Inilah 5 Alasan Hindari Belanja Online Sistem COD
Obrolan Ibu-ibu Seputar COD
"Kesel tadi. Ada paket punya anak ternyata COD. Mana lumayan pula jumlahnya, dia nggak ngomong kalau ada paket dan belum nitip duit," gerutu seorang ibu paruh baya saat sedang momen ngumpul buibu di gang.
Obrolan pun berlanjut membahas drama seputar belanja online khususnya dengan sistem pembayaran saat barang diterima/ cash on delivery (COD).
"Saya sampai sekarang milih nggak pernah COD," saya pun urun bicara, yang ternyata menyebabkan beberapa wajah berubah mimik.
"Soalnya kan sering ada penipuan COD. Nggak pesan tahu-tahu ada paket datang. Makanya saya tidak pernah belanja COD, jadi kalau ada belanja pakai sistem itu mengatasnamakan saya dan suami, sudah jelas bukan kami yang belanja," sambung saya mencoba menjelaskan alasan.
Yang lain pun menyambut dengan testimoni positif, tidak pernah dapat kasus serupa. Ada yang pernah kena tipu dari dari penjual nakal, bukan dari orang tak dikenal.
"Kebetulan saya tuh sering dapat paket pas nggak di rumah. Saya di rumah, nggak ada yang datang. Giliran saya keluar Pak kurir datang. Kasihan dan repot kalau COD," lanjutku sambil tergelak.
Begitulah. Sistem pembayaran ketika barang diterima pembeli sebenarnya bermaksud memudahkan terutama bagi yang kesulitan untuk membayar secara online. Kalau saldo di aplikasi sedang kosong, nggak ada e-banking, otomatis harus ke ATM. Repot! COD adalah solusinya. Namun, sistem ini juga banyak merugikan penjual. Ada pembeli nakal yang sudah membuka barang, mengacak-acak, tahu-tahu dikembalikan. Penjual sangat rugi waktu, tenaga, dll.
Pihak pembeli pun punya risiko yang sama, bisa dikibulin penjual nakal atau orang lain yang memanfaatkan data pembeli.
Inilah Alasan Saya Menghindari Belanja Sistem COD
1. Tidak Belanja Jika Tidak Punya Uang Saat Ini
Dulu saya sering tergoda untuk mengambil barang duluan, bayar belakangan, dicicil beberapa kali atau bayar sekaligus setelah gajian. Terkadang penjual juga ngompori dengan kalimat, "nggak apa-apa udah, bawa dulu, bayar kalau sudah ada uangnya." Saking baiknya penjual yang memang teman sendiri.
Namun kebiasaan tak baik ini alhamdulillah sudah mulai saya hilangkan setelah menikah. Peran suami yang sering mengingatkan untuk tidak bermudah-mudah ambil kredit, cukup berpengaruh. Maka sekarang jika belum ada uangnya, saya menahan diri untuk tidak belanja. Nabung sedikit demi sedikit lalu belanja setelah uangnya cukup, ternyata bikin lebih tenang.
Terkadang orang belanja COD bukan karena tidak punya uang, tapi karena kesulitan untuk akses mobile banking/metode pembayaran digital lainnya. Berhubung akses saya mudah, saya mengatakan pada diri sendiri bahwa kalau saya beli sekarang tapi bayarnya nunggu barang datang, hampir sama dengan utang.
Tentunya pertimbangan setiap orang berbeda. Seperti tetangga saya yang nyaman belanja sistem COD dan selalu menyisihkan uangnya terlebih dahulu setelah selesai transaksi. Nantinya saat kurir datang, uang sudah siap. Kembali ke kenyamanan masing-masing saja ya, Temans.
2. Menghindari Penipuan Berkedok COD
Sejak awal mulai ramai pembayaran sistem COD, saya mendengar beberapa cerita senada seputar penipuan berkedok COD. Seseorang tidak belanja, tetapi mendapat kiriman paket barang dengan sistem COD dan terpaksa membayar nominal tertentu. Nama, alamat, dan No HP yang tertera sesuai dengan datanya. Setelah dibuka, ternyata isinya sabun mandi, snack-snack warung, batu bata, dll padahal uang yang dikeluarkan untuk membayar paket COD-an tersebut nominalnya cukup besar, ada yang sampai ratusan ribu.
Terkadang, rasa tidak enak untuk menolak karena kurir sudah jauh-jauh mengirimkan barang, juga menjadi faktor si Penerima tidak menolak/mengembalikan barang tersebut.
Di sini berarti ada pihak nakal yang menyalahgunakan data kita. Solusinya, minimal sebelum membuang bungkus paket yang tertera alamat, data bisa dihapus/digunting sampai tak bisa terbaca.
Akhirnya saya dan suami sepakat untuk tidak belanja COD. Jika ada paket datang saat salah satu kami tidak di rumah, atau hanya anak-anak yang menerima paket, akan langsung tertolak karena kami tidak pernah belanja COD.
3. Tidak Merepotkan Orang Lain
Seringkali paket saya datang justru saat saya tidak ada di rumah. Ya, kita bisa memantau barang sudah dalam proses pengantaran ke alamat atau belum, tetapi kita tidak bisa memantau lokasi kurir. Kadang diperkirakan datangnya pagi, tahu-tahu sampai malam baru datang atau malah tertunda besoknya lagi. Akhirnya jika ada keperluan keluar, saya keluar saja daripada menunggu ketidakpastian.
Beberapa kurir akhirnya paham jika saya tidak ada, barang langsung diletakkan di teras. Terkadang saya di dalam rumah tapi tidak dengar ada suara kurir (entah sedang tidur atau posisi di kamar mandi), pun langsung diletakkan di teras. Ada kurir yang konfirmasi via WA, ada juga yang cukup menyertakan bukti pengiriman barang di aplikasi.
Karena alasan inilah, saya menghindari sistem COD. Khawatir jika saya tidak ada di rumah lalu paket datang. Jika tidak dibawa kembali oleh kurir dengan alasan pengiriman gagal, kemungkinan akan merepotkan tetangga. Lain halnya jika paket dititipkan ke tetangga sudah tinggal terima.
4. Agar Tidak Kalap Belanja
Saya membatasi diri hanya belanja ketika punya saldo digital saja, itu pun sudah sering kalap. Apalagi jika ditambah belanja via COD, mungkin makin-makin kalapnya. Makanya saya dengan sepenuh kesadaran, berusaha untuk mengindari supaya tidak makin mudah belanja. Minimal ketika saya tidak punya saldo di rekening atau di marketplace, saya masih punya waktu berpikir ulang dan harus minta tolong suami untuk top-up. Biasanya sih ada rasa nggak enak minta tolong isikan saldo, karena pasti dikomentari "belanja terus...!" wkwkwkwk.
Kembali ke kontrol diri masing-masing juga ya, Temans.
5. Ongkos Kirim Lebih Mahal
Sejujurnya, sejak tinggal di luar Pulau Jawa, saya jadi bersahabat dengan marketplace dan ekspedisi harga murah meriah. Meskipun sebenarnya biaya ongkir dari Jawa masih lebih murah dibanding ke pulau lainnya misalnya Kalimantan dan Sulawesi. Tetep lah ya, kalau biasanya ongkir cukup belasan ribu, sekarang harus terima ongkir rata-rata 25ribu ke atas. Kaum mendang-mending macam saya harus memanfaatkan voucher diskon ongkir, hehehe. Sekarang ini, ongkir pakai sistem COD tuh lebih mahal. Jadinya, udah tepat menurutku selama ini menghindari si COD.
Selain dari sisi pembeli, terkadang penjual juga tidak menyalakan opsi COD. Biasanya, karena pernah mengalami hal tidak mengenakkan seperti barang dikembalikan. Memang sangat merepotkan dan menguras waktu dan biaya juga jika dapat kasus seperti ini. Penjual sudah effort packing barang sedemikian rupa supaya aman selama perjalanan, tahu-tahu dikembalikan. Waktu dan tenaga terbuang untuk hal ini, masih nambah sampah dan ngeluarin biaya packing yang akhirnya sia-sia, lalu harus menjual lagi barang returan. Padahal bisa jadi ada orang lain yang sebelumnya di saat bersamaan membutuhkan barang tersebut tapi sudah dibeli oleh si pembeli yang akhirnya mengembalikan barang.
Itu dia 5 Alasan Saya mencoba menghindari belanja dengan sistem COD. Namun tidak berlaku untuk belanja via WA dari teman/kenalan dalam 1 daerah, ya. Biasanya pesan dulu, lalu diantar ke rumah sekaligus melakukan pembayaran. Atau jika diantar pakai kurir, pembayaran via transfer bank menjadi opsi terbaik.
Setiap orang pasti punya pandangan yang berbeda, jadi bisa setuju atau tidak dengan pendapat saya. Silakan bisa berbagi insight Temans juga, ya.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Padahal, saya sering harus keluar rumah bersama keluarga dan kalau itu terjadi kasihan pak kurirnya yang harus menelpon, menunggu, dan sebagainya. Saya pilih membayar di muka, toh juga dananya masuk ke pihak ketiga dulu. Resiko bisa dikurangi dan hasilnya saya tidak merepotkan orang lain, sekaligus tidak merepotkan diri sendiri