Pesona Dieng, Negeri Kayangan di Atas Awan
Dieng, salah satu kawasan wisata yang memukau di Provinsi Jawa Tengah. Tepatnya berada di wilayah kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Sebagai orang yang lahir dan besar di Wonosobo, saya pun ikut bangga ketika potensi wisata di Wonosobo khususnya Dieng semakin meningkat dari hari ke hari. Lihat saja saat musim libur apalagi bertepatan dengan agenda Dieng Culture Festival (DCF), jalan menuju Dieng dipastikan macet. Pengunjung memadati tempat-tempat wisata, penginapan pun selalu penuh tak hanya di sekitar Dieng bahkan termasuk hotel-hotel yang berada di pusat kota kabupaten.
“Hindari Dieng deh, kalau lagi liburan begini, ramainya seperti cendol!” candaku dengan suami saat kami pulang kampung di masa liburan sekolah. Maka kami pun menahan diri untuk tidak menuju arah Dieng meskipun kangen melihat hamparan alam nan indah di atas sana. Kami akan merapat ke Dieng di saat hari biasa, supaya sekaligus bisa berkunjung ke saudara atau teman yang tinggal di sekitarnya.
Dieng berasal dari Bahasa Sanskerta, ‘Di’ dan ‘Hyang’. ‘Di’ berarti tempat yang tinggi dan ‘Hyang’ artinya kayangan, sehingga pantaslah jika Dieng disebut sebagai ‘negeri kayangan’ atau ‘surga di atas awan’ karena keindahannya yang sangat memesona dan terletak di atas ketinggian. Berada di ketinggian 2.009 MDPL, sudah dipastikan udaranya sejuk (atau bisa dibilang dingin) sekitar 10-15’ C. Di musim kemarau, suhu akan lebih dingin di malam hari dan sering terjadi fenomena embun es yang membahayakan sektor pertanian tetapi menjadi berkah bagi sektor pariwisata.
Menurut masyarakat setempat, Dieng dalam bahasa jawa berasal dari kata ‘Adi' dan 'Aeng’ yang artinya indah dan unik. Ya! budaya masyarakat sekitar pun sangat unik. Ada tradisi ruwatan rambut gimbal; masyarakat yang terbiasa mengenakan sarung atau kain di punggung untuk memberikan rasa hangat meskipun sudah memakai jaket; mereka juga sangat ramah terhadap semua orang.
Kawasan Candi Arjuna foto koleksi pribadi |
Gugusan Candi Dieng, Warisan Hindu Tertua di Jawa
Candi Arjuna, salah satu candi di Dieng diperkirakan merupakan candi Hindu tertua di Indonesia yang dibangun pada abad 8 Masehi oleh Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Jadi pantas, ya jika masyarakat di sekitar sana masih memelihara kebudayaan yang terwarnai oleh agama Hindu.
Terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Kompleks Candi Arjuna memiliki luas sekitar 1 hektare. Di kompleks ini, terdapat lima bangunan candi, yaitu Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Selain Candi Semar, keempat candi lain merupakan candi utama yang digunakan sebagai tempat bersembahyang.
Menurut informasi, jika ditilik dari bentuknya, candi-candi tersebut dibuat di masa yang berbeda. Candi tertua adalah Arjuna dan yang terakhir dibangun adalah candi Sembadra. Candi Arjuna, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra merupakan candi yang dibuat untuk menyembah Dewa Syiwa. Sedangkan Candi Srikandi dibangun untuk menyembah trimurti (tiga dewa) yaitu Syiwa, Brahma, dan Wisnu.
Kawasan Candi Arjuna juga biasanya digunakan sebagai tempat perayaan galungan dan hari raya umat Hindu lainnya. Selain itu, juga digunakan saat prosesi ruwatan rambut gimbal yang diadakan rutin setiap bulan syuro/muharam.
Jika berkunjung ke Candi Arjuna, kita bisa mempelajari peninggalan sejarah berupa candi dan terdapat museum Kailasa berisi cagar budaya Dieng. Kita juga akan menikmati hamparan rumput hijau, pemandangan candi yang kokoh, dan pemandangan sekitar berupa perbukitan dan lahan pertanian.
Saat berkunjung ke Candi Arjuna beberapa tahun yang lalu foto koleksi pribadi |
Bentang Alam nan Memukau, Telaga Warna Hingga Puncak Prau
Telaga Warna, Danau Alami nan Cantik
Telaga warna adalah tempat favorit saya ketika berkunjung ke Dieng. Tempat ini selalu menjadi tujuan pertama saya sebelum naik melalui tangga batu menuju Dieng Plateu Teater atau tempat lain di sekitarnya.
Dinamakan Telaga Warna karena permukaan airnya memantulkan aneka warna yang berpadu cantik dengan pepohonan hijau di sekitarnya. Di sebelahnya terdapat Telaga Pengilon yang airnya bening berkilau seperti cermin (Pengilon, Bahasa Jawa, Cermin).
Di sekitar telaga terdapat beberapa goa alami yaitu Goa Semar, Gua Sumur dan Gua Jaran. Kita bisa berkeliling dan melihat lokasi ini lewat jalan setapak yang mengelilingi telaga. Sebagian orang masih mempercayai mitos untuk mencari pesugihan dan bermeditasi di Goa Semar. Sedangkan bagi umat Hindu, Goa Sumur merupakan sumber air suci yang digunakan untuk ritual.
Jangan lupa untuk mengambil foto di pohon yang nyaris ambruk. Pohon yang menjorok ke atas danau ini menjadikannya tempat foto menarik. Jika ingin menikmati keindahan kedua danau dari ketinggian, kita bisa mendapatkannya dari bukit. Salah satu spot terbaiknya adalah di bukit batu ratapan angin.
Keindahan telaga warna dan pengilon dari batu ratapan angin credit: Asyafiudin Photograph |
Kawah Sikidang Sumber Belerang
Pengalaman paling berkesan saat pertama kali mengunjungi kawah Sikidang adalah serunya merebus telur di dalam air kawah yang meletup-letup. Tentunya kita tidak merebus telur itu sendiri, melainkan dengan bantuan penjualnya.
“Ini namanya kawah Sikidang karena seperti kijang yang melompat-lompat, tempatnya pindah-pindah,” bapak menjelaskan asal-muasal nama ‘Sikidang’ ini, dan saya pun mendengarkan dengan antusias.
Kawah Sikidang merupakan kawah vulkanis aktif di Dieng plateu. Inilah salah satu yang menjadi ciri khas Dieng, yaitu adanya bau belerang/sulfur yang bisa tercium dari sekitar telaga warna terutama saat hujan turun. Energi dari aktivitas vulkanis ini dimanfaatkan sebagai sumber listrik oleh PT. Geo Dipa Energi, yaitu sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi/geothermal energy (PLTP).
Sewaktu-waktu arena kawah sikidang ditutup untuk pengunjung jika kandungan gas berbahaya di sana tinggi. Sebaiknya, bawalah masker untuk menutupi hidung, gunakan topi untuk melindungi diri saat cuaca panas. Jangan salah, meskipun udara dingin dan kerap turun kabut, jika matahari sedang terik, cahayanya tetap membahayakan kulit.
Oh ya, di sini juga biasanya banyak penjual belerang, bahan alami yang bisa dimanfaatkan sebagai obat gatal hingga obat jerawat.
Kawah Sikidang credit: panduanwisatadieng.com |
Sikunir Golden Sunrise
Keindahan matahari terbit dilihat dari puncak Sikunir katanya adalah yang terbaik di Asia Tenggara. Mendengar hal ini lagi-lagi saya semakin bangga dengan kampung halaman, meskipun secara geografis desa saya berjarak kurang lebih 1 jam dari Dieng dengan perjalanan normal.
Konon nama ‘Sikunir’ pun diambil dari kata ‘kunir (kunyit)’ yang melambangkan warna langitnya saat terbit, kuning emas seperti kunyit. Bukit Sikunir terletak di Desa Sembungan, masih termasuk wilayah Kabupaten Wonosobo. Desa ini merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa, terletak pada ketinggian 2.350 MDPL.
Saat ini fasilitas yang tersedia di kawasan bukit Sikunir semakin lengkap. Jika menginginkan pengalaman yang lebih menarik di sana, kita bisa camping di pinggir danau Cebong tepat di bawah bukit Sikunir. Danau ini dinamakan ‘cebong’ karena jika dilihat dari ketinggian, bentuknya terlihat seperti cebong (berudu).
Namun jika sekadar ingin menikmati momen sunrise, kita bisa datang ke sana menjelang subuh. Kita bisa terlebih dahulu melaksanakan ibadah salat subuh di masjid desa Sembungan sebelum melanjutkan pendakian ke bukit.
Menjelang matahari terbit dari puncak Sikunir credit: Asyafiudin Photograph |
Milky Way di Puncak Gunung Prau (2.565 MDPL)
Tak berlebihan rasanya jika dikatakan dari puncak Gunung Prau kita bisa menikmati keindahan surga. Tak jauh berbeda dengan pemandangan alam di kawasan Dieng. Saat cuaca cerah dari puncak Prau menghadap ke timur kita bisa melihat 5 puncak gunung lain di Jawa tengah yaitu Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, dan Lawu. Sedangkan jika menghadap ke arah barat akan terlihat Gunung Slamet. Pemandangan menakjubkan, bukan?
Terdapat pula bukit ‘teletubbies’ dengan hamparan rumput hijau saat musim penghujan dan warna-warni bunga daisy saat kemarau. Bagi banyak orang, yang paling diharapkan saat mendaki Gunung Prau adalah menikmati keindahan langit malam terutama saat bulan mati.
Pendakian Gunung Prau terbilang cukup mudah sehingga cocok bagi pemula. Untuk mencapai puncak, memakan waktu kurang lebih 2 – 3 jam jika melalui pos pendakian Patak Banteng. Saat ini, jalur pendakian Dieng sudah lebih tertata, jalurnya lebih landai meskipun memakan waktu lebih lama. Banyak yang menyarankan untuk naik melalui jalur Patak Banteng dan turun melalui jalur Dieng.
Sebenarnya, masih banyak kawasan wisata menarik di Dieng dan sekitarnya. Baik wisata alami maupun wisata buatan baru-baru ini bermunculan. Namun menurut saya, jika datang pertama kali ke Dieng, lokasi sekitar Telaga Warna inilah yang paling direkomendasikan. Ada Telaga Warna dan pengilon, Dieng Plateu Teater, Kawasan Candi Arjuna dan Museum Kailasa, Kawah Sikidang, dan Sikunir. Selanjutnya, bisa menjelajah area Batur di Kabupaten Banjarnegara atau di wilayah yang lebih rendah di kabupaten Wonosobo.
Keindahan alam dari puncak Gunung Prau credit: Asyafiudin Photograph |
Melepas Penat dengan Segelas Manisan Carica
Setelah puas berkeliling kawasan wisata Dieng, mampirlah ke warung-warung yang tersedia di sekitarnya, pesanlah menu yang hangat. Hirup dalam-dalam udara nan segar di pegunungan, pandangi dengan seksama keindahan sekeliling, nikmati makanan dan minuman yang tersedia. Terakhir, lengkapi dengan hidangan penutup berupa manisan carica.
Carica (carica pubescens/carica candamarcensis) adalah buah unik khas Dieng. Konon hanya ada 3 tempat di dunia ini di mana tanaman carica bisa tumbuh dan berbuah. Berkah banget, ya di Dieng bisa tumbuh buah ini.
Saat berjalan-jalan di sekitar Dieng, kita pasti akan menemui hamparan lahan pertanian baik tanaman kentang maupun sayuran lain. Biasanya, terdapat tanaman yang tak terlalu tinggi, mirip dengan pohon pepaya, namun buahnya lebih kecil dan lebat. Inilah carica, yang sekarang menjadi primadona di Dieng. Jika mengonsumsi buahnya secara langsung, kita hanya akan mendapatkan rasa asam dengan aroma harum yang khas. Maka dari itu, carica diolah menjadi berbagai makanan baik manisan, keripik, selai, dll.
Aneka olahan carica ini bisa kita dapatkan di sekitar tempat wisata dan di sepanjang jalan menuju Dieng. Jangan lupa, jika datang ke Dieng, cobalah menikmati olahan buah carica dan bawa juga untuk oleh-oleh. Siap-siap untuk kangen dan kangen lagi.
Carica in syrup, oleh-oleh khas Dieng foto koleksi pribadi |
Dieng menyimpan kekayaan cagar budaya dan alam yang harus dilestarikan. Keindahan bentang alam dan warisan budayanya harus dipelihara sebaik mungkin oleh kita, generasi muda. Siapa lagi yang akan menjaganya untuk masa depan jika bukan kita sendiri?
Semoga bermanfaat,
Salam,
Sumber informasi tambahan: Indonesiakaya..com
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Sering baca2 keindahan Dieng, jadi makin penasaran sama Telaga warna & Manisan Caricanya.
Semoga warisan budaya & keindahan Dieng selalu terjaga.
Eh btw aku penasaran sama carica deh jadinya. Hehe. *kenapa aku langsung pengen makan rica2 ya? Ehh kok gak nyambung wkwk
Btw fotomu masih imut banget mbak waktu itu 😍
Sama satu lagi, saya juga jadi pengen minum carica :))
pemandangan yang mahal kalau kita biasa hidup di kota besar.
Dieng indah sekali.