Andai Seluruh Bali seperti KBA Tegeh Sari
Sampah kembali menjadi masalah berat khususnya di Kota Denpasar, terlebih sejak terbakarnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung pada Kamis (12/10/2023). Asap tebal mengepul di sekitar TPA dan mengganggu aktivitas masyarakat. Tumpukan sampah terlihat di setiap gang permukiman. Siapa yang harus bertanggung jawab?
Sementara di salah satu sudut kota Denpasar, tepatnya di Banjar Tegeh Sari, meski udara panas menyengat di tengah hari, pasokan oksigen dari tanaman di “Kebun Literasi” membuat siang terasa lebih nyaman karena angin sepoi-sepoi. Tak terlihat tumpukan sampah di sekitar.
Siang itu, Sabtu (21/10/2023) kami mengunjungi Kampung Berseri Astra (KBA) Banjar Tegeh Sari di Kelurahan Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar yang tengah mengadakan kegiatan “Market and Event”. Hadir dalam kegiatan ini berbagai komunitas dan pengusaha, termasuk mereka pengusaha penggiat lingkungan/ecopreneur.
Musik dan tari penyambutan khas Bali |
“Selain program umum seperti Sekolah Dasar (SD), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos-Lansia, kami juga memiliki kegiatan seperti bank sampah yang saat ini dikelola kaum ibu, dan kebun Sari Dewi yang dikelola anak-anak dalam program “Astra Hijau,” jelas Gede Mantrayasa.
Program yang ada dalam KBA Tegeh Sari tentunya sesuai dengan 4 pilar program kontribusi sosial berkelanjutan Astra yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, dan Kewirausahaan.
Market and Event Banjar Tegeh Sari Denpasar |
“Kami juga punya program unggulan ‘Astra Cerdas’, berupa program ekstrakurikuler khusus lingkungan, dengan memberikan edukasi kepada anak-anak untuk menjaga lingkungan, mengelola sampah menjadi produk yang bernilai (program Astra Kreatif), dan mengelola kebun. Jika biasanya ektrakurikuler anak SD hanya itu-itu saja, maka program kami ini lah program yang kami lakukan sebagai wujud upaya hidup berkelanjutan,” lanjut Gede Mantrayasa.
Anak-anak muda dalam komunitas Natah Rare sedemikian bersemangat dan kompak menghadirkan berbagai macam kegiatan edukasi lingkungan. Sebelumnya, program ini juga mendapat dukungan dan motivasi dari salah satu penerima apresiasi Satu Indonesia Awards 2021 kategori khusus Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19, I Gede Andika Wira Teja.
Banjar Tegeh Sari yang dihuni oleh kurang lebih 1300 KK, saat ini memiliki 5 kelompok bank sampah yang rutin mengumpulan dan mengelola sampah anorganik. Saat ini bank sampah di Banjar Tegeh Sari juga telah bekerja sama dengan koperasi, sehingga para anggota bank sampah bisa memanfaatkan sampah untuk mendapatkan rupiah guna membayar listrik, iuran BPJS, dll.
Sampah organik di warga banjar Tegeh Sari dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, eco enzyme, dll. Masyarakat di Banjar Tegeh Sari terbiasa membuang sampah organiknya ke dalam lubang-lubang/sumur sampah (disebut ‘teba’) yang dalam jangka waktu tertentu bisa dimanfaatkan sebagai kompos. Lubang biopori pun tersebar di berbagai tempat, sebagai resapan air untuk menjaga agar air tanah tidak habis di masa yang akan datang, juga untuk menghindari banjir.
Sampah organik/bahan organik (BO) lainnya seperti kulit buah, bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan eco enzyme. Setelah melalui proses fermentasi selama 3 bulan, eco enzyme bisa digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga sebagai cairan pembersih, sabun mandi dan shampoo, bahkan bisa mengatasi alergi kulit seperti gatal-gatal.
Dalam kegiatan di Banjar Tegeh Sari ini, pengunjung juga mendapat kesempatan untuk mengikuti workshop pembuatan eco enzyme. Sebuah pengalaman berharga yang harus dipraktikkan di rumah, minimal untuk memanfaatkan kulit buah konsumsi setiap hari dan mengurangi produksi sampah organik yang terbuang hingga TPA.
Workshop Pembuatan Eco Enzyme |
Masalah Lingkungan adalah Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan Indonesia
Melihat ‘lingkungan kecil’ KBA Tegeh Sari yang sedemikian hebat mengelola, menjaga, dan memanfaatkan lingkungannya, hati kecil saya berharap ‘wajah’ Tegeh Sari ini juga menjadi ‘Wajah’ Bali. Di mana seluruh elemen masyarakat bersatu padu untuk menjaga lingkungannya mulai dari lingkup terkecil yaitu diri-sendiri dan keluarga, didukung oleh komunitas masyarakat yang ada di sekitarnya. Karena masalah lingkungan adalah tanggung jawab kita bersama.
“Sebenarnya, jika masyarakat sudah mau bergerak untuk mengelola sampah, maka program pembangunan lainnya akan lebih mudah dilaksanakan,” kata Gede Mantrayasa.
Pernyataan Pak Mantra tersebut sangat tepat. Mereka yang telah terbiasa mengelola sampah, adalah orang dengan pikiran terbuka, peduli akan masa depan, dan berkarakter; sehingga tak masalah lagi ketika menghadapi perubahan dan pembangunan yang lebih besar.
Berbagai peraturan daerah (perda) mengenai pengurangan sampah plastik telah dibuat oleh pemerintah. Contohnya, Peraturan Gubernur Bali nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Kantong Plastik pada Pelaku Usaha Pasar Tradisional. Perwali yang diberlakukan mulai 1 januari 2019 ini berlangsung dengan baik pada awalnya. Namun lama-kelamaan masyarakat kembali menggunakan kantong plastik sekali pakai atau terbiasa membeli tas belanja berbahan spundbond. Masyarakat belum terbiasa untuk membawa tas belanja sendiri khususnya saat akan berbelanja.
Edukasi mengenai pentingnya mengelola sampah inilah yang perlu digalakkan kepada seluruh masyarakat. Edukasi sejak dini bagi setiap individu untuk mengurangi produksi sampah, memilah sampah, dan mengolah sampah organik dengan memelihara maggot, memanfaatkan sampah anorganik menjadi barang bernilai (upcycle), dan “mengunci” residunya menjadi ecobrick, maka sampah yang terkumpul di TPA menjadi sangat minim.
Semangat untuk mengurangi sampah (reduce), menggunakan produk yang bisa dipakai ulang (reuse), mendaur ulang sampah (recycle), mengolah sampah menjadi barang bernilai tinggi (upcycle), dan belajar untuk zero waste harus dimulai dari diri-sendiri dan keluarga.
Jika masing-masing individu telah sadar dengan dampak dari sampah yang dihasilkan setiap hari, setiap keluarga mengolah sampah organik dan memilah sampah anorganiknya, lalu didukung dengan adanya komunitas di sekitarnya yang bahu-membahu menjaga lingkungan serta saling menguatkan para anggotanya, maka harapan wajah Bali yang lebih bersih akan terwujud. Tak hanya Bali, tapi lingkungan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam