, kita tidak tahu kondisi apa yang menyebabkan mereka harus mudik. Ah, sudahlah! Kita bawa santai saja deh, berdamai seperti kata Pak Jokowi.
Temans adalah yang memilih untuk stay? Atau memilih untuk mudik? Apapun pilihannya, tetap patuhi protokol kesehatannya, ya! Kita bantu sesama minimal dengan tidak membahayakan orang lain.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam